Akibat Abrasi Desa di Pesisir Selatan Kecamatan Bola Kabupaten Sikka Terancam

Avatar photo

MAUMERE, DELEGASI.COM Abrasi di pesisir selatan Kecamatan Bola, Kabupaten Sikka kian mengawatirkan. Garis pantai sepanjang kurang-lebih 3 km dari pantai Baluk, Desa Persiapan Watukrus hingga pantai Ipir, Desa Ipir setiap hari semakin tergerus di tepi pantainya.

Pantauan Delegasi.com, Sabtu (32/7/2021), tampak banyak bangunan rumah warga pesisir bagian belakang di dapur, WC dan kamar mandi rusak. Bahkan sebagian bangunan utama rumah-rumah warga yang telah rusak total ditinggalkan pemilik rumah dampak ganasnya ombak pantai selatan.

Pohon-pohon kelapa pun satu per satu tumbang. Praktis bangunan utama rumah warga yang tersisa saat ini berbatasan langsung dengan bibir pantai.

Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi pantai kampung Watukrus, Natawatu, Wologahar dan Ipir sekitar tiga hingga empat dekade lalu. Pada masa itu, garis pantai dari bibir pantai hingga di belakang rumah warga dapat mencapai lebih dari 30 meter. Watukrus misalnya, sebuah batu bersalib, pilar penanda kekatolikan yang dipasang para misionaris Portugis dulu yang kini menjadi ikon wisata bahari religius, Kecamatan Bola, pada tahun 1980 an merupakan batas bibir pantai Baluk. Saat ini Watukrus berada jauh ke tengah laut.

Pemanasan global menjadi salah satu sebab lenyapnya pantai di pesisir Kecamatan Bola ini. Menipisnya lapisan ozon sebagai salah satu atmosfer pelindung bumi juga berkaitan dengan itu.

Radiasi sinar matahari yang diserap oleh bumi menyebabkan suhu bumi bertambah panas. Panasnya matahari yang diserap bumi ditambah panasnya kandungan inti bumi yang dipancarkan kembali keluar angkasa namun terhalang banyaknya karbondioksida yang tidak sempat terserap dampak deforestrasi hutan, menyebabkan suhu bumi benar-benar panas terselubung. Inilah yang disebut efek rumah kaca.

Dampak lebih jauh, mencairnya lapisan es di daerah kutub bumi sehingga volume air laut meningkat. Lenyapnya pantai Desa Persiapan Watukrus dan Desa Ipir adalah bukti nyata ancaman global warming.

Naiknya permukaan laut ditambah kerasnya hempasan ombak pantai selatan Kecamatan Bola yang menimbulkan abrasi parah bukan mustahil beberapa tahun ke depan akan menenggelamkan kampung Baluk, Natawatu, Wologahar dan Ipir.

Kampung-kampung penuh pesona wisata bahari, religius dan historis. Kampung-kampung nelayan di pesisir pantai selatan Kecamatan Bola ini perlu diselamatkan.

Agak sulit untuk menjalankan program bakaunisasi atau mangrovisasi di pesisir pantai Desa Persiapan Watukrus dan Desa Ipir. Selain karena di belakang rumah warga persis bibir pantai, kuatnya terjangan pantai selatan tidak mendukung untuk itu.

Satu-satunya yang bisa diandalkan adalah teknologi dengan membangun tanggul pemecah ombak dan turap penahanan abrasi di bibir pantai.

Tanggul dan turap yang kokoh perlu dibangun dua lapis. Tanggul dibangun agak ke tengah laut untuk memecah ombak agar mengurangi arus. Turap dibangun persis di bibir pantai untuk mencegah abrasi.

Inilah yang menjadi harapan masyarakat setempat sejak lama namun belum berhasil diperjuangkan oleh anggota legislatif asal Kecamatan Bola yang setiap kali pemilu ada keterwakilannya dan belum dapat diwujudnyatakan secara efektif oleh Pemda Sikka.

Salah seorang tokoh masyarakat setempat, Mardianus da Gomez saat ditemui Delegasi.com, di Desa Persiapan Watukrus Sabtu(32/7/2021) mengatakan negara tidak boleh alpa dalam menghadapi bencana abrasi setiap tahun di Desa Persiapan Watukrus dan Desa Ipir.
“Pemda selama ini terkesan menggampangkan cara dengan membiarkan pemukiman warga digerus air laut dan memaksa warga untuk sendiri mencari tanah untuk membangun pemukiman baru”.

“Tugas negara adalah melindungi warga negara dari bencana. Itu harus dilakukan dengan upaya kongkrit yakni membangun turap penahan abrasi,” katanya.

Pj. Kepala Desa Persiapan Watukrus, Kecamatan Bola, Albertus Luis, kepada wartawan juga menyampaikan harapan yang sama bahwa perlu dibangun turap penahan abrasi di sepanjang pantai Desa Persiapan Watukrus hingga Desa Ipir. Beliau mengatakan,
“Di akhir tahun 90-an, Pemda Sikka sudah membangun pemecah ombak di pantai Baluk. Arah pemecah ombaknya memanjang ke arah laut lepas seperti tombak. Wilayah sebelah timur pemecah ombak di Baluk tersebut kini telah ditetapkan sebagai zona merah bencana abrasi. Daerah pesisir depan SDK Natawatu dan Wologahar pantai juga harus mendapat perhatian serius.”

Dari pantauan media ini, pemecah ombak di pantai Baluk, nampaknya kurang berfungsi dengan baik. Pemecah ombak dibangun enam buah memanjang ke arah laut lepas.

Di bagian pangkal pemecah ombak persis di bibir pantai tidak dibuat pengait untuk menghubungkan masing-masing pemecah ombak sehingga pemecah ombaknya tidak dapat menarik dan menahan pasir membentuk gundukan daratan.

Alhasil wilayah sebelah timur pemecah ombak menjadi bertambah parah karena air laut berpindah ke timur. Di sebelah barat ditahan oleh cadas tanjung Watukrus yang relatif tinggi.

Pj Kepala Desa Watukrus berharap dibangun pula turap memanjang di pesisir pantai Kecamatan Bola dari arah barat di pesisir pantai Baluk, Desa Persiapan Watukrus hingga ke timur di pesisir pantai Ipir, Desa Ipir.

Pemda Sikka sendiri saat ini di tengah masa pandemi Covid-19 tetap gencar membangun turap pengaman pantai di pesisir utara Kabupaten Sikka. Turap pengaman pantai yang telah dibangun Bupati Sosimus Mitang dalam kota Maumere dilanjutkan oleh Bupati Robi Idong memanjang ke arah timur menyusur pesisir pantai Kecamatan Kangae hingga pesisir pantai Kecamatan Kewapante. Semoga harapan masyarakat pesisir pantai selatan Kecamatan Bola agar dibangun turap penangkal abrasi seperti yang dibangun di pesisir pantura kota Maumere dapat terwujud.

//delegasi(FL)

Komentar ANDA?