KUPANG, DELEGASI.COM – Dinamika penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) harus disikapi dengan sikap objektif dan optimistik; bahwasannya, kendati ada banyak tantangan dan persoalan, tetapi selalu ada peluang untuk bergerak maju.
Kondisi kemiskinan NTT sekarang niscaya akan dapat diatasi melalui strategi yang tepat. Dibutuhkan keseriusan untuk mencari, menemukan dan merumuskan secara kompehensif.
Demikian benang merah diskusi Fraksi NasDem DPRD Provinsi NTT yang bertema “STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN NTT”. Diskusi ini bersifat publik dan diselenggarakan secara virtual, Sabtu(29/5/2022).
Ketua Fraksi NasDem DPRD NTT, Alexander Take Ofong dalam keterangan tertulis ke media. Diskusi tersebut akan dilaksanakan pada Sabtu, 29 Mei 2021 pukul 10.00 – 13.00 WITA, yang dimoderatori oleh Matheos Viktor Messakh dengan menghadirkan enam orang narasumber dari berbagai latar belakang, dari dalam negeri dan luar negeri.
Diskusi selama tiga jam itu dapat diikuti oleh masyarakat umum secara virtual melalui zoom meeting Meeting ID: 614 941 2777, Passcode: NasdemNTT.
Berikut narasumber dan topik bahasan yang akan disampaikan dalam diskusi, yaitu:
Kepala BPS NTT Darwis Sitorus, S.Si,M.Si. akan memaparkan Gambaran tentang Kondisi Kemiskinan di NTT serta variabel yang mempengaruhinya.
Kepala Bapelitbangda NTT Drs, Kosmas D. Lana, M.Si. akan memaparkan Strategi Penanggulangan Kemiskinan yang sudah, sedang, dan akan dilaksanakan Permerintah Provinsi NTT.
Dosen Universitas Kristen Artha Wacana, Kupang Dr. Frits Fanggidae, Dosen Universitas Nusa Cendana (Alumnus Australian National University), Umbu Reku Raya PhD, Prof., Dosen Australian National University Budi Resosudarmo, masing-masing akan memberikan catatatan kritis sekaligus masukan terkait strategi penanggulanganan kemiskinan dan penurunan angka kemiskinan dari pespektif ekonomi, sosial, budaya.
Sedangkan, Dr. Jonatan A. Lassa dari Charles Darwin University, Australia, akan memberikan catatan kritis dan masukan terkait strategi penanggulangan kemiskinan dari perspektif disaster governance / disaster risk reduction.
“Tujuan pembangunan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pemerintahan di setiap tingkatan di Negara ini adalah menyejahterakan kehidupan Rakyat. Pemerintah Provinsi NTT, melalui spirit dan visi ‘NTT Bangkit menuju Sejahtera’, juga bertekad membawa Rakyat NTT menuju kesejahteraan. Salah satu indikator umum kesejahteraan tampak melalui gambaran data angka kemiskinan. Karena itu, sejak awal, Pemerintah NTT di bawah kepemimpinan Viktor Bungtilu Laiskodat dan Josef Nae Soi sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NTT berkomitmen untuk menurunkan angka kemiskinan secara signifikan, yaitu ditargetkan mencapai 12 persen pada tahun 2023. Komitmen ini tergambar dalam RPJMD 2018-2023 Perubahan”, jelas Alex Ofong.
Menurut Ketua Fraksi NasDem DPRD NTT, ini, Provinsi NTT memang memiliki kekayaan potensi dan peluang untuk mewujudkan cita-cita menurunkan angka kemiskinan sebagaimana yang ditargetkan. Potensi sumber daya alam NTT sangat besar, yang berpeluang untuk dikembangkan melalui sektor perikanan-kelautan, pertanian-peternakan dan kehutanan, serta sektor sumber daya energi terbarukan, dan sektor pariwisata karena keindahan alamnya yang atraktif. NTT juga memiliki sumber daya sosial-budaya dan sejarah yang kaya melalui pewarisan adat istiadat, seni dan tari, termasuk tenun ikat yang merupakan manifestasi keaslian intelektualitas para leluhur.
“Nilai-nilai sosial kemanusiaan dan spiritual yang diwariskan pun memperkaya dan memperkuat sumber daya manusia NTT untuk bangkit, berkembang, maju dan sejahtera – kendati nilai-nilai itu saat ini mengalami erosi karena tergerus zaman. Lembaga-lembaga keuangan, termasuk koperasi, yang berkembang pesat di NTT mempermudah akses finansial bagi masyarakat NTT untuk berusaha sehingga tidak bergantung hanya pada sumber daya finansial Negara [APBN, APBD]. Satu hal yang masih perlu diperkuat adalah sumber daya infrastruktur”, tegas Alex Ofong.
Semua sumber daya NTT tersebut menurutnya, merupakan aset yang dipunyai NTT yang harus dikelola untuk kebangkitan dan kesejahteraan masyarakat NTT, termasuk salah satunya untuk menanggulangi kemiskinan. Pemerintah Provinsi NTT sudah dan sedang melakukan banyak hal dengan memanfaatkan aset yang kaya ini. Melalui desain pariwisata sebagai prime-mover, berbagai sektor dikembangkan. Sambil berjuang dan memastikan Labuan Bajo sebagai pariwisata super premium, destinasi-destinasi lain kabupaten/kota di NTT pun didorong untuk dikembangkan; selain tujuh destinasi yang sudah dikembangkan, destinasi-distinasi atraktif lain pun terus digiatkan.
“Pengembangan destinasi pariwisata ini bersinergi dengan pemastian aksesibilitas serta akomodasi dan amenitis, melalui pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, serta pengembangan pertanian, peternakan, perikanan, kelautan, dan seni budaya termasuk tenun ikat sebagai sektor penyangga utama. Kesadaran [awareness] masyarakat untuk menjaga kebersihan dan memanfaatkan peluang industri pariwisata skala rumah tangga pun terus dipacu. Semua upaya itu dilakukan dalam kordinasi dan kolaborasi sinergis dengan Pemerintah Pusat dan kabupaten/kota se-NTT,” imbuh Alex Ofong.
Persentase penduduk miskin NTT – sebagaimana dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) NTT – masih tampak fluktuatif. Pada September 2019 turun 0,70% menjadi 20,62 %, dari 21,35% pada September 2018. Namun, meningkat 0,31 % pada Maret 2020 menjadi 20,90 % dan 0,59 % pada September 2020 menjadi 21,21 %. Capaian ini pun berada di bawah capaian Nasional. Persentase penduduk miskin secara nasional, menurut BPS, pada September 2020 sebesar 10,19 %, meningkat 0,41 % dari Maret 2020 [9,78%] dan meningkat 0,97 % dari September 2019 [9,22%].
Gambaran di atas menunjukan bahwa apa yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi NTT, di bawah kepemimpinan Victory – Joss, sampai saat ini belum membawa hasil yang signifikan untuk menurunkan angka kemiskinan. NTT masih bertengger di urutan ketiga dari bawah setelah Papua dan Papua Barat. Dalam skala makro, beberapa indikator umum juga dapat dilihat sebagai pembanding. IPM NTT tidak jauh berubah, bahkan bergerak turun dari 65,23 [2019] ke 65,19 [2020].
Sementara, laju pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan drastis, dari 5,61 [2019] ke -2,27 [2020] dan semester pertama tahun 2021 ini bertumbuh secara positif menjadi 0,12. Gini Ratio dari 0,356 ke 0,355 pada 2019 dan 2020. Sedangkan inflasi NTT pun tidak stabil; pada 2020 kendati awalnya bergerak minus tapi ditutup pada 0,78 pada akhir tahun. Semester pertama 2021 ini sempat turun namun naik lagi menjadi 0,82 pada April. Sementara penanggulangan stunting NTT cukup berhasil kendati pun belum bisa menekan sempai ke titik nol.
Tentu ada banyak variabel yang mempengaruhi lambatnya penurunan angka kemiskinan NTT ini. Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, Indonesia, dan NTT sejak awal tahun 2020 merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh, termasuk pelbagai bencana yang terjadi di NTT baik secara slow on set maupun sudden on set – seperti badai Seroja barusan. NTT merupakan daerah yang rentan terhadap bencana, yang disebabkan oleh berbagai macam ancaman seperti banjir, longsor, kekeringan, gempa, erupsi gunung berapi, juga berbagai penyakit hama tanaman dan virus hewan. Dari perspektif disaster risk reduction, berbagai ancaman ini apabila tidak disadari dan direduksi secara sadar melalui pendekatan dan program yang tepat, maka akan berisiko menyebabkan bencana yang merusak prasyarat penghidupan masyarakat sehingga menimbulkan kerugian termasuk kerugian ekonomi.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari diskusi ini adalah sebagai berikut: pertama, mengelaborasi kondisi obyektif masalah kemiskinan di NTT dan langkah kerja starategis pemerintah provinsi NTT dalam menanggulangi kemiskinan di NTT. Dan, kedua memberikan catatan kristis dan masukan bagi Pemerintah Provinsi untuk melakukan terobosan guna menurunkan angka kemiskinan NTT.
“Untuk itu, kami mengharapkan keterlibatan dan partisipasi aktif masyarakat, aktivis, pengusaha dan politisi di NTT untuk turut memberikan pemikiran konstruktif bagi kemajuan Provinsi NTT di tengah berbagai ancaman krisis,” pungkas Alex Ofong.
//delegasi(*/tim)