Borong, Delegasi.com – Tarsisius Antonius Amat, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kampung Mbapo, Desa Lembur, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT sudah 12 tahun dipasung dalam gubuk berdinding dan beralas pelepah bambu yang nyaris roboh di belakang rumah keluarga.
Kondisinya sangat memprihatinkan.
Gubuk yang dibuat keluarganya sudah sangat tua dan dinding dan alasan gubuknya itu yang terbuat dari pelupuh bambu sudah rusak. Gubuknya berpanggung.
Jeritannya itu disampaikan kepada orang yang berkunjung, Demikian deskripsi yang dirilis kompas.com, Jumat (9/11/2018).
Ia bertanya, “Bisa buka dua balok di kaki saya hari ini?”.
Selain itu, di sekitar gubuknya itu ada keluarganya yang memelihara babi. Bau kotoran babi bersama dengan tinjanya yang dibuang di lubang gubuk itu menimbulkan bau busuk yang menyengat dan kondisi sangat tidak sehat.
Di sekitar gubuk itu banyak pohon kakao milik keluarganya. Kondisinya benar-benar menyayat hati. Keadaan ini sudah berlangsung lama dialami Tarsa.
Orang tuanya biasa menyapanya dengan sebut sapaan Tarsa. Ayahnya sudah meninggal dunia. Sementara ibunya sudah berusia lanjut. Selama Tarsa dipasung di gubuk itu, mamanya, Sebina Noni (70) selalu setia mengantarkan makanan pagi, siang dan malam.
Kadang-kadang, Tarsa memanggil sang ibu saat perutnya lapar. Selain itu, Tarsa suka sekali makan biskuit, namun, Sebina Noni tak bisa memenuhi permintaan sang anak karena tak punya uang untuk membelinya.
“Saya sudah tua Pak. Saya tak sanggup lagi. Anak saya Tarsa sudah menderita sangat lama. Tarsa sudah dipasung selama 12 tahun hingga saat ini. Saya berdoa dan berharap agar Tarsa bisa bebas dari pasungnya. Barangkali Pak bisa menyuarakan kepada berbagai pihak untuk membebaskan Tarsa dari pasungnya,” harapnya.
Sebina Noni mengisahkan, mulanya Tarsa mengalami gangguan jiwa, diantaranya mengamuk di rumah dan tetangga di kampung itu. Lalu, Tarsa bicara sendiri. Bahkan, Tarsa memukul ibunya sendiri.
Melihat gejala-gejala seperti itu maka keluarga bersama warga tetangga di Kampung Mbapo memutuskan memasungnya di belakang rumah.
Sejak pertama kali dipasung pada 12 tahun lalu hingga kini, Tarsa hidup dan tinggal di gubuk reyot dengan dua kaki dipasung dengan balok berukuran besar.
“Saya sebagai mamanya ikut menderita berat dengan kondisi Tarsa yang belum kunjung sembuh dan masih dipasung di gubuk reyot. Saya tidak tahu bagaimana solusi untuk membebaskan dan meringankan penderitaannya. Saya sangat berharap ada pihak yang bisa membebaskan dan membongkar pasungnya sesuai dengan jeritannya setiap kali saya menghantar makanan dan minuman,” harap sang ibu.
Diberi obat khusus bagi ODGJ
Sebina menjelaskan, Tarsa pertama kali dikunjungi oleh wartawan KOMPAS.com dan sejumlah pemuda di Kampung Mbapo.
Awalnya, sejumlah pemuda di Kampung Mbapo membaca berita tentang ODGJ yang sembuh sesudah dirawat di tempat rehabilitasi Renceng Moses Ruteng.
Setelah berkunjung, mereka lalu membagikan kisah Tarsa kepada Pastor Avent Saur SVD, imam dari Kota Ende sekaligus Ketua Kelompok Kasih Insanis (KKI) Peduli Orang Dengan Gangguan Jiwa Flores. Pastor Avent berkunjung ke kediaman Tarsa.
“Saat itu Pastor Avent membawa obat yang sudah diresepkan oleh dokter di tempat tugasnya di Kota Ende. Obat itu diberikan kepada keluarga untuk diterapi kepada Tarsa. Hasilnya setelah minum obat rutin secara tiga bulan, Tarsa memiliki banyak perubahan, tidak lagi menyanyi sendiri, tidak lagi bicara sendiri di gubuknya serta tidak lagi berteriak-teriak.
Keadaannya sedikit membaik setelah minum obat rutin. Namun, kini obatnya sudah habis sehingga Tarsa tidak minum obat lagi, tetapi kondisinya sedikit membaik walaupun masih di pasung,” jelas Sebina.
//delegasi(kompas/markus makur/hermen)