HUT Otonomi Lembata, Luncurkan Buku “Membangun Tanpa Sekat”

Avatar photo

JAKARTA, DELEGASI. COM- Dalam rangka Lembata dan memeriahkan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-21 Otonomi Lembata yang jatuh pada tanggal 12 Oktober 2020. Sejumlah warga Lembata diaspora se-dunia, buku berjudul “Membangun Tanpa Sekat” hal ini sebagai wujud kecintaan bersama Pemerintah Kabupaten Lembata dan masyarakat di tanah kelahiran, lewotana, leu awuq.

Buku tersebut berisi koleksi 26 tulisan hasil refleksi kritis atas sejumlah isu dan aspek pembangunan di Lembata selama 20 tahun terakhir. Ada sejumlah tema dalam buku tersebut seperti sejarah, kepemimpinan, prasarana dan sarana, pendidikan, kesehatan, pariwisata, kebudayaan, spiritualitas, filsafat dan epistemologi lokal.

“Para penulis adalah putera-puteri Lembata, yang menyebar di seluruh wilayah NTT dan manca negara. Mereka berasal dari beragam latar belakang pendidikan, pengalaman, dan profesi. Misalnya anggota DPR ,wan, akademisi, Pengacara, ASN, politisi, aktivis, guru, pekerja sosial, dan wartawan.

Semua tulisan disajikan dengan bahasa yang lugas dan ringan sehingga mudah dibaca. Buku ini digagas Ansel Deri, seorang wartawan di Jakarta, dan Dr. Justin L Wejak, dosen Kajian Indonesia di The University of Melbourne, Victoria, Australia, ”ujar Ansel Deri, co-editor buku dari Ata Lembata, dalam keterangan tertulis yang diterima media ini dari Jakarta, Kamis, (8/10/2020).

Ansel yang pernah menjadi tenaga ahli Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dan Irjen Pol (Purn) Drs Y. Jacki Uly MH di DPR RI, ditambahkan, buku tersebut diberi nama sebagai pengantar oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Johnny G. Plate, mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pemilihan NTT 1 yang termasuk juga Lembata.

Sedangkan, Prolog ditulis jurnalis senior asal Waibalun, Flores Timur, Stephie Kleden-Beetz dan epilognya ditulis Pastor Dr. Otto Gusti Madung SVD, Pimpinan Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero, Maumere, Flores.

Menurut Justin L Wejak, ide dan penerbitan buku tersebut lahir dari diskusi lepas beberapa orang dalam Grup WA Ata Lembata pada September 2019. Grup itu lebih bergerak, tempat ngobrol ala kampung di jagat maya dan beranggotakan sejumlah warga asal Lembata yang tinggal di kampung halaman maupun di luar.

“Buku ini, selain merupakan hasil refleksi kritis para penulis, ia hadir sebagai ajakan bagi pembaca untuk membuat refleksi tentang Lembata di masa lalu, kini dan seperti apa Lembata nanti di masa depan. Ini penting agar julukan tak enak saat ini sebagai ‘kabupaten tertinggal’ atau meminjam judul buku Pastor Steph Tupeng Witin SVD, ‘negeri kecil salah urus’, bukan label tetap sepanjang masa, ”kata Justin, dosen kelahiran Baolangu, Kecamatan Nubatukan.

Justin menambahkan pilihan judul buku bertolak dari pemikiran bahwa Lembata adalah kabupaten dengan potensi kekayaan sumber daya manusia dan sumber daya alam melimpah yang mesti diberdayakan dan dikembangkan untuk kemajuan masyarakat dan daerah. Para pemimpin setiap berganti rezim harus membangun secara holistik dan integratif berpijak pada potensi daerah tanpa terjebak dalam pragmatisme politik pembangunan. Semua pemangku kepentingan lokal perlu bersatu dalam satu visi yang sama demi mengajukan Lembata tanpa terjerumus dalam sekat-sekat primordialisme geopolitik.

“Buku ini hadir sebagai kado kecil bagi pemerintah dan rakyat Lembata selama 20 tahun perjalanan Lembata menjadi daerah otonom, pada 12 Oktober 2020, memasuki ke-21. Lembata resmi menjadi kabupaten otonom terlepas dari kabupaten induknya Flores Timur pada 12 Oktober 1999. Semoga melalui buku ini putra-putri Lembata baik yang tinggal di kampung maupun di luar tetap setia mencintai Lembata dengan cara masing-masing sekecil apapun, ”kata Justin, kolumnis harian The Jakarta Post, Ucanews, dan Canberra Times.

Sedangkan Ansel, co-editor sekaligus admin grup Ata Lembata, menambahkan, buku –Membangun Tanpa Sekat – terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama berisi sejumlah tulisan antara lain, Lembata dan Kepemimpinan Melayani, Memanen Buah Otonom, Dua Puluh Tahun Otonomi Lembata, Wajah Lembata yang Perlu Dipoles, Pembelajaran Berbasis Motivasi, Guru Terima Kasih, Jokowi, Guru dan Lembata, dan Berguru Kearifan Tempo Doeloe.

Bagian kedua buku berisi artikel-artikel antara lain Kekuatan Budaya Lembata, Spiritualitas Ata Lembata, Pariwisata dan Kearifan Lokal, Selamat Datang Desa Budaya Leuwayang, Filosofi Tenun Tradisional, Lamalera dalam Konservasi Konstruksi, Politik yang Jauh dari Rakyat, dan Korupsi Awololong.

Sedangkan Rokok bagian ketiga termasuk delapan artikel yaitu Ketakutan Momok Pembangunan, Menelisik Tambang Emas di Lembata, Mengabdi Rakyat, Nasionalisme: Sebuah Pembaharuan Etis, Lembata yang Remaja, Balita yang Terancam ISPA dan Bahaya sebagai Sebuah Refleksi Kehidupan Manusia, Mengapa Orang Lembata Merantau, dan Sastra sebagai Sebuah Refleksi Kehidupan Manusia .

“Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Ikan Paus Jakarta, ia hadir sebagai bentuk mini mencintai Lembata, tanah leluhur. Sekaligus bentuk tanggungjawab kepada para pejuang dan perintis sejarah perjuangan Lembata menjadi kabupaten otonom. Setelah mencapai garis finish mengantar Lembata menjadi daerah otonom sejak 21 tahun lalu, kini semua elemen perjuangan masyarakat yang terlibat dengan cara masing-masing membangun Lembata tanpa sekat-sekat kepentingan geopolitik. Buku ini bisa menjadi bahan bacaan masyarakat mendukung sekaligus gerakan literasi yang dicanangkan pemerintah, ”kata Ansel Deri.

// delegasi (* / tim)

Komentar ANDA?