KUPANG, DELEGASI.COM – Bank NTT diduga melakukan take over (mengambil alih, red) kredit bermasalah senilai puluhan milyar oleh PT. Budi Mas dari Bank Artha Graha (AG).
Dari take over kredit itu, Bank NTT memberikan kredit/pinjaman kepada PT. Budi Mas senilai Rp 100 M.
Pejabat Pelaksana Tugas (PLT) Direktur Bank NTT, Alex Riwu Kaho yang dikonfirmasi wartawan saat jumpa pers (usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPRD NTT terkait kredit macet Bank NTT, red), Rabu(10/6) mengakui adanya take over kredit PT. Budi Mas dari Bank Artha Graha.
“Kalau take over bukan saja dari Bank AG, kalau kita lihat nasabah/dibitur mau pindah ke Bank NTT, semua orang punya peluang yang sama, tidak ada aturan yang membatasi itu,” katanya.
Menurutnya, setiap bank memiliki mekanisme teknis perbankan.
“Kalau kredit itu (PT. Budi Mas, red), tentunya setiap bank punya mekanisme teknis perbankannya. Sepanjang dia memenuhi mekanisme itu dan dilihat prospek tentu bank-bank memiliki pertimbangan-pertimbangan dan keputusan sendiri, sama juga dengan bank NTT,” ujar Riwu Kaho berkelit.
Saat ditanya apakah nilai jaminan (agunan, red) PT. Budi Mas mencapai 120 persen dari nilai kredit? Ia memastikan jaminan perusahaan tersebut melebihi plafon kredit.
“Jaminannya yang jelas pasti akan melebihi plafon kredit,” katanya.
Informasi yang dihimpun wartawan dari berbagai sumber yang sangat layak dipercaya, dari kredit Rp 100 Milyar tersebut, puluhan milyarnya digunakan untuk menutup kredit PT. Budi Mas di Bank AG.
Sedangkan puluhan milyar lainnya digunakan untuk antar pulau sapi Bali dengan bekerjasama dengan PT. Flobamor.
Namun kegiatan antar pulau sapi tersebut tidak berjalan sesuai harapan. Pada Bulan Desember 2019 lalu, PT. Budi Mas hanya mengirim sekitar 50 ekor sapi dengan Kapal Tol Laut. Cicilan kredit Rp 100 M dari PT. Budi Mas di Bank NTT tersebut sempat macet 3 bulan (colect 2).
Menurut sumber yang sangat layak dipercaya, Bank NTT terpaksa melakukan take over dan memberikan kredit Rp 100 Milyar kepada PT. Budi Mas.
“Direksi terpaksa, diduga akibat adanya tekanan dari oknum pemegang saham. Mereka takut kalau jabatannya dicopot, maka terpaksa mereka berikan,” ujarnya.
Namun anehnya perusahaan tersebut mengajukan lagi tambahan pinjaman sekitar Rp 30 Milyar ke Bank NTT untuk antar pulau rumput laut.
Bahkan PT. Budi Mas juga mengajukan tambahan kredit sekitar Rp 35 Milyar untuk Galangan Kapal di Sulamu.
“Namun pengajuan pinjaman kedua dan ketiga tersebut tak disetujui oleh Dirut Bank NTT, Izhak Rihi. Mungkin karena itu, dia dicopot,” ungkapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Anggota DPRD NTT, Leonardus Lelo (Fraksi Demokrat) dan Johannes Rumat (Fraksi PKB) mempertanyakan status pinjama/kredit PT. Budi Mas sekitar Rp 130 Milyar di Bank NTT yang digunakan untuk usaha antar pulau sapi dan rumput laut. Menurut Lelo, PT. Budi Mas mendapat kredit dalam jumlah fantastis, yakni sebesar Rp 100 Milyar untuk antar pulau sapi. Namun saat terjadi tunggakan 2-3 bulan, Bank NTT malah memberikan tambahan pinjaman Rp 30 Milyar untuk bisnis antar pulau rumput laut.
Menurut Lelo dan Rumat, manajemen kredit Bank NTT sangat longgar dan lemah sehingga Bank NTT begitu mudah memberikan kredit hingga ratusan milyar rupiah kepada debitur dari luar NTT yang belum jelas usaha/lini bisnisnya maupun kantornya di NTT, seperti kredit Rp 130 M kepada PT. Budi Mas.
Lelo dan Rumat meminta penjelasan pihak Bank NTT terkait kredit PT. Budi Mas karena dikuatirkan akan meningkatkan ratio kredit macet (NPL/Non Performing Loan) Bank NTT yang telah mencapai di atas 4 persen.
Menurut keduanya, Bank NTT harus benar-benar mengkaji dan menganalisis kredit yang diajukan secara profesional.
“Apakah perusahaan itu mampu membayar kembali kreditnya atau tidak? Jaminannya apa? Nilainya sesuai dengan besaran pinjaman atau tidak?” tutur Lelo.
Menurut Rumat, aset yang dijaminkan harus diteliti dengan benar.
“Jangan sampai bodong seperti yang terjadi dalam masalah kredit macet Rp 126 Milyar kepada 6 perusahaan dari luar NTT itu. Bank NTT harus profesional. Jangan karena ditelepon pihak tertentu, kredit langsung disetujui dan dicairkan tanpa analisis kredit yang profesional,” ungkap rumat.
Direktur PT. Flobamor Adrianus Bokotei yang dikonfirmasi wartawan usai RDP dengan Komisi III DPRD NTT membantah pihaknya mempunyai ikatan kerja sama dengan PT. Budi Mas. “Kerjasama itu hanya sebatas pembeli dan penjual. “Mereka hanya membeli sapi dari kita. Tidak ada kontrak kerjasama,” ungkapnya.
//delegasi(*/tim)