KUPANG, DELEGASI.COM – Menteri Pekerjaan Umum dan Dirjan Bina Marga diminta mencopot Kepala Balai (Kabalai) Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) X Kupang, Mochtar Napitupulu karena dinilai tidak mampu dan telah mengorbankan kepentingan masyarakat dengan membiarkan terbengkelainya jalan negara Trans Flores, ruas Ende-Detusoko sehingga menghalangi akses transportasi dan mobilitas warga 3 desa di Kecamatan Detusoko dan pengguna jalan pada umumnya.
Permintaan pencopotan Napitupulu itu dikatakan Anggota DPRD Kabupaten Ende yang juga Sekretaris Komisi II (yang membidangi Pembangunan, red), Yani Kota menanggapi pengaduan dan protes 3 orang Kepala Desa (Kades) di Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende terkait dibongkarnya jalan masuk ke fasiltas umum seperti gereja, kantor desa desa, sekolah, pasar desa dan permukiman warga namun (saat pelebaran jalan, red) serta jaringan irigasi setempat, namun belum diperbaiki hingga saat ini.
“Jalan Ende-Detusoko ini jalan Negara yang menghubungkan kabupaten-kabupaten di daratan Flores. Jadi harus diperhatikan oleh Kepala Balai. Ketika Kabalai PJN X Kupang membiarkan jalan ini dengan material yang berhamburan di badan jalan dan lubang-lubang disepanjang jalan yang menganga lebar, itu menunjukan ketidakmampuan Kabalai untuk mengurus jalan Trans Flores. Maka Beliau tidak layak menjadi kepala balai. Jadi saya minta Menteri PU dan Dirjen Bina Marga copot saja dia,” tandas Yani.
Yani menilai, Kabalai PJN X Kupang, Mochtar Napitupulu dinilai tidak mampu menyelesaikan masalah dan mengorbankan kepentingan masyarakat karena hingga saat ini belum merespon protes para kepala desa dan belum memperbaiki fasilitas umum yang dibongkar.
“Padahal telah ada surat protes dari kepala desa setempat pada awal Bulan Mei 2020,” ujarnya.
Bahkan, lanjutnya, Jalan Nasional dibiarkan dengan kondisi yang memprihatinkan dan membahayakan masyarakat pengguna jalan.
“Jalan Trans Flores, ruas Ende-Detusoko dibiarkan begitu saja (setelah PT. Agogo Golden Group di PHK, red) dengan material yang bertebaran di badan jalan dan lubang pelebaran yang menganga lebar sehingga membahayakan pengguna jalan. Apakah mereka ingin mengubur masyarakat di lubang-lubang itu?” kritik Yani.
Menurut Yani, terbengkelainya pekerjaan Jalan Nasional Trans Flores, ruas Ende-Detusoko menunjukan ketidakberhasilan Napitupul dalam perencanaan dan pengawasan pekerjaan.
“Menurut saya, beliau itu tidak berhasil karena sistem perencanaan yang tidak efektif dan fungsi pengawas yang tidak melekat. Kepala Balai juga tidak melihat resiko-resikonya. Beliau tidak bijak dalam mengelola infranstruktur jalan sehingga perlu dievaluasi atau diganti,” tegas.
Seharusnya, kata Yani, dilakukan pengawasan melekat karena jangka waktu proyek hanya 30 hari kalender.
“Sehingga dengan progres yang minim, langsung diberikan teguran-teguran sejak awal, sehingga progres fisik pekerjaan bisa meningkat. Jangan hanya diberi perpanjangan waktu tanpa memperhitungkan progres fisik. Harusnya, kontraktor sudah mesti di PHK sejak awal Januari 2020 karena progres fisik saat itu hanya sekitar 3 persen,” ungkapnya.
Pemberian perpanjangan waktu 90 hari, jelas Yani, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 243 tahun 2015 seharusnya memperhitungkan progres fisik pekerjaan.
“Kalau diakhir masa kontrak progres fisiknya hanya 3 persen sedangkan uang mukanya sekitar 20 persen, kenapa diberi perpanjangan waktu 90 hari lagi? Harusnya kan di PHK, saat itu. Kecuali progres fisiknya sudah sekitar 80 persen maka dapat diberi perpanjangan waktu,” bebernya.
Yani meminta kepada Menteri PU untuk memprioritaskan penyelesaian pekerjaan ruas jalan Ende-Detusoko.
“Ini harus jadi prioritas karena sangat menganggu aktivitas dan mobilitas masyarakat di Detusoko dan pengguna jalan pada umumnya. Karena itu, saya minta Menteri PU untuk memprioritaskan penyelesaian pekerjaan jalan itu,” tegasnya.
Ia berharap, ada pembangunan jalan yang berlanjutan di Jalan Trans Flores.
“Jangan hanya memuusatkan pembangunan jalan di Manggarai Barat saja. Seolah-olah Kabuapten Ende ini menjadi anak tiri BPJN X Kupang,” kritik Yani.
Seperti diberitakan sebelumnya, 3 Kepala Desa (Kades) di Kecamatan Detusoko memprotes PT. Agogo Golden Group dan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) X Kupang, khususnya Satuan Kerja (Satker) IV PJN NTT terkait terbengkelainya pekerjaan Jalan Nasional Trans Flores, ruas Ende-Detusoko yang sangat merugikan masyarakat setempat karena pembongkaran akses jalan masuk ke gereja, sekolah, jalan usaha tani, saluran irigasi, jalan desa, pasar desa, dan TPT Jalan/Rumah tidak diperbaiki hingga saat ini.
Bahkan lubang pelebaran jalan dan material yang berserakat di badan jalan tersebut juga menyebabkan terjadinya kecelakaan.
Protes itu disampaikan 3 orang Kades di Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, yakni Kades Wolofeo, Philipus Loba; Kades Sepijena, Minggus Dasi; dan Kades Detusoko Barat, Nando Watu.
Kepala Desa Wolofeo, Philipus Loba yang ditemui Tim Media ini Selasa (21/7/20) di Wolofeo membenarkan adanya surat protes/pengaduan yang dilayang pihaknya kepada Kepala Satuan Kerja (Satker) Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) IV NTT.
“Masyarakat sangat dirugikan karena pekerjaan jalan Aedala-Detusoko yang dibiarkan terbengkelai mengakibatkan masyarakat akses masuk-keluar warga terhambat karena jalan masuk desa, gereja, sekolah, permukiman dan lahan pertanian (jalan usaha tani, red) telah dibongkar tapi dibiarkan begitu saja,” protesnya.
Aset desa, lanjutnya, juga telah dibongkar seperti saluran irigasi dan pasar desa. “Ini sangat merugikan masyarakat karena setelah dibongkar pada awal tahun hingga saat ini dibiarkan begitu saja hingga saat ini,” protesnya.
Berdasarkan Surat Kepala Desa Wolofeo Nomor : PEM.145/45/2010/V/2020, tertanggal 8 Mei 2020, perihal Pengaduan Keberatan Pekerjaan, jalan Negara Aedala-Detusoko kepada Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah IV Provinsi NTT yang diperoleh media ini, Kades Philipus Loba memprotes pembongkaran jalan akses masuk ke fasilitas umum (gereja, sekolah, kantor desa) dan aset desa seperti irigasi, jalan usaha tani dan pasar desa, serta jalan masuk ke rumah-rumah warga.
“Maka sebagai pihak korban kami merasa dirugikan karena sepanjang belum diperbaiki atau dikerjakan, aktifitas petani dan masyarakat terhambat. Kiranya dalam waktu dekat untuk bisa dikerjakan kembali,” tulis Kades Philipus Loba dalam surat yang ditembuskan Bupati Ende, Ketua DPRD Ende, dan Camat Detusoko.
Protes senada juga disampaikan Kepala Desa Sepijena, Minggus Dasi. Menurutnya, masalah terbengkelainya pekerjaan di ruas Jalan Ende-Detusoko sehingga menyebabkan terhambatnya akses masuk keluar masyarakat tersebut telah disampaikan kepada Bupati Ende dan Ketua DPRD Ende.
Dasi mengatakan, pihaknya telah meminta Ketua DPRD Ende untuk mengkonfirmasi dengan BPJN X Kupang melalui dinas terkait.
Ia memaparkan, aktifitas masyarakat setempat terhambat sebab mobilitas (akses masuk-keluar desa, fasilitas umum dan rumah warga, red) terganggu karena pekerjaan jalan yang dibiarkan begitu saja. Karena itu Dasi, mestinya BPJN X Kupang dan Satker IV NTT harus melakukan penanganan dararurat terkait material yang bertumpukan dan jalan yang berlubang wilayah tersebut.
Sementara itu, Kades Detusoko Barat, Nando selama ini ada beberapa pengguna jalan yang mengalalami kecelakaan. Ia sempat bertemu Kasatker IV PJN NTT untuk membicarakan tentang kondisi jalan.
“Dan sempat ada kegiatan pengukuran sampai titik-titik jalur masuk rumah. Tapi sampai saat ini belum dikerjakan. Tebing yang belum dibangun dinding penahan jalan itu sangat rawan dengan longsor,” ujarnya.
Ia meminta BPJN X Kupang dan Satker PJN IV NTT untuk memberikan perhatian serius terhadap jalan tersebut. “Pemerintah desa meminta agar saluran irigasi yang digali dan tertutup itu diperbaiki sehingga masyarakat dapat mengakses saluran irigasi demi kelancaran pengolahan lahan bagi masyakat. Jalur irigasi sempat ada pipa yang patah dan kami minta PT. Agogo (PT. Agogo Golden Group, red) untuk memperbaikinya tapi sampai saat ini belum dikerjakan,” keluhnya.
//delegasi (*/tim)