“Merekam berbagai perjalanan iman menggereja selama 500 tahun dan 70 tahun dalam sebuah buku kecil ini, tentu bukanlah takaran yang tepat. Perjalanan itu terlampau panjang. Pengalaman iman begitu melimpah. Kisah kebersamaan sejak masa-masa awal hingga kini sudah sangat banyak. Buku ini tidak cukup. Kertas-kertas putih buku ini tak sanggup menampung semua memori dan pengalaman itu”
Oleh Fary Francis (Ketua Umum Panitia Pelaksana HUT GMIT ke 70 dan 500 Tahun Reformasi)
Inilah tema besar perayaan 500 tahun Gereja Reformasi dan 70 tahun GMIT. Suatu tema yang melintasi zaman pun peradaban, dan akan tetap aktual untuk masa depan hidup menggereja.
Ada berbagai kegiatan yang dilakukan GMIT untuk memaknai dua momen penting ini. Salah satunya dengan menulis buku 70 Tahun: GMIT Berhikmat & Berbagi.
Merekam berbagai perjalanan iman menggereja selama 500 tahun dan 70 tahun dalam sebuah buku kecil ini, tentu bukanlah takaran yang tepat. Perjalanan itu terlampau panjang.
Pengalaman iman begitu melimpah. Kisah kebersamaan sejak masa-masa awal hingga kini sudah sangat banyak. Buku ini tidak cukup. Kertas-kertas putih buku ini tak sanggup menampung semua memori dan pengalaman itu.
Lalu, mengapa mesti menulis buku ini? Scripta manent verba volent. Inilah menurut kami jawaban yang tepat.
Tulisan itu tetap, kata-kata bisa terbang. Tradisi lisan itu baik pada zamannya. Namun, ia sulit melintasi zaman karena keterbatasan memori dan daya cerebral manusia.
Maka beralihlah zaman pada tradisi tulisan, sebagaimana yang kita hidupi kini dan di sini (hic et nunc).
Di sisi lain, menghadirkan buku ini untuk mengenang dua momen penting dalam sejarah gereja reformasi dan GMIT tidak lain untuk menegaskan preposisi ini, scribamus ergo sum! Kami menulis maka kami ada.
GMIT menulis maka GMIT ada. Itulah mengapa, buku ini digarap oleh begitu banyak tokoh dari masa-masa pengabdian yang berbeda, dengan bidang ilmu yang berbeda, dalam ruang pelayanan yang berlainan, untuk menceritakan kepada dunia, mewartakan kepada seluruh jemaat bahwa GMIT dalam waktu 70 tahun adalah GMIT yang terlibat, GMIT yang peduli, GMIT yang tidak antikritik, GMIT yang terbuka, GMIT yang perlu dikoreksi.
Jejak-jejaknya itulah yang dikisahkan dalam buku ini. Tidak sempurna memang, namun setiap jejak itu tentu ada maknanya. Lantas, apa pentingnya menuliskan GMIT 70 tahun dalam kaitannya dengan 500 tahun gereja reformasi?
GMIT 70 tahun adalah GMIT yang berangkat dari masa lalu ke masa kini untuk bergerak ke masa depan. Masa kini dan masa depan GMIT adalah persekutuan jemaat, kaum beriman kristiani yang reformis, selalu berubah.
Gereja yang berubah dan senantiasa memperbaharui diri itu adalah gereja yang berubah dengan tetap mengakar pada lokalitas. Suatu persekutuan jemaat yang bergerak dalam pemikiran global dan universal namun tetap bertindak lokal (think globaly, act localy).
GMIT adalah gereja yang mengakar pada lokalitas namun menghasilkan buah-buah bercitarasa global. Puluhan tulisan dalam buku ini menegaskan lokalitas itu. Para penulis berusaha menuliskan hal-hal yang mereka alami, yang mereka rasakan, dalam keseharian mereka sebagai warga GMIT, pemimpin jemaat dengan bidang tugas masing-masing. Hal-hal ini ditulis bukan sekadar untuk membangkitkan kenangan pada masa lalu, tetapi untuk melahirkan pembelajaran pada masa kini dan masa depan.
GMIT masa lalu itu belum selesai dan tidak akan selesai. Ia terus ditarik ke masa kini melalui tulisan-tulisan ini. Buku ini semacam epistemologi ingatan. Hal-hal baik dan buruk di masa lalu tidak harus dikubur. Ingatan tentang itu dibangkitkan untuk dijadikan pembelajaran melalui aksi-aksi reformanda kini dan hari-hari ke depan.
* * *
Denken ist danken. Berpikir adalah bersyukur. Tulisan-tulisan dalam buku ini adalah buah pikir para penulis sebagai ungkapan syukur atas anugerah 70 tahun GMIT. Karena itu, alunan nada syukur dipanjatkan kepada Tuhan yang Mahakuasa atas segala berkat-Nya bagi perjalanan GMIT selama 70 tahun, khususnya untuk kesempatan bagi para hambanya menuliskan berbagai kisah iman dan pengalaman pelayanan dalam buku ini.
Terima kasih juga kepada Majelis Sinode Harian GMIT yang sangat mendukung penulisan buku ini melalui Seksi Penulisan dan Peluncuran Buku 70 Tahun GMIT dan 500 Tahun Gereja Reformasi. Usaha penulisan buku ini dapat berjalan baik karena dukungan 38 orang penulis:
Pdt. Dr. Mery L.Y. Kolimon, Pdt. Dr. Anderas A. Yewangoe, Pdt. Dra. Lintje H. Pellu, M.Si, Ph.D, Pdt. Prof. John A. Titaley, Th.D, Dr. Albinus L. Netti, Pdt. Emr. Dr. Thobias A. Messakh, Pdt. Emr. Dekker J. Mauboi, M.Th Pdt. Martha Mangi Ully – Riwu Bara, SmTh, Pdt. Emr. Semuel V. Nitti, M.Th, Pdt. Emr. Yan F. Nayoan, S.Th, Pdt. Drs. Mesach D. Beeh, M.Si, Pdt. Agustina Oematan – Litelnoni, S.Th, Pdt. Josimon A.S. Boeky, M.Th, Drs. Yulius Riwu Kaho, Pdt. Elisa Maplani, S.Th, M.Si, Pnt. Welem Nunuhitu, Frankie B. Salean, SE, MT, Prof. Ir. Fred L. Benu, M.Si, Ph.D, Ir. Ansgerius Takalapeta, Ir. Zet M. Malelak, M.Si, Ir. Esthon L. Foenay, M.Si, Drs. Ibarahim A. Medah,, Dr. David B.W. Pandie, MS, Dr. Immanuel E. Blegur, M.Si, Pnt. Ir. Fary J. Francis, MMA, Pnt. Yorhan Yohanis Nome, SH., M.Hum, Pdt. Henderikus Nayuf, M.Th, Winston N. Rondo, S.Pt, Ir. Roddialek Pollo, MS, Gadrida Rosdiana Djukana, SH, MH, Yuliana S. Ndolu, Pdt. Prof. John Haba, MS, Ph.D, Pdt. Prof. Dr. Samuel Benyamin Hakh, Pdt. Dr. Junus E.E. Inabuy, STM, Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, Dr. Mesakh A.P. Dethan, Pdt. Dr. Besly J.T. Messakh, Pdt. Yuda D. Hawu Haba, M.Th, Pdt. Dr. John Campbell-Nelson.
Tanpa dukungan berbagai pihak, proses penulisan buku ini tentu menemui banyak kendala. Untuk itu, panitia perayaan 500 Tahun Gereja Reformasi dan 70 Tahun GMIT mengucapkan terima kasih kepada Majelis Sinode Harian GMIT dan Wali Kota Kupang yang berkenan memberikan Kata Sambutan tertulis pada buku ini.
Kami juga berterima kasih kepada Majelis Jemaat Syalom Airnona dan seluruh anggota Panitia yang terus mendorong usaha penulisan buku ini. Secara khusus, kami berterima kasih kepada Seksi Penulisan dan Peluncuran Buku 70 Tahun GMIT dan 500 Tahun Gereja Reformasi: Pdt. Yuda D. Hawu Haba, M.Th, Pdt. Dr. F.D. Wellem, Pdt. Marthina J. Hawu-Muni, S.Th, Pdt. Dessiana Rondo-Effendy, M.Th, Pdt. Ahmad Purwanto, S.Th, Pdt. Inggerid L. Kakiay–Thein, S.Si, Pdt. Deazsy A. Lioe-Tatengkeng, MA, Gadrida Rosdiana Djukana, SH, MH, Pnt. Paulus E. Bolla, S.Th, Pnt. Oce Hawu, Zarniel Woleka.
Terima kasih juga kepada berbagai pihak yang dengan caranya sendiri berkontribusi bagi terbitnya buku ini. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan, kerelaan serta keterbukaan pihak-pihak ini, mustahil usaha penulisan ini dapat terwujud.
Tak ada gading yang tak retak. Setiap tulisan dalam buku ini tidak lahir dari kesempurnaan. Tulisan-tulisan ini justru hadir dalam wajah-wajah yang retak, tapak-tapak yang pecah.
Tidak sempurna. Selalu ada ruang untuk kritik, koreksi, saran-saran konstruktif demi semakin memperkaya khazanah buku ini baik dari sisi substansi maupun dari aspek kekayaan iman. Ketika tulisan-tulisan ini hadir dalam buku ini, maka ketidaksempuranaan itu adalah persembahan dari para abdi Tuhan untuk semakin menambah besar kemuliaan Tuhan (ad maiorem Dei gloriam). (*)
Myanmar, negara yang kaya akan budaya dan sejarah, juga menawarkan keindahan alam yang luar biasa,…
Laos, negara yang terkenal dengan kekayaan alam dan keindahan alamnya, memiliki banyak tempat wisata yang…
Afrika Selatan selalu menjadi destinasi yang memikat hati para wisatawan dengan kekayaan alam dan budaya…
Afrika Selatan terkenal dengan keindahan alamnya yang memukau dan sejarah budaya yang kaya, salah satu…
Pretoria, ibu kota administratif Afrika Selatan, adalah sebuah kota yang kaya akan sejarah, budaya, dan…
Afrika Selatan dikenal dengan keindahan alamnya yang menakjubkan, mulai dari pantai yang indah hingga pegunungan…