Kasih menjadi dasar tugas dan karya pelayanan Panti Asuhan St Vincentius Merauke – Papua. Di tempat ini, orang dengan HIV/AIDS, dan anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) bisa hidup dengan aman.
Oleh : ANSEL DERI
DELEGASI.COM – SUSTER Florensia Nebo Hokeng, ALMA atau akrab disapa dengan Sr Rensi merasa gembira bercampur haru. Tiga anak asuhnya, Chelo, Gaspar, dan Isak unjuk kebolehan nyanyi bareng.
Alunan musik organ dan suara mereka terdengar hingga Vatikan di jantung kota Roma. Ini terjadi, setelah video dikirim ke sana. Ketiga anak difabel itu menyanyikan lagu “Bawa Daku ke Sion” karya Pastor Markus Solo Kewuta SVD.
Ketiga anak itu adalah bagian dari tiga puluh anak difabel penghuni Panti Asuhan St Vincentius Merauke, Papua. Umumnya, mereka berasal dari daerah pedalaman Merauke, Mimika, Kerom, Bovendigoel, Mapi, dan sekitar.
Dengan semboyan yang sesuai dengan visi dan misi Asosiasi Lembaga Misionaris Awam (Association of Lay Missioary Action/ALMA), yakni menjangkau yang tidak terjangkau, mencari yang belum dicari. Pengelola panti tidak menunggu mereka datang sendiri, para Suster ALMA langsung menjemputnya melalui komunikasi dan seijin keluarga.
Melalui pastoral care, evangelisasi dan pendekatan dengan keluarga niat luhur ini terlaksana.
Maklum, banyak orang tua belum begitu paham karya pelayanan ALMA bagi anggota keluarga penyandang disabilitas.
“Saat Natal atau Paskah kami temui banyak anak difabel. Di situlah pendekatan dengan orang tua atau keluarga kami lakukan. Kalau keluarga merestui, mereka antar langsung ke panti,” jelas Sr Rensi.
Berawal dari kontrakan
Kini, Sr Rensi merupakan Penanggung Jawab Panti Asuhan St Vincentius. Ia menceritakan, panti asuhan yang saat ini ia kelola merupakan buah karya Pastor Paul Hendrikus Janssen, CM, yang juga merupakan pendiri ALMA.
Saat itu Pastor Janssen prihatin melihat kondisi di Papua. Di wilayah paling timur Indonesia itu, banyak orang menderita busung lapar. Derita masyarakat semakin bertambah, daerah ini dinyatakan sebagai tempat di mana banyak orang terjangkit HIV/AIDS.
Kala itu, Pastor Janssen mengutus Sr Theresia Macaria Laiyan ALMA menuju Merauke. Misi Sr Theresia saat itu adalah bertemu Uskup Agung Merauke Mgr Nikolaus Adi Seputra, MSC.
Ia ingin meminta izin sang uskup agar Institut Sekulir ALMA dapat berkarya di Merauke. Sayang, Sr Laiyan tak sempat bertemu Mgr Nicolaus yang tengah bertugas di luar kota.
Ia akhirnya bertemu sekretaris keuskupan dan meninggalkan sepucuk surat untuk uskup.
Surat itu akhirnya dijawab pada November 2005, ALMA akhirnya dibukakan pintu untuk mulai karya di Bumi Cenderawasih.
Hanya selang sebulan, 30 November 2005 tiga orang biarawati ALMA bertolak ke Merauke. Mereka adalah Sr Martina Jemumu ALMA, Sr Yustina Lajar ALMA, dan Sr Evanglista Lesu ALMA. Mereka tiba di Merauke pada 1 Desember.
Pada awal karya ini, ALMA diberi sebuah rumah kecil milik keuskupan sebagai tempat memulai karyanya.
“Dulu pertama kali berkarya, kami hanya menampung tiga orang anak berkebutuhan khusus (ABK).
Maklum, saat itu kapasitas rumah belum memadai menampung lebih banyak anak. Mulai bulan Maret 2006, rekan-rekan kami ini tinggal di kontrakan baru di Jalan Pembangunan Sayap 1, Merauke,” imbuh Sr Rensi.
Dari rumah kontrakan itu, mereka mulai menjalin kerja sama dengan pemerintah dan Gereja setempat untuk mencari ABK di sejumlah wilayah di tanah Papua. Saat itulah, Panti Asuhan St. Vincentius mulai menampung ABK.
Dalam perjalanan, di suatu kesempatan pihak tarekat melihat jumlah anak difabel, Institut Sekulir ALMA melihat jumlah anak difabel semakin banyak. Tergerakah hati mereka mengasuh anak difabel ini. Sehingga pada 2009 tarekat mencari tanah untuk dibangun menjadi sebuah panti.
Doa dan usaha membuahkan hasil. Tarekat mendapatkan sebidang tanah. Letaknya di Jalan Domba 4, Kelurahan Rimba Jaya, Paroki Sang Penebus, Merauke. “Sejak 16 Mei 2010, kami baru menempati gedung panti sendiri. Tetapi keberadaan Yayasan Bhakti Luhur selaku penanghungjawab panti sudah ada sejak 2005,” ujar Sr Rensi.
Tinggal serumah
Menurut biarawati asal Lewouran, Flores Timur, Keuskupan Larantuka, NTT ini kegiatan di bidang sosial dan pastoral merupakan alasan di balik visi dan misi ALMA yang juga menjadi visi dan misi panti. Visinya tak lain adalah gerakan kaum awam puteri yang terpanggil demi terwujudnya pesan Injil Yesus Kristus bagi orang miskin, terlantar dan ABK dengan cinta kasih semesta.
Misi ALMA adalah menginjili orang miskin dan mewujudkan Injil untuk orang miskin, cacat dan terlantar.
Dalam mewujudkan visi dan misi besar ALMA, pihak pengelola juga melaksanakan visi panti yaitu menjangkau yang belum terjangkau. Sedang misinya antara lain menjangkau yang tak terjangkau, melalui rehabilitasi bersumber daya masyarakat. Kemudian memberikan terapi kepada ABK sesuai dengan kelainan yang mereka sandang.
Sr Rensi mengungkapkan, bahwa pihaknya menyadari banyak ABK di Merauke. Karena itu, mereka melayani dengan dua cara, yaitu dari dalam dan luar panti.
“Dalam” berarti melayani dengan ABK tinggal serumah. Sedangkan di “luar”, ini berarti para suster ALMA melayani ABK yang menderita busung lapar.
Di “luar” ini,para suster juga membantu mereka yang mengidap HIV/AIDS.
Seiring berjalannya waktu, Panti Asuhan St Vincentius menerima para lansia. Jumlah mereka hingga saat ini sebanyak enam orang. Para lansia ini adalah Cicilia Yawen, Fois Lan Moy, Theresia Samkakai, Ati Suharini, Irmawati, dan Balbina Rumlus.
Mereka berasal dari beragam latar belakang. Di panti ini, mereka dilayani sepenuh hati.
Bagi Sr Rensi, Panti Asuhan St Vincentius tidak sekadar melayani, tetapi juga membimbing setiap individu . Ia meyakini, semua ciptaan Tuhan baik adanya, termasuk ABK.
Tugas panti adalah menggali potensi, minat, dan bakat mereka. “Anak-anak difabel juga kami bantu dampingi mereka mengembangkan minatnya.”
Chelo, Gaspar, dan Isak adalah sebagian “buah” yang telah dihasilkan dari Panti Asuhan St Vincentius. Ketiganya sudah mulai dikenal, ini berkat cinta yang telah ditanamkan para Suster ALMA.”Kita melayani sepenuh hati. Inilah cara berbagi kasih dari tanah Papua demi keagungan nama-Nya,” tandasnya.
//Ket foto:
Sumber: HIDUP edisi 28 Juni 2020
Ruang tamu, jantung sebuah rumah, kini bertransformasi. Tren minimalis, didorong oleh penelitian psikologis tentang keterkaitan…
Bayangkan sebuah ruangan, tenang, seimbang, dan penuh ketenangan. Itulah keajaiban seni dinding minimalis. Lebih dari…
Ruang sempit bukan lagi penghalang bagi hunian yang nyaman dan estetis. Faktanya, ilmu desain interior…
Bayangkan rumah yang bukan sekadar tempat tinggal, tetapi sebuah karya seni fungsional. Rumah minimalis modern,…
Bayangkan rumah mungil yang nyaman, di mana setiap sudutnya dirancang dengan cermat untuk memaksimalkan ruang…
Bayangkan sebuah rumah, bersih, lapang, dan menenangkan. Bukan sekadar tren, desain minimalis didasarkan pada prinsip-prinsip…