Lakmas CW NTT: Usut Tuntas Kasus Penembakan Warga di Belu

Avatar photo
Ilustrasi Pembunuhan // Foto: ISTIMEWA

DELEGASI.COM, EFAMENANU- Lembaga Anti Kekerasan Masyarakat Sipil Cendana Wangi NTT (Lakmas  CW) Nusa Tenggara Timur  meminta usut runtas  kasus penembakan warga oleh Polisis di Kabupaten Belu.

Seperti diketahui, Gerson Yaris Lau tewas ditembak anggota Buser Polres Belu, di Dusun Motamoruk, Desa Tasain, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu, Selasa 27 September 2022, sekitar pukul 09.30 Wita,

Demikian rilis Lakmas CW  NTT yang diterima DELEGASI.COM, Selasa, Rabu 28 September 2022.

Direktur Lakmas Cendana Wangi NTT Viktor Manbait menjelaskan, inseiden penembakan warga sipil di Kabupaten Belu menambah deretan panjang perilaku penegak hukum polisi di negeri ini yang jauh dari sikap profesionalitas dan melindungi hak asasi manusia.

“Penggunaan senjata api itu hanya boleh digunakan bila benar benar diperluka untuk melindungi nyawa manusia,” katanya.

Dia menuturkan, bagi petugas penegak hukum polisi, penggunaan senjata api hnya boleh  digunaka dalam hal menghadapi keadaan yang luar biasa,, membela diri dari ancaman kematian dan atau luka berat , membela orang lain terhadap ancaman kematian dan atau luka berat, mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang, menahan, mencegah atau menghentika orang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa dan menangani situasi yang membahayakan jiwa dimana langkah langkah yang lebih lunak tidak cukup senagaiman diatur dalam pasal 47 ayat (1) dan ayat(2) huruf a- f Perkapolri No 8 /2009 tentang implementasi Prinsip dan standar Hal Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Krpolisiq Negara RI.

Menurutnya dari pemaparan kronologi peristiwa yang disampaikan oleh Kapolres Belu dalam temu persnya, menunjukan dengan terang bahwa tindakan penembakan yang dilakukan oleh anggota polisi itu tidak memenuhi standar penggunaan senjata api oleh petugas senagiaman diatur dalam perkapolri no 8 tahun 2009 diatas.

Dengan kekuatan dua orang anggota polisi yang terlatih dalam mengatasi dan menghadapi pelaku kejaran sebenarnya dengan mudah target dapat dilumpuhkan tanpa menggunakan senjata api.

“Tembakan peringatan yang dilakukan sudah cukup untuk menghentikan target tanpa perlu menarget anggota korban dengan peluru tajam,”

,”Keterangan kapolres yang mengatakan bahwa target hendak di lumpuhkan dengan mengarahkan tembakan ke kaki target, tapi karena target menununduk sehingga terkena bagian mematika dari korban, adalah tindakan yang berlebihan,” tegasnya

Karena jelas jelas dalam perkapolri telah mengatur dengan tegas penggunaan senjata api itu dilakukan untuk melindungi nyawa manusia atau dalam memperhathanakan diri atas serangan yang dilakukan oleh pelaku kejajtan atau tersangka atau dilumpuhkan dalam melindungi nyawa dan keselamatwn orang lain di sekitar.

Menurutnya, apa yang terjadi merupakan tindakan pelanggaran berat, yang melanggar hak asasi korban, sehingga tidak berhenti saja pada pemeriksaan oleh propam untuk tindakan disiplin tetapi patut juga dilihat ada tidaknya kesengjaan menggunakan kekuatan yang berlebihan dengan menggunakan senjata api yang menjurus pada perbautan pidana dan melanggar hak asasi korban.

Penggunaan senjat api oleh anggota buser polres Belu kata Viktor  telah melanggar pasal 8 ayat (1) Perkapolri no 1 / 2009 karena pelaku kejahatan atau pelaku kejahatan atau tersangka tidak memiki kekuatan untuk secara segera menimbulkan luka atau kematian bagi anggota anggota buser tersebut, dan sebenarya dengan dua orang anggota polisi dimana perbandingan kekuatwn satu anggota polisi adalah minimal menghadapi 5 orang penjahat terlatih , para anggota buser itu mesrinya memeiliki alternatif lain untuk melumpuhkan tersangka atau pelaku kejajta yang dikejar namun tidak dulakukan

“Tindakan mencegah larinya target atau pelaku kejahatan dengan penggunaan senjata api dengan menembak berdasarka pasal 8 ayat (1) huruf perkapplri no 1 tahu 2019 HAnYA DAPAT dilakuka apabila pelaku kejahatan atau tersangka mengangancam segera terhadap jiwa anggota polri atau masyarakat,”.

Tindakan mencegah dengan tembakan peringatan tidak bisa serta merta diikuti dengan tindakan melumpuhkan dengan tembakan tetapi mesti ada peringatan dengan ucapan yang jelas dan tegas agar yang bersangkutan berhenti dan diikuti denga waktu jeda yang cukup agar peringatan dipatuhi

Dalam peristiwa penembakan ini dari pemaparwn kapolres belu. Ke media jelas tidak dalam keadaan yang sangat mendesak di mana penundaan waktu diperkirakan dapat mengakibatkan kematian atau luka berat bagi petugas atau orang lain di sekitarnya sehingga tindakan penembakan atas korban melanggar pasal 48 huruf C perkapplri no 8 tahu 2009

Bahwa tindakan penggunaan senjata api oleh pengak hukum polisi dilapangan yang bertengan dengan aturan penggunan senjata api menunjukannjuga lemahnya pengawasan dan pembinaan serta pelatihan yang cukup bagi para petugas pengak hukum dan itu menjadi tanggung jawab kepala Kepolisian setempat dalam hal ini kapolres Belu dan atasan langsung yang bersangkutan Sehinggq dalam peristiwa ini baik kapolres maupun atasan langsung pokisi yang bersangkutan mesti dimintai juga pertanggungjawabannya.

//delegasi(*/tim)

Komentar ANDA?