DELEGASI.COM, KUPANG–Universitas Nusa Cendana (Undana) memberikan klarifikasi di kantor Rektorat Undana Kupang, Kamis 29 September 2022, terkait dengan pemberitaan media ini Rabu (28/09) tentang besaran harga hologram, yang dicantumkan pada halaman pengesahan tugas akhir (skripsi dan tesis) untuk mahasiswa calon wisudawan S1 maupun S2.
Dalam pemberitaan sebelumnya, menjelaska bahwa calon wisudawan Universitas Negeri Nusa Cendana (Undana) Kupang protes dengan penerapan harga hologram yang dinilai sangat tak wajar.
Hologram tersebut dimaksud untuk disemat pada lembaran pengesahan tugas akhir untuk mahasiswa S1 maupun S2 (skripsi dan tesis).
Harga setiap hologram senilai Rp40 ribu. Setiap wisudawan wajib membeli tujuh hologram.
Nilai Rp40 ribu untuk satu hologram menurut Narasumber adalah angka yang hanya untuk memberi keuntungan sebesar-besarnya kepada Undana sebagai pengelola.
Atas Pemberitaan itu, Undana sebagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terkemuka di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), sangat menghormati dan menghargai kebebasan Pers di Indonesia.
Sebagai salah satu pilar demokrasi, Pers juga berhak mengontrol kinerja sebuah lembaga publik, termasuk Undana, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama, Yefri Cornianto, SE, didampingi Kepala Badan Pengelola Usaha (BPU) Undana, Ir. Edgar R. Tibuludji, MSi, bersama tim, Koordinator Perencanaan dan Kerjasama, Imanuel Saduk, SH., M.Hum, Sub koordinator Humas, Elizabeth C. Sabon Doni, SE, MM dan Sub Koordinator Kerjasama, Jeferstson Lolang, S.Kom, memberikan sejumlah klarifikasi kepada media ini, Kamis(29/09) di Aula Rektorat Lantai 3, Undana.
Sebelum memberikan klarifikasi, Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama, Yefri Cornianto, SE, menjelaskan bahwa sejak berdiri 1 September 1962, Undana telah bertransformasi dari status Pola
Pengelolaan Keuangan Satuan Kerja (PPK-Satker) menjadi PPK Badan Layanan Umum (BLU).
“Puncaknya pada 2017 lalu, Undana telah mendapat kepercayaan dari pemerintah pusat yang ditandai dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 166/KMK.05/2017 tentang Penetapan Universitas Nusa Cendana pada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sebagai Instansi Pemerintah yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU),” Ujarnya.
Menurutnya, Salah satu tuntutan awal hadirnya Kemenkeu Nomor 166/KMK.05/2017 adalah dalam waktu 6 (enam) bulan Undana harus menyusun Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Strategi Bisnis (Renstra Bisnis). Hasilnya, pada 1 Desember 2020 lalu, Prof. Ir. Fredrik L. Benu, M.Si., Ph. D (Rektor periode 2013-2017 dan 2017-2021) mengeluarkan
Peraturan Rektor Undana Nomor 10 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis dan Rencana Strategi Bisnis Undana 2020-2024.
Lanjutnya, dalam Renstra dan Renstra Bisnis tersebut dijelaskan bahwa dengan menjadi Universitas berstatus PPK-BLU, Undana telah menetapkan proyeksi untuk meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari kerjasama PPM dengan instansi pemerintah maupun swasta, melakukan revitalisasi dan optimalisasi asset, komersialisasi produk hasil penelitian, dan lainnya agar jumlah PNBP terus meningkat.
“Salah satu upaya dalam meningkatkan jumlah PNBP, Undana juga membentuk Badan Pengelola Usaha (BPU), yang seluruh tugasnya diatur dalam BAB IX Pasal 66 Peraturan Rektor Undana Nomor 16 Tahun 2017 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Tata Kelola di Lingkungan Universitas Nusa Cendana,” imbuhnya.
Ia juga mengatakan, beberapa Tupoksi dari BPU, antara lain; mengkoordinasikan dan mempromosikan seluruh unit usaha BPU, mengelola seluruh penggunaan pendapatan dari seluruh unit usaha BPU sesuai dengan peraturan PPK BLU,serta menyusun standar tarif layanan penggunaan aset seluruh unit usaha BPU.
Sebagaimana penjelasan itu, maka sesungguhnya apa yang sedang dilakukan BPU Undana merupakan bagian dari upaya menjawab tuntutan pemerintah melalui status PPK BLU untuk meningkatkan PNBP Undana, yang bersumber dari pendapatan akademik dan non akademik dengan mengoptimalkan seluruh unit usaha/income generating unit yang ada di Undana, agar kampus kebanggaan masyarakat NTT ini secara cepat dapat bertransformasi meningkatkan kualitas tridarma (pendidikan, pengajaran,
penelitian dan pengabdian pada masyarakat), termasuk kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pelayanan akademik, kemahasiswaan dan lainnya bagi kepentingan masyarakat luas, terutama bagi mahasiswa.
Oleh karena itu, penetapan harga hologram yang sedang diberitakan media online di NTT merupakan kewenangan penuh dari BPU Undana yang seharusnya tidak perlu dipersoalkan, karena sekali lagi, semuanya dilakukan semata-mata untuk meningkatkan kualitas pelayanan Undana kepada mahasiswa.
Berikut beberapa poin yang diklarifikasi Undana adalah sebagai berikut:
1. Harga hologram Rp 40.000 sebagaimana dalam pemberitaan media, bagi Undana adalah bukan sebuah fakta. Sebab, harga hologram yang sebenarnya adalah Rp 5.000. Harga Rp 40.000 ribu yang dimaksudkan dalam berita itu sebenarnya adalah total harga jilid untuk 1 (satu) buah skripsi dan tesis, sudah termasuk hologram pada bagian lembaran pengesahan tugas akhir (skripsi dan tesis) untuk calon mahasiswa S1 maupun S2.
Rinciannya adalah Rp 35.000 untuk biaya jilid, dan Rp5.000 untuk biaya hologram, total jumlahnya adalah Rp 40.000 sesuai dengan harga jilid umumnya di pasaran/tempat penjilidan lain.
2. Perlu diketahui bahwa penentuan biaya jilid skripsi dan tesis disertai hologram sebesar Rp 40.000 tersebut merupakan kesepakatan Badan Pengelola Usaha (BPU) Undana dengan pihak ke tiga atau rekanan
yang melakukan aktivitas penjilidan. Dari total Rp 40.000 tersebut, Undana hanya mendapat Rp 5.000 dari harga hologram, sementara Rp35.000 sepenuhnya merupakan milik pihak ketiga.
3. Adapun tujuan utama dari adanya hologram tersebut adalah untuk melindungi karya (skripsi dan tesis) calon wisudawan dari tindakan plagiasi yang sewaktu-waktu bisa saja terjadi.
4. Hitungan 7 buah hologram dengan harga per hologram Rp 40 ribu, yang diakumulasi mencapai total harga Rp 280 ribu (sebagaimana pemberitaan media) adalah sebuah estimasi yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. Selain itu, hitungan setiap kali wisuda bahwa ada sebanyak 1.000 mahasiswa yang diwisuda, sehingga jika dalam setahun Undana melakukan 4 (empat) kali wisuda, maka akan meraup
keuntungan hingga Rp 1 miliar, bagi Undana merupakan sebuah hitungan yang tidak benar dan tidak sesuai fakta. Sebab, harga 1 buah hologram hanya sebesar Rp 5.000 dan jumlah hologram menyesuaikan jumlah minimal skripsi dan tesis yang dipersyaratkan.
5. Terkait dengan poin ke empat di atas, maka pernyataan dalam berita yang menyebut; uang ratusan juta akan masuk ke kas Undana untuk sekali wisuda”, bagi kami adalah sebuah informasi yang sama sekali tidak benar. Sebab, ratusan juta hingga Rp 1 miliar yang disebutkan dalam berita itu tidak mungkin diperoleh Undana dalam 1 tahuh hanya dari harga hologram Rp 5.000.
“Kami menilai, harga yang ditetapkan oleh Badan Pengelola Undana (BPU) adalah sebuah harga yang sangat wajar dan sudah sangat tepat diperuntukan bagi calon wisudawan,”
6. Sesuai dengan penjelasan pada poin ke 4 dan ke 5 di atas, maka kalimat dalam berita yang menyebut:
“mahasiswa dan juga masyarakat bisa menilai kalau Undana hanya jadikan orang tua siswa sebagai mesin uang bagi lembaga pendidikan negeri sekelas Undana,” adalah sebuah dugaan maupun tudingan yang tidak sesuai denganfakta sebenarnya. Sebab, harus diakui bahwa banyak mahasiswa yang
sudah terbantu dan puas terhadap pelayanan Undana selama ini, termasuk dalam menetapkan harga jilid skripsi maupun tesis yang sangat terjangkau dan murah.
7. Perlu ditegaskan bahwa Undana sangat memahami kondisi ekonomi orangtua/wali mahasiswa, sehingga Undana tidak ingin menjadikan orangtua / wali sebagai “mesin uang” sebagaimana dugaan maupun
tudingan narasumber dalam pemberitaan media di atas. Upaya Undana dalam meningkatkan PNBP sebenarnya adalah untuk memberikan kualitas pelayanan kepada mahasiswa yang lebih baik dari waktu ke waktu.
//delegasi(*/Tim)