Kupang, Delegasi.Com – Gizi buruk menyebabkan terganggunya sistem kekebalan tubuh seorang anak, meningkatkan lama dan keparahan penyakit menular yang dideritanya, dan juga resiko kematian.
Kepala Dinas Kesehatan NTT, Dominikus Minggu Mere sampaikan ini kepada wartawan dua pekan lalu, di Kupang, Senin (25/3/2019).
Menurut Minggu Mere, gizi buruk juga berdampak negatif pada perkembangan fisik dan mental dari seorang anak dalam jangka panjang. Sangat kurus/gizi buruk adalah bentuk kekurangan gizi anak yang paling berbahaya.
“Gizi buruk merupakan keadaan darurat medis yang membutuhkan perhatian segera,” kata Minggu Mere.
Ia menjelaskan, anak- anak dengan gizi buruk 11,6 kali beresiko meninggal dibandingkan anak-anak yang memiliki status gizi yang baik. Sementara anak yang menderita gizi buruk dan stunting beresiko meninggal 12, 3 kali.
Lebih lanjut Minggu Mere menyampaikan, berbagai penelitian membuktikan bahwa anak yang mederita kekurangan gizi akut/gizi buruk cenderung menjadi stunting. Demikian pula, anak yang stunting cederung menderita gizi buruk. Periode ketika anak menderita gizi buruk atau memiliki berat badan yang fluktuatif, meningkatkan resiko menjadi stunting. Selain itu selama periode perawatan karena mederita gizi buruk, pertumbuhan tinggi badan anak-anak tersebut melambat sampai berat badannya kembali normal. Penemuan ini secara kuat menunjukan bahwa tubuh menyesuaikan terhadap kenaikan berat badan yang tidak sesuai dengan cara memperlambat pertumbuhan tinggi /panjang badan,” terang.
“Hal penting yang harus diperhatikan adalah mencegah dan mengatasi gizi buruk karena berkontribusi terhadap pencegahan stunting pada anak,” ujar Minggu Mere.
Ia mengatakan, komitmen pemerintah dalam penanggulangan gizi buruk pada balita telah lama didengungkan di tingkat nasional dan ditindaklanjuti melalui berbagai upaya. Misalnya, melalui upaya penyuluhan gizi, peningkatan cakupan penimbangan balita, pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan bagi balita dengan gizi kurang. Peningkatan kapasitas petugas dalam tata laksana balita gizi buruk, pembentukan Therapeutic Feeding Centre (TFC) dan Community Feeding Centre (CFC) sebagai pusat-pusat pemulihan gizi di fasilits kesehatan (Faskes).
Minggu Mere menyebutkan, pada tahun 2016 dikembangkan perangkat lunak yang menghasilkan data elektronik status gizi balita menurut nama dan alamat. Dengan cakupan penanganan balita gizi buruk yang diperkirakan mencapai sekitar 20.000 balita pada tahun 2017, maka cakupan penanganan kasus balita dengan gizi buruk baru mencapai sekitar 2,5 persen dari perkiraan jumlah total balita gizi buruk.
“Perbaikan kualitas pelayanan dan peningkatan kerja sama lintas sektor/program serta keterlibatan masyarakat diperlukan untuk menanggulangi masalah kekurangan gizi pada balita,” papar Minggu Mere.
//delegasi(ger)