Hukrim  

Kurang Relevan Lebu Raya jadi Saksi Dalam Perkara NTT Fair Untuk Terdakwa Linda Liudianto

Avatar photo
Mantan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya sebagai saksi dalam persidangan Kasus NTT Fair.//Foto: Istimewa

KUPANG, Delegasi.Com -Tampaknya kurang relevan menghadirkan mantan Gubernur NTT Frans Lebu Raya sebagai saksi dalam perkara tindak pidana korupsi untuk terdakwa Linda Liudianto hanya untuk membuktikan apakah benar aliran dana korupsi NTT Fair itu juga mengalir ke sakunya.

Kehadirannya kurang relevan karena terkait aliran dana NTT Fair yang katanya dinikmati juga oleh Lebu Raya, sudah terbantahkan dan tidak dapat dibuktikan dalam sidang sebelumnya dengan terdakwa Yuli Afra.
Menurut saya, dalam sidang sebelumnya, terdakwa Yuli Afra dan sejumlah saksi ketika itu tidak mampu menujukkan bukti-bukti yang kuat dan meyakinkan tentang keterlibatan Lebu Raya dalam kasus tindak pidana korupsi NTT Fair. Jika faka-fakta persidangan sudah seperti itu, maka untuk apa lagi dia dihadirkan dalam sidang-sidang selanjutnya.
Namun demikian, harus bisa dimaklumi bahwa hal semacam ini merupakan resiko dari sebuah kasus korupsi yang displit atau dipecah menjadi beberapa perkara tindak pidana korupsi. Kalau tidak salah Kasus NTT Fair itu dipecah menjadi perkara atas nama terdakwa Yuli Afra (mantan Kadis PUPR), perkara atas nama terdakwa Hamden Puri (Direktur Utama PT Cipta Eka Puri), dan perkara atas nama terdakwa Linda Liudianto (Kuasa Direktur Utama PT Cipta Eka Puri).
Lagi pula perkara-perkara yang displit itu ditangani oleh tim majelis hakim, tim Jakasa Penuntut Umum (JPU), dan tim pengacara yang komposisinya berbeda-beda. Oleh karena tim penegak hukum yang berbeda-beda itulah, maka tidak bisa dihindari adanya tumpang tindih pertanyaan yang sesungguhnya tidak perlu dikemukakan lagi, baik oleh majelis hakim, JPU maupun pengacara.
Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sama kepada Lebu Raya, yang sesungguhnya sudah dijawab dan tampaknya sudah clear pada persidangan terdahulu, membuat persidangan yang berlangsung siang tadi tidak menampilkan hal-hal baru, melainkan hanya seputar amplob yang berisi sejumlah uang yang katanya diserahkan kepada Lebu Raya. Dan saya perkirakan kondisi yang sama akan terulang kembali pada sidang yang bakal digelar pada hari Kamis besok dengan menghadirkan kembali Lebu Raya sebagai saksi.
Bagi saya, persidangan siang tadi merupakan anti klimaks dari skenerio untuk menjerat Lebu Raya menjadi tersangka. Apa lagi, ketika Majelis Hakim menanyakan apakah JPU punya bukti baru (novum), JPU justru dengan tegas mengatakan pihaknya tidak memiliki bukti baru.
Menurut saya, klimaks dari skenerio ini dan merupakan tantangan terberat bagi Lebu Raya adalah pada saat sidang perkara atas nama Yuli Afra (mantan Kadis PUPR) dan saksi Ben Polomaing (Sekda Provinsi NTT) serta sejumlah saksi yang lain.
Seusai memberikan kesaksian di persidangan siang tadi di Pengadilan Tipikor Kupang, Frans Lebu Raya juga menyatakan keheranannya ketika diberondong dengan pertanyaan-pertanyaan yang sesungguhnya sudah di-clear-kan pada sidang-sidang sebelumnya. “Semua sudah saya jelaskan, tetapi kenapa ditanyakan lagi”, katanya dengan nada tanya, seraya menambahkan, “tapi tidak apa-apa, saya tetap menghormati proses ini dan berharap agar terungkap kebenaran yang sesungguhnya dari kasus ini”.
Lebu Raya kemudian menjelaskan, bahwa dirinya merasa janggal ketika dituding sebagai biang kerok kegagalan proyek NTT Fair yang merugikan keuangan negara milyaran rupiah. “Rasanya sakit sekali ketika dituding adanya dana NTT Fair yang dialirkan kepadanya”, tuturnya dengan nada kecewa.
Menurutnya, publik perlu tahu, bahwa peletakan batu untuk proyek NTT Fair ini berlangsung pada tanggal 30 mei 2018, dan masa jabatannya sebagai guberbur berakhir pada tanggal 16 juli 2018, dan itu artinya rentang waktu antara peletakan batu pertama dengan berakhirnya masa jabatannya sebagai gubernur cuma sisa satu setengah bulan saja. Dengan sisa waktu yang relatif sangat singkat itu, jelas dirinya tidak mungkin mengintervensi agar bisa mendapatkan keuntungan dari proyek yang sesungguhnya sangat didambakan untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah ini, tuturnya.
Mantan gubernur 10 tahun itu justru mempertanyakan, kapan sih sesungguhnya proyek itu menjadi bermasalah, dan kapan dana-dana itu dicairkan. Pertanyaan-pertanyaan ini perlu ditelusuri jawabannya agar menjadi jelas, dan percayalah bahwa dengan power yang sudah tidak ada ketika itu, tidaklah mungkin dirinya mengintervensi untuk mendapatkan keuntungan, tuturnya mengakhiri wawancara.

//Delegasi.Com(hermen jawa)

Komentar ANDA?