Kupang, Delegasi.Com – Jaksa Agung cq. Kepala Kejaksaan Tinggi NTT mangkir menghadiri sidang Pra-Peradilan mantan Kepala Dinas (Kadis) Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) NTT/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), YA dalam kasus NTT Fair.
Kuasa Hukum YA, Rusdinur, SH, MH saat ditemui media ini di Pengadilan Negeri Kupang, Senin (26/8/2019) pagi, menilai Kejaksaan belum siap dan tak berani menghadapi sidang pra-peradilan tersebut.
Menurutnya, ketidaksiapan itu dapat dilihat dari adanyanya surat dari Kejati NTT kepada Hakim Pra-Peradilan perkara tersebut yang memohon penundaan sidang Pra-Peradilan tersebut hingga Senin (2/9/19).
”Surat tertanggal hari ini menyiratkan ada yang tidak beres. Alasannya klasik, karena sedang mempersiapkan segala sesuatu terkait administrasi persidangan dimaksud. Kami siapkan gugatan Pra-Peradilan ini hanya sehari, kok siapkan administrasi tanggapannya sampai 1 minggu? Jangan sampai jaksa tidak berani hadapi pra-peradilan kami,” ujarnya.
Alasan dalam surat yang ditandatangani Kasipidsus Kejati NTT, Sugiyanta, SH, MH, lanjut Rusdinur, hanya mengada-ada karena sesuai Pasal 82 ayat 1, point b dan c KUHAP, jangka waktu Pra-Peradilan hanya 7 hari.
”Kejaksaan tahu aturannya, jadi alasannya hanya mengada-ada. Apa betul butuh 7 hari untuk mempersiapkan tanggapan terhadap Pra-Peradilan kami? Atau karena tak berani dan buru-buru mau percepat P-21?” kritiknya.
Rusdinur menyatakan kekecewaannya terhadap sikap Kejaksaan yang tidak profesional dalam menjalankan tugasnya.
“Kami sudah minta Pak Ketua Pengadilan untuk tetap melaksanakan sidang Pra-Peradilan dan sidangnya hanya ditunda sampai hari Kamis (29/8/2019).
Relas/panggilan sidangnya akan dikirim Pengadilan Negeri Kupang ke Kejati NTT,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejati NTT menyidik proyek Pembangunan Fasilitas Pemeran Kawasan NTT Fair senilai Rp 29,9 Milyar. Kejati NTT telah menetapkan, menangkap dan menahan 6 orang tersangka sekaligus dalam hari yang sama.
Menurut Kasipidsus Kejati NTT, Sugiyanta kepada wartawan saat itu, telah terjadi kerugian negara sekitar Rp 6 M dalam proyek tersebut (sesuai perhitungan Politeknik Negeri Kupang, red). Namun menurutnya, jaksa telah menyelamatkan uang negara sekitar Rp 2,2 Milyar dari kasus tersebut.
Sementar itu BPK RI dalam LHP-nya yertanggal 25 Mei 2019, tidak menemukan adanya kerugian negara. BPK hanya menemukan adanya wanprestasi karena PT Cipta Eka Puri tak mampu menyelesaikan pembangunan NTT Fair sesuai Jadwal dalam kontrak. Karena itu BPK RI mengenakan denda keterlambatan sekitar Rp 1,2 Milyar kepada PT Cipta Eka Puri.
Selain itu, BPK juga menemukan adanya kelebihan pembayaran sekitar Rp 1,5 Milyar dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kepada PT Cipta Eka Puri.
Namun kelebihan pembayaran tersebut telah ditutup ketika PT Jamkrida NTT telah mencairkan jaminan pelaksanaan sekitar proyek NTT Fair sekitar Rp 2,69 Milyar ke kas daerah melalui Dinas PUPR NTT pada awal Juli 2019. Bahkan masih tersisa sekitar Rp 1 Milyar untuk menutup denda keterlambatan. Sehingga sisa denda keterlambatan hanya sekitar Rp 200 juta.
Sementara itu, mantan Kadis PRKP NTT, YA melalui Kuasa Hukumnya mempraperadilankan Jaksa Agung Republik Indonesia cq. Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT karena merasa diperlakukan secara tidak adil sesuai KUHAP dalam proses penyidikan, penetapan tersangka, penangkapan dan penahanan oleh Kejati NTT dalam kasus Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair senilai Rp 29,9 Milyar.
Permohoanan Pra-peradilan terhadap Jaksa Agung RI tertanggal 19 Agustus 2019 tersebut telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Kupang pada Selasa (20/8/2019). Sidang perdana Pra-peradilan tersebut sesuai jadwal dilaksanakan pada Senin (26/8/2019).
//delegasi (CN/FT)