“Tulisan ini coba mengenang John Dami Mukese dalam kiprahnya sebagai sastrawan, lebih khusus lagi sebagai penyair. Akan dilacak secara kronologis proses kreatifnya sampai pada posisi puncaknya sebagai penyair Indonesia. Titik berat tulisan ini bukan pada kajian terhadap puisi-puisinya yang sebagian besar bersifat religius, tetapi pada proses kretaif dan kedudukan John Dami Mukese dalam panggung sastra, baik dalam sastra NTT maupun dalam sastra Indonesia”
Yohanes Sehandi
Pengamat dan Kritikus Sastra NTT dari Universitas Flores, Ende
Artikel ini coba menelusuri kronologi proses kreatif penyair NTT, John Dami Mukese, yang paling banyak menulis puisi. Sampai akhir hayatnya tahun 2017, penyair John Dami Mukese telah melahirkan sekitar 250 judul puisi, yang sebagian besar masuk kelompok puisi religius.
John Dami Mukese lahir pada 24 Maret 1950 di Menggol, Manggarai Timur, NTT. Meninggal dunia pada Kamis, 26 Oktober 2017 di RSUD Ende dalam usia 67 tahun. Beliau seorang imam Katolik dari Kongregasi Serikat Sabda Allah (SVD). Dia juga seorang penulis dan penyair.
Setiap kita yang mengenal beliau tentu mempunyai kenangan tersendiri. Bagi saya, mengenang John Dami Mukese adalah mengenang jejak langkahnya sebagai seorang penulis dan penyair lewat karya-karya tulis yang ditorehkan selama hidupnya, antara lain sebagai berikut.
Pertama, karya tulisnya di bidang jurnalistik, terlihat jejaknya di majalah Vox STFK Ledalero, majalah dua mingguan Dian, surat kabar mingguan Dian, dan harian umum Flores Pos. Kecuali majalah dua mingguan Dian, ketiga media cetak lainnya John Dami Mukese pernah menjadi pemimpin redaksinya. Kedua, karyanya lewat sejumlah buku yang telah diterbitkan, baik bersifat ilmiah dan ilmiah populer maupun kumpulan khotbah dan petunjuk berkhotbah. Ketiga, karyanya berupa puisi yang terekam dalam sejumlah buku antologi puisi karyanya.
Tulisan ini coba mengenang John Dami Mukese dalam kiprahnya sebagai sastrawan, lebih khusus lagi sebagai penyair. Akan dilacak secara kronologis proses kreatifnya sampai pada posisi puncaknya sebagai penyair Indonesia. Titik berat tulisan ini bukan pada kajian terhadap puisi-puisinya yang sebagian besar bersifat religius, tetapi pada proses kretaif dan kedudukan John Dami Mukese dalam panggung sastra, baik dalam sastra NTT maupun dalam sastra Indonesia.
Berdasarkan data yang berhasil saya lacak, John Dami Mukese mulai menulis puisi pada umur 27 tahun, yakni sejak tahun 1977, pada waktu kuliah di STFK Ledalero (1972-1981). Hal itu terlihat dalam puisi-puisinya, di mana pada bagian akhir setiap puisi tercantum nama tempat dan tanggal kelahiran puisi tersebut.
Meskipun menulis puisi sejak tahun 1977, namun publikasi karya-karya puisinya baru dimulai tahun 1979, dua tahun kemudian. Misalnya, puisi panjang berjudul “Kota” yang terdiri atas 4 bagian, 14 bait, dan 80 baris, ditulis pada awal tahun 1977 di sebuah kota kecil di Tomor, baru dimuat dua tahun kemudian dalam majalah dua mingguan Dian edisi Nomor 6, Tahun VI, 10 Januari 1979, halaman 6. Demikianpun puisi “Salam Hai Pahlawan” (Bagi yang Gugur di Timor Timur), ditulis di Atambua, Timor, pada tahun 1977, baru diterbitkan tahun 1983 dalam buku antologi puisi pertamanya Doa-Doa Semesta (Nusa Indah, Ende, 1983, halaman 89).
Pada tahun 1978, Dami Mukese menulis dua judul pusi, yakni puisi “Mazmur Cinta” ditulis di Ledalero, Oktober 1978, dan puisi “Balada Imam” ditulis di Ledalero, November 1978. Kedua puisi ini baru diterbitkan lima tahun kemudian, yakni dalam buku Doa-Doa Semesta tahun 1983, halaman 86-87 dan halaman 103-108. Pada tahun 1979, penyair Dami Mukese menulis tiga judul puisi, yakni (1) Natal Seorang Petani, ditulis di Ledalero, 12 Oktober 1979, dimuat dalam majalah dua mingguan Dian pada edisi Nomor 4, Tahun VII, 10 Desember 1979, (2) Natal dan Nelayan, ditulis di Ledalero, 15 Oktober 1979, dimuat dalam majalah dua mingguan Dian pada edisi Nomor 5, Tahun VII, 24 Desember 1979, (3) Manusia (Siapakah Sesamaku), ditulis di Ledaleo, 1 Desember 1979. Ketiga puisi di atas baru diterbitkan dalam buku Doa-Doa Semesta tahun 1983. Tahun 1977, 1978, 1979 itu sepertinya awal proses mencari bentuk kreativitas seni sastranya.
Mulai tahun 1980 kreativitas menulis puisi Dami Mukese meningkat. Masa subur kreativitas dan produktivitasnya terjadi setelah ditahbiskan menjadi imam dan bekerja di Penerbit Nusa Indah Ende dan surat kabar mingguan Dian di Ende (1981-1983). Sebanyak 52 judul puisi yang terdapat dalam buku antologi puisi pertamanya Doa-Doa Semesta (1983) sebagian besar ditulis dalam kurun waktu tiga tahun itu.
Isi dan bentuk puisi-puisi Dami terasa konsisten dipertahankannya sejak tahun 1977 sampai akhir hayatnya. Gaya pengucapan, diksi, metafora, tema, dan unsur intrinsik puisi lainnya terasa konsisten dipertahankannya sehingga menjadi ciri khas kepenyairannya.
Nama penyair John Dami Mukese mulai dikenal di panggung sastra nasional Indonesia pada waktu puisi panjangnya berjudul “Doa-Doa Semesta” dimuat dalam majalah sastra Horison pada edisi Nomor 2, Tahun 1983, halaman 86-89. Puisi ini ditulisnya selama dua bulan, Juli-Agustus 1982 di Biara Santu Yosef, Ende. Dialah orang NTT pertama yang karyanya bisa tembus majalah sastra Horison meskipun tinggal dan berkarya di daerah (Flores). Memang sebelumnya sudah ada orang NTT yang karyanya tembus majalah Horison, tetapi mereka tinggal dan berkarya di Jakarta, seperti Gerson Poyk, Julius Sijaranamual, Dami N. Toda, dan Ignas Kleden.
Pada waktu itu majalah sastra Horison dianggap semacam “sungai Yordan” tempat pembaptisan seseorang menjadi sastrawan Indonesia. Tim redaksi Horison waktu itu adalah tokoh-tokoh kaliber sastra, yakni H.B. Jassin, Taufiq Ismail, Sapardi Djoko Damono, dan Sutardji Calzoum Bachri. Menurut saya, puisi “Doa-Doa Semesta” yang terdiri atas 20 bait dan 296 baris ini merupakan puisi terunggul karya John Dami Mukese selama kariernya sebagai penyair. Puisi ini seakan merangkum semua tema dan gaya pengucapan puisi yang dihasilkannya. Mungkin itu pula sebabnya, buku kumpulan puisi pertamanya diberi judul Doa-Doa Semesta (1983). Buku puisi ini memuat 52 judul puisi yang dibagi dalam lima bagian.
Sejak tahun 1983 itulah nama penyair John Dami Mukese diperbincangkan oleh sejumlah pengamat dan kritikus sastra Indonesia di tingkat nasional. Pada tahun 1987, sebanyak sepuluh puisi Dami Mukese masuk dalam buku Tonggak: Antologi Puisi Indonesia Modern (Jilid 4) dengan Editor Linus Suryadi AG (Gramedia, Jakarta, 1987, halaman 36-44). Kesepuluh puisi John Dami Mukese yang dipilih Linus Suryadi adalah Kupanggil Namamu Madonna, Dahlia untuk Madonna, Mawar Bukit Sion, Flamboyan Gunung Tabor, Mazmur Cinta, Setangkai Lilin, Mohon Kesetiaan, Sekeping Nikmat, Natal Seorang Buru Kecil, dan Kerinduan.
Di samping antologi puisi Tonggak, puisi-puisi Dami Mukese yang lain masuk dalam buku Senja di Kota Kupang: Antologi Puisi Sastrawan NTT (Kantor Bahasa NTT, 2013, halaman 24-35) memuat empat judul puisi Dami Mukese. Puisinya yang lain ada dalam buku Ratapan Laut Sawu: Antologi Puisi Penyair NTT (Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2014, halaman 35-51) Editor Yoseph Yapi Taum, memuat sembilan puisi Dami Mukese. Dalam buku saya Sastra Indonesia Warna Daerah NTT (Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2015, halaman 40-41) dibahas khusus riwayat hidup dan karya John Dami Mukese bersama 40-an sastrawan NTT.
Yang terbaru tahun 2017 sebelum beliau meninggal dunia, penyair John Dami Mukese masuk dalam buku Apa & Siapa Penyair Indonesia (Yayasan Hari Puisi Indonesia, Jakarta, 2017) Editor Maman S. Mahayana. Buku tebal ini memuat riwayat hidup dan riwayat karya para penyair Indonesia yang berjumlah 1.000 orang penyair, termasuk John Dami Mukese. Sampai dengan tahun 2017 John Dami Mukese adalah penyair NTT yang paling banyak menerbitkan buku kumpulan puisi.
Karya-karya puisi penyair John Dami Mukese yang sudah diterbitkan dalam bentuk buku adalah (1) Doa-Doa Semesta (Nusa Indah, Ende, 1983, 1989, 2015), (2) Puisi-Puisi Jelata (Nusa Indah, Ende, 1991), (3) Doa-Doa Rumah Kita (1996), (4) Puisi Anggur (2004), dan (5) Kupanggil Namamu Madonna (Obor, Jakarta, 2004). Jumlah puisi penyair Dami Mukese yang termuat dalam lima buku kumpulan puisi di atas ditambah dengan puisi-puisi lain yang tersebar di berbagai media cetak yang kini masih terus saya lacak, jumlahnya sekitar 250 judul, ditulisnya selama 40 tahun kariernya sebagai seorang penyair (1977-2017).
John Dami Mukese menamatkan SD di Pembe (1964), SMTP dan SMTA di Seminari Menengah Pius XII Kisol (1971), STFK Ledalero, Maumere (1972-1980). Ditahbiskan menjadi imam pada 19 Juli 1981. Meraih gelar Master of Management (MM) dalam bidang manajemen pembangunan masyarakat desa pada University of The Philipines Los Banos (1983-1987). Meraih gelar Ph.D. (Doktor) dalam bidang Community Development diperoleh pada University of The Philipines Los Banos (2005-2009).
Pernah menjadi pemimpin redaksi majalah Vox STFK Ledalero, surat kabar mingguan Dian, dan harian umum Flores Pos. Mengasuh sejumlah mata kuliah di Sekolah Tinggi Pastoral Atma Reksa (Stipar) dan Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat (STPM) Santa Ursula Ende. Menjadi pembina Komunitas Sastra Puisi Jelata (KPJ) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Flores dan Komunitas SARE (Sastra Rakyat Ende). *
______________________
Lahir di Dalong, Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, pada 12 Juli 1960. Menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di SDK Longgo, Manggarai Barat (1973), SMPK Rekas, Manggarai Barat (1976), dan SPP/SPMA (Pertanian) Sint Isidorus Boawae, Nagekeo (1980). Menyelesaikan Sarjana (S-1) bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di IKIP Negeri Semarang (sekarang Universitas Negeri Semarang, Unes, 1985) dan Magister (S-2) bidang Sosiologi di UMM Malang (2003). Sejak 2010 menjadi dosen di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Flores (Uniflor) Ende. Mengasuh mata kuliah Teori Sastra, Dasar-Dasar Menulis, Menulis Kritik dan Esai, dan Jurnalistik. Pernah menjadi anggota DPRD Provinsi NTT Fraksi PDI Perjuangan selama 10 tahun (1999-2009). Pernah menjadi editor pada Penerbit Nusa Indah, Ende, selama 10 tahun (1989-1999). Pernah menjadi dosen Bahasa Indonesia di STFK Ledalero selama 5 tahun (1994-1999). Menjadi peserta Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia 2 (Munsi 2) pada 18-20 Juli 2017 di Jakarta, peserta Kongres Bahasa Indonesia XI pada 28-31 Oktober 2018 di Jakarta, dan peserta Munsi 3 pada 2-5 November 2020 di Jakarta. Telah menerbitkan sejumlah judul buku, antara lain Mengenal Sastra dan Sastrawan NTT (Penerbit Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2012), Bahasa Indonesia dalam Penulisan di Perguruan Tinggi (Penerbit Widya Sari, Salatiga, 2013), Mengenal 25 Teori Sastra (Penerbit Ombak, Yogyakarta, 2014), Sastra Indonesia Warna Daerah NTT (Penerbit Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2015), Pengantar Jurnalistik (Penerbit Widya Sari, Salatiga, 2016), dan Sastra Indonesia di NTT dalam Kritik dan Esai (Penerbit Ombak, Yogyakarta, 2017).
(Diambil dari buku Antologi Esai dan Kritik Sastra NTT (Editor Yohanes Sehandi), Jakarta, Penerbit Kosa Kata Kita, 2021, halaman 154-161)
Bayangkan rumah yang bukan sekadar tempat tinggal, tetapi sebuah karya seni fungsional. Rumah minimalis modern,…
Bayangkan rumah mungil yang nyaman, di mana setiap sudutnya dirancang dengan cermat untuk memaksimalkan ruang…
Bayangkan sebuah rumah, bersih, lapang, dan menenangkan. Bukan sekadar tren, desain minimalis didasarkan pada prinsip-prinsip…
Bayangkan rumah yang bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga perwujudan harmoni antara manusia dan alam.…
Bayangkan sebuah hunian yang memadukan kesederhanaan minimalis dengan aura industri yang kokoh. Rumah minimalis dengan…
Rumah, tempat bernaung dan beristirahat, tak hanya sekadar bangunan. Ia adalah refleksi diri, sebuah ekosistem…