DELEGASI.COM, JAKARTA — Marianus Wilhelmus Lawe Wahang, penikmat bola dan salah seorang tokoh muda asal Lembata yang sedang bekerja di Arab Saudi membagikan seratus dos air mineral aqua secara gratis.
Selama turnamen berlangsung, ia hanya menyaksikan langsung melalui siaran livestreaming di YouTube dari Lembata.
Air mineral tersebut akan dibagikan kepada para penonton saat berlangsung pertandingan final Liga 3 El Tari Memorial Cup (ETMC) XXXI 2022 antara Persebata Lembata versus Perse Ende di Gelanggang Olahraga (GOR) 99 Lewoleba, kota Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, Kamis, (29/9).
“Para penonton yang menyaksikan langsung pertandingan final Persebata Lembata melawan Perse Ende bisa memperoleh aqua gratis di pintu masuk GOR 99.
Ada sekitar sepuluh teman yang akan siaga di pintu masuk GOR 99. Saya sadar para penonton adalah pemain ke-13 yang sangat menentukan kemeriahan jalannya pertandingan,” kata Lawe, sapaan akrab Wilhelmus Lawe Wahang melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (28/9) malam.
Menurut tokoh muda kelahiran Lamawolo, Ile Ape, Lembata, ini pembagian aqua gratis itu muncul selain bentuk kecintaan kepada para penonton dan penggila bola, hal tersebut juga sempat terpikirkan mengingat Lembata memiliki cuaca sangat panas. Air mineral kemasan tersebut menjadi pelepas dahaga penonton selama berlangsung turnamen.
“Saat berada di atas perairan Arab Saudi menunaikan tugas sebagai kepala kamar mesin, chief engineer, saya sempat terpikir untuk membeli satu atau dua dos aqua sekadar membantu para penonton agar mereka tetap semangat menyemarakkan El Tari Memorial Cup, turnamen paling bergengsi di NTT. Saya tahu, cuaca Lewoleba sangat panas,” ujar Lawe, lulusan SMP Santo Pius X Lewoleba, Lembata.
Menurut Lawe, mantan penjual kalender rohani di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara dan penjual asong di Pasar Tanah Abang Jakarta Barat selama menempuh pendidikan baik di Balai Jakarta, niatnya membagikan aqua secara gratis juga bentuk kecintaan kepada penonton yang dipandang sebagai pemain ke-13 selama turnamen.
“Para penonton ini tentu bukan saja datang dari kampung-kampung di pedalaman Lembata. Mereka juga sesama saudara dari kabupaten-kabupaten lain, terutama di wilayah Flores daratan, Flores Timur hingga. Bahkan saya dengar banyak saudara-saudari dari Pulau Timor, Sabu Raijua, Rote Ndao, dan Sumba,” kata Lawe, tokoh muda kelahiran Lamawolo, Ile Ape, Lembata, 10 Juli 1980
Suami Margaretha AP Gromang dan ayah Grace William Ina Nuka Wahang ini mengaku, setelah mengontak Kelompok Pemuda Pencinta Lembata yang dipimpin Heri Tanatawa Purab, Gafur Sarabiti, dan Coki Askara Ratulela, gayung pun bersambut. Tiga sahabatnya ini langsung mengiyakan untuk merapat ke GOR 99 Lewoleba saat belangsung laga final, Kamis (29/9).
“Saya minta agar seratus dos aqua itu dibawa dengan Kuda Laut Lembata atau Sea Horse mengantar dan membagikan aqua kepada penonton. Saya pesan aga sebelum bagi, mereka meminta ijin kepada panitia agar pembagian berjalan lancar. Kita harus menjadi tuan rumah yang baik untuk memulai menjaga kenyamanan selama pertandingan final berlangsung,” katanya.
Anak kampung
Lawe lahir di kampung Lamawolo, 10 Juli 1980. Kedua orangtuanya, Yohanes Barang Waruwahang dan Martha Kenuka Brewumaking, adalah keluarga sederhana. Profesinya petani. Iklim Ile Ape dengan curah hujan tak menentu membuat sebagian wilayah di lereng gunung itu kerap mengalami kekeringan panjang.
Menurut Lawe, kala itu air bersih sangat sulit diperoleh. Banyak tanaman petani menjadi kering. Makan pun ala kadarnya. Meski demikian, anak-anak seusianya kala itu berlomba-lomba melanjutkan pendidikan. Sang ibu selalu mendorongnya agar tetap sekolah agar kelak hidup bisa berubah ke arah lebih baik lagi.
Usai sekolah, ia dan adik-adiknya rajin membantu orangtua di kebun atau mengambil air dari sumur untuk menyiram tanaman.
Kadang ia dan teman-temannya menuju laut sekadar mandi atau memancing ikan tak jauh dari kampungnya. Panorama alam pantai dan mengasyikkan karena berhadapan lansung dengan Nuhanera, teluk yang menyuguhkan pemandangan indah terutama saat senja menjelang.
Nuhanera menjadi salah satu destinasi wisata laut yang selalu ramai dikunjungi wisatawan.
Saat masih SD pernah ada kapal kecil yang disewa wisatawan dari Eropa singgah di kampungnya.
Sejak itu ia bermimpi suatu waktu bisa ikut berlayar mengelilingi dunia. Ia juga selalu berdoa agar kelak bisa mewujudkan cita-cita menjadi pelaut seperti para wisatawan asing yang dengan mudah bisa menyinggahi kampung halaman.
Dalam hati ia berpikir, kalau wisatawan bisa keliling dunia artinya mereka mesti sekolah bahkan kuliah. Dengan ilmu dan teknologi tentu siapapun bisa dimudahkan dalam banyak hal. Suatu waktu Lawe tiba di Tansmania, Australia.
Air matanya tiba-tiba jatuh karena ingat perjuangan orangtua di kampung saat menyekolahkannya.
Sejenak ia berdoa kemudian bersiap diri mengawal mesin kapal melewati perairan Tansmania ke Singapura lewat Bali.
Dalam hati ia merasa bersykur karena Tuhan mengabulkan doanya dan kedua orangtua sejak masih di kampung halaman.
“Saat di Abu Dhabi, saya tak henti-hentinya bersykur karena Tuhan sungguh Ajaib. Ia mengabulkan doa keluarga kami. Saatnya Pak Gubernur NTT Viktor Laiskodat membangun Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) di NTT agar makin banyak anak NTT menjadikan laut sebagai tempat ‘berkebun’, tak meluluh masuk dalam kantor-kantor pemerintah di NTT,” kata Lawe, Master Marine Engineer lulusan BP3IP Jakarta.
//delegasi(Ade)