Kontur tanahnya yang unik dan pengolahan yang baik membuat kualitas kacang mete menjadi berbeda dari yang lain. Itulah yang membuat kacang mete khas Flores Timur diterima berbagai negara di dunia.
Jika penasaran dengan keistimewaannya, Anda bisa berkunjung ke Unit Pengolahan Hasil (UPH) Mete Puna Liput, Desa Ilepadung, Kecamatan Lewolema, Flores Timur, seperti dirilis kompas.com berikut ini. UPH sederhana ini adalah salah satu pabrik yang menghasilkan mete berkualitas.
Kepala UPH sekaligus tetua adat di desanya Gabriel Belawa Maran (53) mengatakan semua proses yang dilakukan dari kebun hingga pengolahan bersifat organik.
“Dari mulai panen pun tunggu buah jatuh. Tanpa pestisida, khusus di kebun-kebun desa,” tuturnya saat dikunjungi KompasTravel, dalam acara DBS Daily Kindness Trip, Jumat (12/10/2018).
Kacang di sini berasal dari 87 hektar kebun desa, dan menghasilkan sekitar 140 ton mete kotor yang belum dibuka dari kulitnya. Panen mete di Flores Timur, berlangsung tiap bulan, tetapi paling banyak pada Juni-Desember.
Proses pengolahan organik
KompasTravel sempat mengikuti proses pengolahannya setelah kacang mete dipanen. Tahap pertama ialah mete disortir menggunakan air. Kualitas terbaik ialah biji yang tenggelam, dipisahkan dengan yang terapung.
“Tenggelam itu berarti isinya padat, kualitas bijinya bagus,” tutur orang asli Suku Maran yang kerap dipanggil Ebiet itu.
Biji mete yang masih dengan kulitnya tersebut dinamai kancip. Kancip pun langsung dioven dalam 45 derajat, sekitar dua jam. Lanjut dengan menjemurnya selama dua hari, hingga menurunkan kadar air 50 persen.
Setelah itu mete yang masih terbungkus kulit tadi dibuka satu persatu dengan alat pengupas, bau asli mete pun semerbak keluar dari sisa cairan di kulitnya.
“Kalau tadi tidak dioven akan sulit dibuka, mudah hancur nanti,” tuturnya Ebiet.
Setelah itu ialah proses sortasi mete yang hancur akibat pembukaan kulit, dipisahkan dengan yang utuh. Terakhir mete dioven kembali selama tiga jam untuk mengeluarkan rasa aslinya.
Mete yang sudah dioven menghasilkan rasa yang creamy, dan kering. Menurut Ebiet banyak yang lebih suka seperti ini ketimbang harus digoreng lagi dengan minyak.
“Kalau mau tau rasa asli mete Flores Timur habis dioven in, jangan digoreng lagi, nanti beda rasa. Tapi ya ada juga yang suka digoreng dengan bawang,” tuturnya.
Jadi oleh-oleh
Ebiet menceritakan mete hasil desanya dahulu banyak diekspor ke Amerika, dan beberapa negara di Eropa. Namun saat ini terkendala sertifikasi organik yang harus diperoleh setiap tahun dengan dana ratusan juta.
“Sertifikat itu memang bagus, banyak ekspor datang. Tapi ngurusnya setengah mati, tiap tahun harus ratusan juta keluar,” katanya.
Saat ini mete Flores Timur juga banyak dijadikan oleh-oleh wisatawan yang berkunjung ke daratan Flores. Harganya bervariasi, mulai Rp 20.000 untuk 100 gram dan Rp 80.000 untuk 350 gram.
Dengan rasa yang unik, mete ini juga rutin dipesan oleh beberapa perusahaan di Jakarta, Bali, dan daerah lainnya untuk dioleh, dijual, dan diekspor. //delegasi(kompas/ger)