DELEGASI.COM, KUPANG – Kejaksaan Tinggi NTT akan membuka babak baru, penanganan kasus korupsi aset tanah milik Pemerintah Kota Kupang yang terjadi tahun 2016 dan 2017. Sebanyak 39 nama yang adalah pejabat, anggota DPRD, serta kerabat dan keluarga mantan wali kota Kupang, Jonas Salean, bakal didalami perannya.
Saat konferensi pers di Aula Kejaksaan Tinggi NTT, Kamis(27/1/2022), Kajati Yulianto menyampaikan, dalam kasus tersebut telah terbukti mantan kepala BPN Kota Kupang, Thomas More, bersalah dan sudah berstatus narapidana.
Kendati Thomas More telah ditahan, ujar Yulianto, penanganan kasus ini tidak bisa dikatakan telah berakhir.
“Kejaksaan Tinggi akan terus mengusut kasus itu, dengan melakukan kajian atas kasus dan putusan saat ini,” kata Yulianto, dilansir Rakyatnya.com.
Dikarenakan, lanjutnya, dari puluhan nama yang menerima tanah kavling pada tahun 2016 dan 2017, tanah kavling itu juga diterima para pejabat dan anggota DPRD Kota Kupang.
“Langkah selanjutnya, kami akan melakukan kajian terhadap kurang lebih 32 penyelenggara negara yang menerima atas tanah – tanah itu. Karena di dalam penanganan hukum itu, berlaku e court. Tidak ada yang namanya pilih kasih,” sebut Yulianto.
Dikatakannya, upaya kajian itu dilakukan, agar nama -nama orang yang terlibat kasus ini, bisa ditindak. Dipastikan, upaya tersebut sesuai undang – undang penyelidikan korupsi.
Dan, apakah yang bersangkutan semua itu, bisa ditindak sesuai undang – undang penyelidikan anti korupsi? “Tentunya kita akan berkoordinasi dengan Jaksa Agung Republik Indonesia.
Ia juga menjelaskan, kasus korupsi aset tanah negara milik Pemerintah Kota Kupang ini, cukup menarik. Pasalnya, keputusan Pengadilan Tipikor Kupang dan Putusan Kasasi di Mahkamah Agung Republik Indonesia atas kasus ini, dinilai berpotensi mencederai hati rakyat.
Dimana, pelaku utama, yakni mantan wali kota, Jonas Salean, dibebaskan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Sedangkan pelaku turut serta, Thomas More, dinyatakan bersalah. “Prinsip kami, saya akan melakukan apapun resikonya. Karena bagaimana juga, keadilan itu hanya ada di hati. Tidak bisa pelaku utama dilepas, lalu pelaku turut sertanya dinyatakan dipidana,” pungkas Yulianto.
//delegasi(*)