Ekbis  

BPK : Proyek PLTS dan Sumur Bor Rp 40 M di Dinas ESDM NTT Belum FHO

Avatar photo
Kepala Dinas (Kadis) Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jusuf Adoe //Foto: delegasi.com(ISTIMEWA)

 

KUPANG, DELEGASI.COM – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi NTT menemukan adanya proyek PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) dan sumur bor di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTT senilai Rp 40.137.922.950 (Empat Puluh Milyar Seratus Tiga Puluh Tujuh Juta Sembilan Ratus Dua Puluh Dua Sembilan Ratus Lima Puluh Rupiah) belum di FHO (Finishing Hand Over/Serah Terima Kedua).

Akibatnya, proyek dari tahun 2017, 2018 hingga 2019 dengan total nilai lebih dari Rp 40 M tersebut belum dihibahkan ke masyarakat.

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan NTT atas Sistem Pengendalian Intern terhadap Laporan Keuangan Pemprov NTT Tahun Anggaran (TA) 2019, adanya persediaan aset senilai lebih dari Rp 40 M (berupa PLTS dan sumur bor, red) yang dikerjakan pada 3 tahun berturut-turut (2017-2019, red) yang hingga saat ini belum dihibahkan ke masyarakat.

Menurut BPK, persediaan tersebut merupakan belanja hibah barang yang akan diserahkan kepada masyarakat pada Tahun Anggaran (TA) 2017 senilai Rp 2.242.935.940-, TA 2018 32.276.585.410,- dan TA 2019 senilai 5.618.401.600. “Barang tersebut belum diserahterimakan oleh pihak Dinas ESDM kepada penerima,” tulis BPK.

BPK merincikan, pada TA 2017 senilai Rp 2.242.935.940 terdiri atas PLTS Tersebar Rp 1.193.205.705,- dan Sumur Bor Rp 1.049.730.235.

Pada TA 2018 senilai Rp 32.276.585.410, yakni terdiri atas 1) PLTS Tersebar Rp 2.784.146.645; 2) PLTS Terpusat Rp 18.022.400.000; 3) PLTS Tersebar Rp 953.769.000; 4)Sumur Bor Rp 2.037.039.765; dan 5) Sumur Bor Rp 8.479.230.000. Sedangkan pada tahun 2019 senilai Rp 5.618.401,600.

Dijelaskan, BPK melakukan pemeriksaan fisik terbatas terhadap keberadaan dan kondisi barang yang akan dihibahkan tersebut melalui perekaman video terhadap 4 paket proyek, yakni :
1) Paket Pembangunan PLTS Sehen yang berlokasi di Desa Tuamnanu, Kecamatan Fatuleu dan Desa Tuakau, Kecamatan Fatuleu Barat, Kabupaten Kupang sebanyak 50 unit;
2) Pembangunan PLTS Terpusat 25 KWP di Desa Ulung Baras, Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur sebanyak 122 KK;
3) Dua paket/unit pembangunan Biogas 6 m3; dan
4) Tiga paket/unit sumur bor.
Namun, papar BPK, Dinas ESDM tak mampu memberikan sekitar 175 bukti rekaman video (dari 175 jumlah unit barang yang dijadikan sampel tersebut di atas, red) untuk diperiksa BPK.

“Hingga akhir pemeriksaan, Dinas ESDM hanya dapat menyampaikan 4 (empat) rekaman video yang terdiri atas : 3 rekaman (3 unit PLTS) untuk paket yang berada di Kabupaten Kupang dan 1 rekaman atas hasil pekerjaan pembangunan PLTS Terpusat di Desa Ulung Baras, Kabupaten Manggarai Timur,” tulis BPK Perwakilan NTT.

Diuraikan, berdasarkan 4 hasil perekaman (yang dilakukan Dinas ESDM, red) tersebut, BPK menilai kondisi 4 barang hibah berupa PLTS Sehen dan terpusat tersebut dalam kondisi baik dan telah digunakan oleh masyarakat. Namun demikian, BPK belum dapat memastikan apakah barang tersebut telah dimanfaatkan seluruhnya oleh penerima karena minimnya data (hanya ada 4 bukti rekaman video dari 175 rekaman yang diminta/dijadikan sampel oleh BPK, red) yang diberikan oleh Dinas ESDM NTT.

Menurut BPK, kondisi tersebut tidak sesuai PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntasi Pemerintah dan Pergub NTT Nomor 58 Tahun 2018 tentang kebijakan Akuntansi Pemprov NTT. Kondisi tersebut disebabkan Kepala Dinas ESDM belum menyelesaikan proses hibah barang terkait. Atas permasalah tersebut, Pemprov NTT melalui Kepala Dinas ESDM menyatakan menerima dan bukti tindak lanjut akan disampaikan kepada BPK. BPK merekomendasikan kepada Gubernur NTT agar memerintahkan Kadis ESDM untuk menyelesaikan proses hibah barang terkait.

Kepala Dinas (Kadis) Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jusuf Adoe yang dikonfirmasi tim media ini Rabu (29/7/20) di ruang kerjanya, mengakui adanya temuan tersebut.

Menurutnya, barang-barang tersebut merupakan proyek dari TA 2017, 2018 dan 2019 yang belum sempat dihibahkan ke masyarakat.

“Nomenklatur di DPA itu memang harus dihibahkan ke masyarakat, tetapi saat itu karena kegiataan-kegiatan itu sampai akhir tahun anggaran sementara dalam proyek itu diharuskan ada masa pemeliharaan. Nah pemeliharaan itu melewati masa tahun anggaran. Seharusnya di tahun berikutnya dialokasikan anggaran untuk lakukan FHO (Finishing Hand Over),” jelasnya.

Dari hasil FHO itu, lanjut Adoe, akan diusulkan ke Gubernur untuk dihibahkan ke masyarakat. Tetapi menurutnya, dalam dua/tiga tahun terakhir tidak ada anggaran bagi pihaknya untuk melakukan FHO.

“Tetapi di tahun 2020 ini dengan adanya temuan BPK, kita sudah dipanggil dan bicarakan dalam rapat. Mudah-mudahan di minggu depan, kami sudah bisa turun ke lokasi untuk lakukan FHO. Dari FHO itu kita usulkan ke Gub, cq. Badan Aset Daerah untuk lakukan hibah ke masyarakat,” papar Adoe.
Ia berharap, dalam waktu 60 hari yang diberikan BPK untuk melaksanakan tindaklanjut temua itu, pihaknya dapat melaksanakan hibah.

“Tetapi kita belum bisa ikuti anjuran BPK karena situasi Corona kemarin. Tetapi upaya-upaya untuk selesaikan temuan itu tetap ada,” katanya.

Pihaknya, lanjut Adoe, telah dipanggil oleh asisten III bersama Kepala BKD, Kepala Badan Aset Daerah dan Inspektur Daerah dan kadis-kadis terkait.

“Kita diminta untuk segera selesaikan secara administrasi maupun secara perencanaan. Mudah-mudahan minggu depan kami sudah bisa siapkan proses untuk teman-teman turun lapangan dan lakukan FHO,” harapnya.

Adoe menjelaskan, proyek-proyek yang menjadi temuan BPK itu telah di PHO saat realisasi proyek mencapai 90 persen. “PHO sudah ada. Karena pekerjaan itu melewati tahun anggaran dan ada masa pemeliharaan sehingga belum di FHO. Kalau memang kegiatannya selesai lebih awal pada tahun anggaran yang sama, mungkin masih bisa ada kebijakan dari perjalanan dinas yang lain. Kita bisa alokasikan dana untuk turun (ke lokasi proyek, red) melakukan FHO,” katanya.

// delegasi (*/tim)

Komentar ANDA?