Kupang, Delegasi.Com – Aliansi Rakyat Anti Korupsi (Araksi) mendesak Penyidik Kepolisian Daerah (Polda) NTT untuk segera memeriksa 3 orang (Trio Bersaudara) yang diduga sebagai aktor intelektual kasus korupsi Proyek Pengadaan Benih Bawang Merah di Kabupaten Malaka yang merugikan negara sekitar Rp 4,9 M.
Demikian disampaikan Ketua Araksi, Alfred Baun di kantornya usai melakukan koordinasi dengan pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT terkait proses hukum kasus dugaan korupsi proyek tersebut yang mandeg di P-19 (Petunjuk JPU kepada penyidik Polda NTT untuk melengkapi berkas perkara, red).
“Kami mendesak Penyidik Polda NTT untuk segera memeriksa Trio Bersaudara yakni SBS, Ketua DPRD, dan YB yang diduga menjadi aktor intelektual kasus Bawang merah agar berkas perkara perkara tersebut bisa dinyatakan P-21 (berkas perkara lengkap dan siap dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor untuk disidangkan, red),” tandas.
Alfred menjelaskan, dalam pertemuan Araksi dengan pihak Kejati (Kamis, 15/4/21), pihak Kejati NTT melalui Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) bicara secara transparan bahwa petunjuk berupa pasal 55 dalam P-19 adalah meminta pihak penyidik Polda NTT untuk melengkapi berkas dengan BAP 3 orang yang diduga aktor intelektual kasus Bawang Merah Malaka.
“Menurut Kejati NTT, penyidik Polda NTT tahu bahwa petunjuk pasal 55 itu adalah melengkapi berkas perkara dengan BAP (Berita Acara Pemeriksaan, red) yang diduga aktor intelektual kasus itu. Jadi tidak ada alasan bagi penyidik Tipikor Polda NTT untuk tidak memeriksa ‘Trio Bersaudara’, yakni mantan Bupati Malaka, SBS, Ketua DPRD Malaka, dan Kaban Perijinan dan PTSP Malaka, YB,” tegasnya.
Alfred membeberkan, petunjuk pasal 55 dari Kejati NTT tersebut diberikan karena penyidik Polda NTT tidak menyentuh aktor intelektual dibalik kasus korupsi benih bawang merah Malaka. “Menurut Aspidsus Kejati, berkas kasus bawang merah Malaka yang diajukan penyidik Polda baru menyentuh para ASN yang hanya kebagian uang korupsi Rp 1 – 2 juta. Kenapa hanya orang kecil yang diproses hukum? Sedangkan aktor intelektualnya belum tersentuh sama sekali,” jelasnya.
Padahal sesuai penjelasan pihak Kejati NTT, lanjut Alfred, keterangan 9 tersangka (dalam BAP) kasus proyek senilai Rp 10,8 M tersebut, telah mengarah kepada peran dari 3 orang aktor intelektual kasus bawang merah Malaka. “Dari 9 orang tersangka, hanya 1 orang yang menerima uang paling tinggi, yakni Rp 25 juta. Apakah hanya mreka yang harus dihukum? Padahal kerugian negara dari kasus sesuai temuan BPKP mencapsi Rp 4,9 M. Kepada siapa saja uang itu diberikan? Kami duga dana milyaran rupiah itu mengalir kepada aktor intelektual,” ungkapnya.
Alfred mencium adanya ketidakberesan dalam proses hukum kasus tersebut oleh Polda NTT. “Mengapa penyidik Polda seperti takut memeriksa 3 orang yang diduga sebagai aktor intelektual? Apakah karena ada oknum penyidik yang sudah keciprat dana Rp 700 juta seperti yang diungkapkan salah satu kuasa hukum tersangka?” kritiknya.
Karena itu, Alfred meminta perhatian Kapolda NTT agar serius menangani kasus dugaan korupsi tersebut. “Kapolda harus serius memperhatikan proses hukum kasus ini dan kasus korupsi lain yang ditangani karena ini menyangkut citra dan nama baik Polda NTT dan Polri,” ucapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, proses hukum kasus dugaan korupsi proyek pengadaan benih bawang merah di Kabupaten Malaka, NTT senilai Rp 10,8 M pada tahun 2019, telah merugikan negara sekitar Rp 4,9 M (sesuai audit investigasi BPK RI, red). Polda NTT telah menahan 9 orang tersangka pada tahun lalu, namun dilepaskan kembali karena proses hukum kasus tersebut hanya mandeg di P-19. Penyidik Polda tidak mampu menjalankan petunjuk JPU, yakni Pasal 55 (melengkapi berkas perkara dengan BAP aktor intelektual,red).
//delegasi(*/tim)