KUPANG -- Partai Demokrat segera menggelar hajatan politik lima tahunan, Kongres, untuk memilih Ketua Umum periode 2015-2020. Salah satu kandidat kuat yang diusulkan menjadi ketua umum adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Karena itu, DPD Partai Demokrat NTT, dalam Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda), di Hotel Ima Kupang, 31 Januari 2015, menyatakan mencalonkan SBY menjadi ketua umum periode 2015-2020. “Rapimda Partai Demokrat NTT tahun 2015 dalam rekomendasi khususnya mendesak Bapak SBY untuk berkenan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat masa bhakti 2015-2020,” demikian bunyi rekomendasi khusus itu, yang dibacakan Ketua Panitia Rapimda, Ricard Wawo. Rapimda itu dihadiri seluruh pengurus DPD Partai Demokrat NTT dan ketua-ketua DPC se-NTT, juga anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota dari Fraksi Partai Demokrat. Rapimda itu dipimpin langsung oleh Ketua DPD Partai Demokrat NTT, Ir Johanes Kaunang, MS, dengan mengusung tema “Bersama Rakyat Menang di Tahun 2019”. Kendati menyadari bahwa pencalonan SBY mendapat tantangan hebat dari internal partai hingga kekuatan eksternal yang keras menolak mantan presiden RI 10 tahun itu memimpin partai berlambang mercy itu, namun Partai Demoktat NTT menyatakan persetan dengan wacana politik tersebut. Bagi Demokrat NTT, penolakan itu sesungguhnya adalah pernyataan ketakutan dan kekhawatiran akan kembali berjayanya Partai Demokrat ketika dipimpin oleh purnawirawan TNI yang cerdas itu. “Persetan dengan suara-suara sumbang dari luar yang berusaha untuk merusak partai democrat.Kita harus tetap tegak berjalan dalam koridor kita untuk memajukan partai democrat. Dan, hanya Bapak SBY yang bisa mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap partai demokrat,” tegas Ketua DPC Manggarai Barat, Frans Sukmaniara dalam forum Rapimda itu. Peserta lainnya, Kornelis Talok dari DPC Belu, juga menyatakan, dukungan terhadap SBY menjadi ketua umum itu adalah sikap politik Demokrat NTT, hanya saja perlu ada usulan agar kalau SBY nanti terpilih menjadi ketua umum, maka sekretaris jenderalnya jangan lagi anaknya, edy baskoro. “”Kita setuju bapak SBY jadi ketua umum, tapi sekjen jangan anak sendiri,” ujarnya. Pilihan Yang Tepat Menanggapi rekomendasi Rapimda Demokrat NTT itu, anggota DPR RI yang juga pengurus DPP Partai Demokrat, Benny K. Harman, yang juga hadir dalam Rapimda itu, menyatakan apresiasi terhadap NTT yang barangkali menjadi DPD pertama yang secara aklamasi merekomendasikan SBY menjadi ketua umum periode 2015-2020. “Ini pilihan politik yang tepat dan strategis untuk mengarungi tantangan yang berat dalam tahun-tahun ke depan hingga Pemilu tahun 2019. Kita tidak boleh ada pilihan atau imajinasi lain kalau kita mau menang Pemilu 2019, kecuali harus mendukung SBY,” kata Benny Harman. Ia menuturkan, beberapa waktu lalu, dirinya bertemu SBY dan saat itu SBY secara tegas menyatakan kesungguhannya untuk membesarkan partai democrat ke depan. Hal yang senada juga ditegaskan anggota DPR RI lainnya, Jefry Riwu Koreh. “Terima kasih kepada DPD Partai Demokrat NTT yang telah secara aklamasi mencalonkan Bapaj SBY menjadi ketua umum. Mari kita bersama melakukan konsolidasi untuk membesarkan partai dengan mendukung Bapak SBY menjadi ketua umum,” kata anggota Komisi X ini. Situasi di DPR RI Saat itu, Jefry dan Benny Harman juga diberi kesempatan memberikan briefing kepada seluruh peserta Rapimda. Benny Harman membeberkan secara gamblang situasii politik di DPR RI pada saat pembahasan RUU Pilkada hingga yang terkatual penolakan Fraksi Partai Demokrat terhadap pencalonan Budi Gunawan oleh Presiden Jokowi sebagai calon tunggal, yang kemudian ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK satu hari menjelang fit and proper test di Komisi III DPR RI. Sementara Jefry banyak menyorot soal masalah pendidikan, termasuk pembagian Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dikeluarkan Presiden Jokowi tanpa payung hukum yang jelas, termasuk tidak dilibatkannya DPR dalam pembahasan anggaran untuk penerbitan kartu itu. Menariknya, menurut Jefry, kartu pintar dan sehat itu sesungguhnya adalah program Presiden SBY yang hanya sedikit dimodifikasi dengan nama yang berbeda. “Kartu Indonesia Pintar dan Indonesia Sehat itu sebenarnya program dari Bapak Presiden SBY saat masih berkuasa yang dikenal dengan nama Bantuan Siswa Miskin (BSM). Ini program Pak SBY, cuma dimodifikasi saja. Isi dan jumlah alokasi uang juga mekanismenya sama, yang berbeda hanya penggunaan kartu saja. Dan ini sudah diakui oleh Menteri pendidikan Anies Baswedan ketika didesak oleh komisi X DPR RI,” beber Jefry. “Kalau tidak ada pengakuan maka Fraksi Demokrat akan mengajukan hak bertanya kepada Presiden Jokowi untuk menjelaskan semua ini,” tambah Benny Harman. Jefry juga menyort soal kurikulum 13 (K13), ujian nasional dan sertifikasi guru yang selesai pada tahun 2015 ini. “Kebijakan K13 kembali ke KTSP dampaknya fatal untuk NTT karena buku yang gratis tidak jadi dipakai dan dikembalikan. Sedangkan KTSP rakyat harus beli buku lagi dan belum tentu buku ada di pasar sehingga harga buku menejadi mahal,” tegas Jefry. Soa ujian nasional, kata dia, juga mengalami perubahan, dimana kelulusan akan ditentukan oleh ujian sekolah. “UN hanya sebagai metode untuk pemerataan kualitas,” ujarnya. (jdz/egi)