ATAMBUA, DELEGASI.COM – Rapat anggota DPRD Kabupaten Belu diwarnai saling cekcok di ruang sidang, Senin (21/9/2020).
Insiden ini dipicu karena tidak menerima argumentasi yang dibangun beberapa anggota DPRD yang terkesan “mengadili” bupati di hadapan masyarakat. Kemudian, ada anggota DPRD yang nampaknya mengabaikan etika rapat.
Dilansir Pos Kupang.com, rapat dengan agenda penyampaikan klarifikasi Bupati Belu kepada umat Paroki Atapupu itu dipimpin Ketua DPRD Kabupaten Belu, Jeremias Manek Seran Jr serta dihadiri seluruh anggota DPRD. Dari pemerintah dihadiri Bupati Belu, Willybrodus Lay, Penjabat Sekda Belu dan beberapa pimpinan OPD terkait. Hadir juga umat paroki Atapupu dan Pastor Paroki Atapupu, Romo Yoris Giri, Pr.
Rapat dimulai sekitar pukul 11.00 Wita. Awalnya, rapat berjalan aman saat agenda penyampaian pernyataan sikap dari pengurus Dewan Pastoral Paroki (DPP) Atapupu. Selanjutnya pimpinan rapat memberikan kesempatan kepada Bupati Belu untuk memberikan penjelasan. Sebelum memberikan penjelasan, Bupati Belu mengajak semua yang hadir dalam forum rapat untuk berdoa dan Bupati memberikan kesempatan kepada pastor yang hadir dalam rapat itu, salah satunya Romo Yoris Giri, Pastor Paroki Atapupu.
Tanda-tanda ketegangan dan aksi protes mulai terlihat ketika Bupati Belu mengajak semua yang hadir dalam rapat untuk berdoa. Saat Romo Yoris hendak berdiri memimpin doa, Wakil Ketua DPRD Belu, Sypri Temu yang duduk di kursi floor meminta bicara kepada pimpinan rapat. Romo Yoris langsung duduk kembali ke kursi.
Sypri Temu berpendapat, doa tidak perlu lagi karena saat membuka rapat, pimpinan rapat sudah mengetok palu sambil mengucapkan kata-kata yang intinya meminta pernyertaan dari Tuhan. Kata-kata itu bagian dari doa.
Namun pimpinan rapat, Jeremias Manek Seran tetap mempersilahkan Romo Yoris membawa doa sebagaimana diminta Bupati. Saat Romo Yoris berdiri kedua kalinya, anggota DPRD Aprianus Hale meminta bicara lagi untuk menguatkan argumentasi dari rekan anggota DPRD, Sypri Temu yang sesama politisi Partai Nasdem.
Aprianus berpendapat, semestinya doa dilakukan sejak awal sidang bukan karena permintaan Bupati Belu. Pendapat dari Sypri Temu dan Aprianus Hale diamini saja oleh pimpinan rapat tapi pimpinan rapat tetap memberikan kesempatan kepada Romo Yoris untuk berdoa.
Sypri Temu dan Aprianus Hale yang awalnya mengsulkan untuk tidak berdoa, akhirnya menggambil posisi berdiri dan ikut berdoa.
Usai berdoa, Bupati Belu melanjutkan pembicaraan dan terlebih dahulu bupati menekankan inti pembicaraan yang akan disampaikan.
Katanya, ia tidak ingin membahas polemik di media sosial yang di posting oknum-oknum yang tidak ada sangkut paut dengan pemerintah.
Bupati bersedia memberikan penjelasan yang berkaitan dengan duduk persoalan terkait mekanisme penyerahan eksavator dan penggunaan eksavator yang dipertanyakan umat Paroki Atapupu selama ini.
“Karena ini meyangkut postingan FB saya tidak akan jawab. Saya bersedia memberikan penjelasan terkait mekanisme penyerahan eksavator dan pemanfaatan eksavator”, tegas Bupati Willy Lay.
Lalu Bupati Belu meminta kepada pimpinan DPRD agar menyampaikan secara garis besar tujuan kedatangan umat Paroki Atapupu sebelumnya di DPRD Belu. Sebab, waktu rapat dengar pendapat di DPRD beberapa waktu lalu, Bupati tidak hadir karena ada urusan pemerintahan yang waktunya bersamaan dengan rapat di DPRD.
Atas permintaan bupati, pimpinan rapat meminta pengurus Dewan Pastoral Paroki Atapupu untuk menyampaikan maksud dan tujuan mereka datang mengadu ke DPRD. Perwakilan pengurus DPP Frans Saik Lopez didampingi Bendahara DPP, Jose Maia menyampaikan dua pertanyaan. Pertama apa benar Romo Maksi telah menerima eksavator tersebut dan menyerahkan kembali ke Pemda Belu. Kedua, apakah sebagai kelompok, mereka hanya boleh punya hak membuat proposal saja sementara hasilnya tidak perlu dicari tahu.
Dari pertanyaan itu, Bupati Belu menjelaskan, Maret 2016 ada raker perikanan dan kelautan tingkat Provinsi NTT di Kabupaten Belu yang dihadiri Dirjen dari Kementerian. Dirjen juga sempat jalan-jalan ke lapangan sampai di Desa Dualaus. Di lokasi ini terjadi diskusi antara bupati dan dirjen. Bupati menyampaikan kolam Susuk yang ada di Dualaus tidak berfungsi optimal karena terjadi pendangkalan.
Simgkat cerita, dari diskusi itu, dirjen dari KKP merespon dan meminta bupati ajukan proposal ke kementerian. Pemerintah melalui dinas mengirim proposal ke KKP. Kementerian menjawab usulan dari dinas dan memberikan satu unit eksavator tipe Komatzu PC 1,30 M 1000.7. Juli 2016, satu unit eksavator tiba di Atambua dan disimpan di Berluli karena Dinas Perikanan tidak memiliki gudang.
Setelah eksavator sudah di Belu, terjadi perubahan regulasi yang intinya pemerintah pusat tidak menghibahkan bantuan kepada pemerintah daerah tetapi harus dihibahkan kepada kelompok. Untuk memenuhi administrasi ini, Bupati Belu mengkomunikasikan dengan Pastor Paroki Atapupu, Romo Maksi Bria, Pr (almarhum) agar membuat proposal dari kelompok nelayan untuk mendapatkan bantuan eksavator.
Dari komunikasi itu, kata Bupati Willy Lay, pemerintah menerima proposal dari kelompok nelayan Atapupu tanggal 17 September 2020. Proposal ditandatangani ketua kelompok Maksimus Aloysius Bria dan Sekeretris Arnol Mantono. Dalam proposal itu, tertuang nama-nama desa yang merupakan daerah sasaran dari pemanfaatan eksavator.
Menurut Bupati Willy Lay, eksavator tersebut sudah diserahterimakan kepada kelompok nelayan dan sudah dipakai untuk mengerjakan pembangunan di sejumlah tempat yang menjadi wilayah sasaran bantuan.
Setelah digunakan terus menerus, eksavator tersebut rusak. Dan terakhir, eksavator rusak saat pekerjaan penggalian material di STM Nenuk. Karena rusak, tenaga teknis yang bekerja di perusahan Willy Lay berupaya memperbaiki. Biaya perbaikan eksavator ini bukan dari dana APBD melainkan bantuan pribadi Bupati Willy Lay karena atas rasa belas kasihan kepada masyarakat yang membutuhkan alat berat. Tak hanya biaya perawatan, tapi juga biaya mobilisasi alat berat dari satu tempat ke tempat yang lain dibantu oleh Bupati Willy Lay.
Sambung Bupati Willy Lay, saat eksavator rusak, ia berkeinginan untuk memperbaiki karena ia memiliki tenaga mekanik khusus alat berat. Biaya perbaikan tidak menggunakan uang negara.
Atas niat baik itu, eksavator yang rusak saat kerja di STM Nenuk dipindahkan ke tempat usaha milik Bupati Willy Lay dengan maksud tenaga mekanik yang berkerja di perusahannya bisa memperbaiki di sela-sela waktu senggang. Keberadaan eksavator di tempat usahanya bukan tindakan penggelapan sebagaimana dituduh oknum-oknum anggota DPRD tetapi sebagai upaya untuk memperbaiki eksavator agar bisa digunakan kembali demi kepentingan masyarakat.
Diakhir penjelasan, Bupati Willy Lay menyayangi sikap pengurus DPP Atapupu yang hadir saat itu karena mengaku kenal dengan bupati hanya saat membutuhkan sesuatu setelah itu tidak saling kenal. Bupati Willy Lay mengatakan demikian karena bantuan tersebut sudah diserahterimakan sejak tahun 2016 silam dan sudah dimanfaatkan masyarakat tapi baru dipersoalkan di momen tertentu di tahun 2020.
Usai Bupati mengakhiri penjelaskan dengan rinci, pimpinan rapat Jeremias Manek membuka diskusi. Anggota DPRD Belu, Benny Manek diberi kesempatan pertama oleh pimpinan rapat untuk berpendapat. Politisi Nasdem ini menerima penjelasan bupati namun juga mengkritisi beberapa hal diantaranya, mekanisme pembuatan proposal dan pemanfaatan barang bantuan bertolak belakang dengan juknis yang ada.
Menurut Benny, seharusnya setelah barang bantuan berupa eksavator itu diserahterimakan kepada kelompok sasaran, bupati tidak lagi mengurusnya. Biarkan dinas teknis yang mengurus. Bupati mengurus tugas-tugas lain yang lebih besar.
Selanjutnya Benny Manek mengajukan pertanyaan kepada bupati apakah sudah mendapat juknis penggunaan bantuan eksavator dari dinas teknis.
Anggota DPRD lainnya, Marten Naibuti berpendapat, permasalahan administrasi eksavator harus diselesaikan secara baik dan DPRD memiliki ruang untuk membahas itu manakala pemerintah salah. Namun, DPRD juga mesti melihat dari sisi niat bupati untuk mendapatkan bantuan tersebut. Sebab, bantuan eksavator tersebut ada di Kabupaten Belu atas proposal Pemda Belu.
Kata Marten, Bupati sudah berjuang untuk mendapatkan bantuan dan bantuan itu dikirim ke Atambua dan sudah dimanfaatkan masyarakat. Hal ini mesti dilihat secara jernih bukan hanya pada kesalahan administrasi.
Gagasan dari Marten Naibuti ini ditanggap langsung anggota DPRD Theodorus Seran Tefa. Pria yang disapa Theo Manek ini tidak melihat niat baik dari Bupati Willy Lay tetapi ia selalu menekankan pada kesalahan administrasi dan pemanfaatan aksavator.
Menurut Theo, eksavator tersebut sudah disalahgunakan oleh pemerintah dan berpotensi terjadi pelanggaran sehingga harus diusut tuntas.
Sampai disini, suasana rapat makin tegang. Anggota DPRD berlomba-lomba meminta bicara. Theo Manek dan Benny Manek yang mendapat kesempatan bicara lebih banyak terus mengkritisi bupati.
Namun bupati tetap tenang dan
berusaha memberikan penjelasan agar semuanya bisa clear. Akan tetapi saat bupati memberikan penjelasan,
Anggota DPRD Belu, Benny Manek menginterupsi pembicaraan bupati karena dinilai tidak menjawabi pertanyaannya.
Saat diinterupsi, Bupati sempat merespons, katanya, dia bersabar dan setia mendengar saat anggota DPRD berbicara. Semestinya, saat ia berbicara, DPRD juga bisa mendengarnya.
Bupati sempat berdiri untuk tinggalkan ruangan rapat karena tidak dihargai anggota DPRD. Lalu situasi itu mampu diredamkan pimpinan rapat, Jeremias Manek, politisi Demokrat.
Dalam suasana ketegangan itu, anggota DPRD Theo Manek kembali meminta bicara sambil berdiri dan mengangkat mikrofon. Pimpinan rapat memberikan kesempatan lagi kepadanya. Saat itu, Theo Manek langsung mengkonfrontir penjelasan Bupati Belu dengan mengajukan dua pertanyaan kepada masyarakat dalam rapat.
Dua pertanyaan itu yakni, apakah kolompok nelayanan memiliki lahan tambak untuk digarap dan pertanyaan kedua, apakah kelompok nelayan pernah menggunakan eksavator bantuan kementerian.
Dua pertanyaan Theo Manek ini langsung dijawab masyarakat. Masyarakat menjawab iya untuk pertanyaan pertama dan menjawab tidak untuk pertanyaan kedua. Setelah mendapat jawaban itu Theo Manek menggembalikan waktu ke pimpinan rapat.
Giliran Marthen Nai Buti kembali berbicara, tampak Theo Manek berdiri dan merespon langsung pernyataan Marthen Naibuti tanpa melalui mekanisme rapat. Seharusnya, setiap pembicaraan melalui pimpinan rapat.
Suasana semakin tegang. Sejumlah anggota DPRD berlomba-lomba meminta bicara ke pimpinan rapat dengan posisi berdiri bahkan sudah saling tunjuk, pukul meja dan berbicara tanpa etika lagi. Beberapa anggota DPRD menilai etika yang dilakukan Theo Manek tidak benar dam terkesan mengadudomba sehingga terjadi cekcok.
Pimpinan rapat berupaya untuk menenangkan anggotanya namun situasi tidak bisa dikendalikan sehingga dengan cepat pimpinan rapat mengetuk palu tanda rapat ditutup.
Setelah rapat ditutup, Bupati Belu, Willybrodus Lay turun dari meja pimpinan dan menuju floor. Wajahnya serius sambil berjalan-jalan dalam ruang rapat menuju ke arah tempat duduk Benny Manek. Bupati Willy Lay mengatakan, dirinya tidak pernah takut. Dia sengaja tidak cepat meninggalkan ruang supaya DPRD juga tahu. Penjabat Sekda Belu dan Pol PP berusaha menenangkan Bupati sambil mengarahkan bupati ke depan pintu utama untuk terus ke mobil.
Tampak beberapa Pol PP dibantu ASN berusaha menenangkan sejumlah anggota DPRD yang sementara bicara keras saat itu.
//delegasi (*/PK)
Belgia adalah negara yang kaya akan budaya dan sejarah, salah satu keindahan destinasi wisata yang…
Delegasi.com - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Rote Ndao kembali mengambil langkah maju dalam penguatan…
Delegasi.com - Bawaslu Kabupaten Kupang langsung menanggapi laporan dugaan Politik Uang yang dilakukan salah satu…
Delegasi.com - Tokoh aktivis perempuan dan lingkungan hidup Nusa Tenggara Timur (NTT), Aleta Baun mengatakan…
Delegasi.com - Insiden mengejutkan terjadi saat kampanye dialogis pasangan calon gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT)…
Delegasi.com - Kelompok Mahasiswa di Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang tergabung dalam…