KUPANG, DELEGASI.COM – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Timur (NTT) meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT untuk menyelesaikan masalah kasus sengketa tanah lokasi pembangunan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Kelurahan Manulai II, Kecamatan Alak Kota Kupang melalui pendekatan Win Win Solution (WWS), alias pendekatan yang menguntungkan kedua belah pihak (baik Keluarga Limau maupun Pemprov NTT, red).
Demikian tanggapan Wakil Ketua DPRD NTT, Ince Sayuna terkait sengketa tanah RSUP Manulai II saat diwawancari tim media ini seusai Rapat Paripurna Pendapat Akhir Fraksi DPR NTT, pada Senin (28/06/2021) lalu.
“Masyarakat yang hari ini berkonflik dengan pemerintah perlu diadvokasi, bahwa pembangunan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) ini juga demi masyarakat NTT. Bagaimana mereka bisa mencari win win solusi untuk sebuah karya besar bagi NTT, maka segera didiskusikan secara terbuka antara masyarakat dan pemerintah,” ungkapnya.
Menurut Ince Sayuna, masyarakat perlu diberi advokasi, terlepas dari legitimasi hak kepemilikan lahan, bahwa tujuan pembangunan Rumah Sakit Umum Pusat itu demi kepentingan publik (masyarakat, red) NTT.
“Pemerintah dan masyarakat (keluarga Limau, red) bisa duduk satu meja diskusi baik-baik. Saling membangun komunikasi.
Dan juga masyarakat (keluarga Limau, red) yang menang di pengadilan supaya bisa melihat kepentingan yang lebih besar. Karena NTT membutuhkan rumah sakit yang begitu besar.
Sekarang sudah disetujui dan tinggal menunggu waktu untuk realisasi. Jadi tolong lebih berbesar hati untuk mencari jalan keluar terbaik untuk realisasi kepentingan yang lebih besar,” pintahnya.
Persoalan tersebut, kata Ince Sayuna, harus segera diselesaikan supaya tidak berdampak buruk pada rencana pembangunan RSUP Manulai II.
“Itu merupakan bangunan raksasa yang dipercayakan pemerintah pusat ke daerah. Oleh karena itu, jangan sampai tersandung masalah kecil yang sebenarnya dapat diatasi oleh pemerintah,” imbuhnya.
Ince Sayuna berpendapat, bahwa lahan pembangunan RSUP Manulai II memiliki sejumlah masalah yang tumpang tindih (masalah di atas masalah, red).
Pemprov NTT perlu menyikapi kasus tersebut agar Pemerintah Pusat tidak menarik kembali rencana anggaran sebesar Rp 350 Milyar untuk pembangunan Rumah Sakit Umum tersebut.
“Solusi yang paling tepat bagi pemerintah dan masyarakat, ya menyelesaikan masalah ini di luar pengadilan,” tandas Ince Sayuna.
Seperti diberitakan sebelumnya (29/06/2021), Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang yang menyidangkan perkara gugatan Yohanes Limau (penggugat) terhadap Pemerintah RI/Menteri Dalam Negeri/Badan Pertanahan Nasional NTT/Badan Pertanahan Kota Kupang (para tergugat), dalam salah satu amar putusannya menghukum dan memerintahkan para tergugat (Pemprov NTT cs, red) dan pihak lain yang mendapatkan hak atas objek sengketa (lahan RSUP Manulai II, red) untuk segera meninggalkan lokasi tersebut dan bila perlu dengan upaya paksa menggunakan bantuan aparat keamanan.
“Menghukum dan Memerintahkan para tergugat dan pihak lain yang mendapatkan hak atas obyek sengketa dari pada para tergugat untuk segera meninggalkan lokasi tersebut, dan menyerahkan objek sengketa tersebut kepada penggugat sebagai ahli waris yang sah, dan berhak secara hukum atas objek sengketa tersebut dan bila perlu dengan cara upaya paksa dengan bantuan aparat keamanan,” ujar Anggota Majelis Hakim yang membacakan Putusan tersebut.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang selanjutnya menghukum para tergugat (Pemprov NTT cs, red) untuk secara tanggung renteng membayar segala biaya yang timbul dan yang dikeluarkan terkait gugatan perkara tersebut sejumlah Rp.2.385.000 (Dua Juta Tiga Ratus Delapan Puluh Lima Ribu Rupiah).
Majelis Hakim PN Kupang juga menyatakan pernyataan pelepasan hak, no.02/HPL/4/1983, tertanggal 10 Januari 1983 dari Thomas Limau kepada pemerintah republik Indonesia Cq, Mendagri,Cq Gubernur, Kepala Daerah Provinsi NTT sebagai tergugat 1 batal demi hukum.
Majelis hakim juga menyatakan hukum bahwa perbuatan para tergugat Cq, Pemerintah Republik Indonesia/Mentri Dalam Negri/Pemerintah Provinsi NTT sebagai tergugat 1 dan Badan Pertahanan Provinsi NTT/Badan Pertanahan Kota Kupang sebagai para tergugat yang telah menerbitkan Sertifikat Hak Pakai, No.07 tahun 2016 tertanggal 5 Desember 2016 adalah perbuatan melawan hukum,
Majelis Hakim juga menyatakan hukum bahwa sertifikat No.07 tahun 2016 yang dalam penguasaan tergugat 1 (Pemprov NTT, red) tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sehingga harus dihapus dari daftar aset daerah Pemerintah Provinsi NTT
//delegasi (*/tim)
Bayangkan rumah yang bukan sekadar tempat tinggal, tetapi sebuah karya seni fungsional. Rumah minimalis modern,…
Bayangkan rumah mungil yang nyaman, di mana setiap sudutnya dirancang dengan cermat untuk memaksimalkan ruang…
Bayangkan sebuah rumah, bersih, lapang, dan menenangkan. Bukan sekadar tren, desain minimalis didasarkan pada prinsip-prinsip…
Bayangkan rumah yang bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga perwujudan harmoni antara manusia dan alam.…
Bayangkan sebuah hunian yang memadukan kesederhanaan minimalis dengan aura industri yang kokoh. Rumah minimalis dengan…
Rumah, tempat bernaung dan beristirahat, tak hanya sekadar bangunan. Ia adalah refleksi diri, sebuah ekosistem…