Kupang, Delegas – Kota Kupang, yang kini menjadi Ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur sebenarnya menyimpan sejumlah kisan perjuangan yang unik sekaligus menyimpan sebuah drama politik yang menarik untuk di dijadikan cacatan perjuangan pembentukan Provinsi Flores saat ini.
Mengapa disebut drama politik yang menarik, karena kala itu Bung karno, sang presiden ikut bersuara menyumbangkan buah pikiranya sekaligus mematahkan konflik politik dua kelompok besar yang berpengaruh pada saat itu, yaitu Partai Katolik Flores yang berpusat di Ende dan Partai Katolik Timor yang berpusat di Atambua, Belu.
Kedua kelompok ini masing- masing mempertahankan ego wilayah untuk menentukan ibukota provinsi. Kelompok Partai Katolik Timor yang dikomandoi Frans Sales Lega ,cs memeiiki kehendak kuat agar Kupang sebagai Ibukata Provinsi Flores. Sementara kelompok Partai Katolik Flores yang dipimpin Yan Yos Botha,cs menghendaki di Ende.
Lalu apa hubunganya dengan Bung Karno?
Kongres Nelle, (Sikka) tahun 1958, adalah kongres yang di gagas partai Katolik untuk menentukan Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kongres ini disebut-sebut merupakan cikal bakal penentuan ibukata Provinsi NTT pada waktu itu. Pada waktu itu Partai Katolik sangat berpengaruh di NTT. Namun dbalik nama besarnya, bukan berarti tidak ada sama sekali konflik secar Internal.tu sangat Nampak jelas dua kubu yang yaitu kelompok Timor dan kelompok Flores. Bahkan dala setiap kesempatan, perdebatan sengit kedua kelomok ini tak terhindarkan. Puncaknya saat Kongre Nalle berlangsug. Kedua kubu masing masing mempertahanan sikapnya, tentu dengn sejumlah pertimbangan an argument menentukan lokasi ibukota, apakah di Kupang atau di Ende. Intervensi maupun intrupsi dua kempok besar itu juga tak terelahkan. Buntutnya, Kelompok Partai Katolik Flores terpaka menyerah. Kelompok Flores menyerah dan merelahkan kepada kelompok Timor untuk menentkan ibukota provinsi, dengan cacatan wakil Gubernur kelak harus orang Flores. Dibalik keputusan bersama itu, ternyata kelompok Flores , jauh hari telah mempersiapkan salah stu figur terbaik mereka yaitu Frans Seda yang kala itu sedang menyelesaikan pendidikanya di Universitas Ultrech Belanda menjadi Wakil Gubernur mendamping Wj. Lalamentik.
Gaung perdebatan itu justru didengar hingga ke telinga Soekarno di Jakarta. Soekarna meminta dua kelompok Partai Katolik Flores dan Timor lebih berpikir nasib seluruh rakyat NTT saat itu. Kedua kubu akhirnya diundng ke Jakarta menemui Presiden Soekarno. Dalam pertemuan itu, Soekarno lebih cendrung mendukung kelompok Timor dan menetapkan Kupang sebagai Ibukota Provinsi NTT.
Keputusan Soekarno itu diamini oleh Ketua Komisi II Badan Konstituante (DPR RI), Adam Malik. Sayangnya, harapan besar kelompok Partai Katolik Flores menghendaki Frans Seda sebagai wakil gubernur tak terwujud, karena ketika itu Soekarno, mengangkat Frans Seda sebagai Menteri Perhubungan. //Delegasi. Hermen Jawa