KUPANG, DELEGASI.COM – Ibunda Petronela J. Dasat tampak begitu gelisah ketika beberapa menit lagi putri tercintanya, Maria Ilona Triestta mendapat giliran menuju ruang ujian untuk mempertahankan Skripsinya di Kampus Universitas San Pedro Kupang pada 5 Desember lalu. Sebentar dia berdiri, lalu melangka mengitari meja ruang tunggu, kemudian duduk kembali, sambil sesekali mencuri pandanganya mengarah pada putrinya yang saat itu kelihatan sangat santai dan tenang di kursinya.
Raut wajah Ibunda Petronela tak bisa membohongi kekuatiranya jika putrinya Maria Ilona Triestta yang bias disapa Ilona tak mampu menjawab pertanyaan dari para dosen pengujinya saat itu. Betapa tidak, Ilona tercatat salah satu Mahasiswi disabilitas di Universitas San Pedro Kupang, Fakutas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Prodi Pendidikan Luar Biasa (PLB).
Namun kegelisahan sang Ibunda, mampu dipatahkan Maria Ilona Triesta dan membalikan ‘testimon’ ibunda tercinta. Dua Dosen Penguji dan seorang Dosen pembimbing memberi predikat nilai tertinggi (93,00) bagi Ilona di antara teman teman se-angkatanya.
Ilona mampu mematahkan anggapan banyak orang yang masih menganggap rendah penyandang disabilitas. Padahal, mereka pun juga bisa berprestasi. Sambil berderai air mata bahagia Ibunda Petronela merangkul dan mengucapkan selamat kepada putrinya itu.
Dilansir majalah cakrawala ntt, Ilona. mempertahankan skripsinya dengan judul, “Meningkatkan Kemampuan Membuat Kalimat Sederhana (SPOK) dengan Menggunakan Kartu Kata pada Siswa Kelas IV Tunarungu SDLBN Pembina Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur”. Dengan menggerakkan tangan sambil bicara semampunya, putri pasangan Bpk. Marsel Robot dan Ibu Petronela J. Dasar ini, mampu menjelaskan jawaban yang sudah dibuatnya dalam bentuk ketikan. Sesekali dosen pembimbingnya, Nelci Therik, S.Pd., M.Pd., membantu menjelaskan lebih lanjut maksud jawaban Ilona.
Ilona, gadis tunarungu pertama yang mempertahankan skripsinya di kampus tersebut. Keterbatasan pendengaran tidak menjadi penghalang baginya untuk menyelesaikan seluruh proses di lembaga pendidikan tersebut. Hingga akhirnya ia tergabung dalam 15 orang yang maju dalam Ujian Skripsi Prodi Pendidikan Luar Biasa (PLB) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas San Pedro Kupang.
“Ilona mengambil media gambar, karena telinga anak tunarungu sudah pindah ke mata. Anak tunarungu mendengar dengan mata. Menulis skripsi tentu sulit. Tapi saya senang bisa membantu anak tunarungu di SDLB Asuhan Kasih menyusun kalimat sederhana,” begitu pesan singkat Ilona terkait pencapaiannya.
Ilona menyelesaikan skripsi di bawah asuhan Pembimbing 1, Nelci Therik, S.Pd., M.Pd., dan Pembimbing 2, Theodorus Mario De Robert, S.Pd., M.Pd. Ia mempertahankan skripsi tersebut di depan Penguji 1, Alexius Andiwatif, S.Fil., M.Si., dan Penguji 2, Drs. Vinsensius Wangge, M.Pd., dengan Moderator, Ot Bil Wilson Selan, S.Psi., M.Si.
Hasil penelitian Ilona membuktikan bahwa ada peningkatan kemampuan menyusun kalimat sederhana siswa SDLBN Asuhan Kasih Kota Kupang dengan menggunakan kartu kata. Selain itu penggunaan kartu kata juga meningkatkan antusiasme siswa, perhatian dan keaktifan siswa di kelas. Atas dasar kesimpulan ini, dua pokok diajukan oleh Ilona sebagai saran yakni (1) Guru kelas SDLBN Pembina Kota Kupang dapat menggunakan kartu kata sebagai salah satu media untuk meningkatkan kemampuan menyusun kalimat sederhana. Karena selain meningkatkan kualitas pembelajaran, kartu kata juga direkomendasikan untuk membantu guru dalam menumbuhkan kegembiraan dan kesenangan pada siswa serta mampu memotivasi siswa dalam belajar; (2) Penelitian selanjutnya sangat direkomendasikan guna menemukan media lain yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa SDLBN.
Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa Universitas San Pedro sekaligus pembimbing Ilona, Nelci Therik, S.Pd., M.Pd., mengungkapkan bahwa anak disabilitas sebenarnya mempunyai potensi besar di dalam dirinya termasuk potensi untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi, namun masih banyak yang tidak percaya diri dan tidak didukung oleh lingkungan. Keberhasilan Ilona membuktikan bahwa anak disabilitas bisa, asal didukung secara penuh dengan berbagai metode serta pendekatan yang sesuai.
“Mereka punya semangat kuliah tapi rata-rata tidak percaya diri terus lingkungan tidak mendukung. Bersyukurnya orang tua Ilona adalah orang tua yang hebat, walaupun anaknya punya keterbatasan tapi didorong untuk kuliah. Jadi ini membuktikan bahwa teman-teman disabilitas memiliki potensi yang besar untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi.
Mungkin di NTT belum terlalu terlihat tapi saya kuliah di Bandung, dosen saya itu tunanetra, doktor. Di daerah Jawa perkembangan pendidikan khusus itu sangar besar.
Itu yang saya sayangkan kenapa di NTT tidak begitu padahal itu program pemerintah. Ada SLB banyak di Kupang. Ke depannya, kalau lihat anak berkebutuhan khusus kalau di masyarakat, jangan dianggap sepele, mereka pasti punya potensi. Jadi kita bangun lingkungan yang mendukung mereka,” ungkap Nelci.
Terkait proses pembelajaran dan bimbingan akhir terhadap Ilona, Nelci mengakui bahwa terdapat kendala dalam komunikasi awal namun dengan proses penyesuaian akhirnya membuahkan hasil. Anak berkebutuhan khusus, ungkapnya, membutuhkan proses pengulangan dalam belajarnya.
“Ilona merupakan angkatan perdana di prodi PLB, semuanya berjumlah 15 orang. Ilona satu-satunya yang memiliki hambatan pendengaran. Nah, di sini kerja sama dengan orang tua penting sekali. Supaya apa yang dijelaskan, dibimbing lagi oleh orang tua. Peran mamanya. Jadi, saya tulis, saya rekam, pulang diulang lagi di rumah. Karena hambatan mendengar, informasi yang sampai tidak bisa hanya satu kali. Kosa kata terbatas. Apalagi menulis karya ilmiah, perkara yang lebih sulit. Kosa kata dalam bahasa isyarat juga sangat terbatas. Tidak semua kata dalam karya ilmiah ini ada dalam bahasa isyarat. Hanya bahasa sehari-hari. Jadi kita butuh pengulangan obseravasi itu apa, wawancara itu apa, jadi harus diulang,” jelasnya.
Di mata orang tuanya, keberhasilan Ilona merupakan sebuah kebanggaan yang mengharukan. Awalnya memang ada keraguan namun akhirnya ada pula keharuan. Karena itu, ungkapan terima kasih disampaikan kepada Universitas San Pedro yang telah menunjukkan kepeduliannya kepada anak-anak disabilitas.
“Keberhasilan Ilona sesungguhnya suatu kebanggaan yang mengharukan. Kami menghantar ke ruang ujian dengan penuh keraguan, dan pulang, penuh keharuan. Hemat saya, keberhasilan ini juga gugatan bahwa anak berkebutuhan khusus bisa menikmati pendidikan dan mempunyai masa depan. Mereka sering hidup dalam lingkungan sosial meminggirkan mereka. Seakan anak disabilitas tidak dapat meraih bulan di atas sana. Saya mengucapkan terima kasih kepada Universitas San Pedro yang membuka program studi ini.
San Pedro sangat peduli dengan guru dan calon anak disabilitas. Ribuan anak disabilitas terlantar dan tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Sekadar mengutip motto Ilona dalam skripsinya, keterbatasan adalah kelebihan yang dititipkan Tuhan kepadaku,” ungkap sang ayah, Marsel Robot, kepada majalah cakrawala ntt.
//delegasi (*/hermen jawa)
Bayangkan rumah yang bukan sekadar tempat tinggal, tetapi sebuah karya seni fungsional. Rumah minimalis modern,…
Bayangkan rumah mungil yang nyaman, di mana setiap sudutnya dirancang dengan cermat untuk memaksimalkan ruang…
Bayangkan sebuah rumah, bersih, lapang, dan menenangkan. Bukan sekadar tren, desain minimalis didasarkan pada prinsip-prinsip…
Bayangkan rumah yang bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga perwujudan harmoni antara manusia dan alam.…
Bayangkan sebuah hunian yang memadukan kesederhanaan minimalis dengan aura industri yang kokoh. Rumah minimalis dengan…
Rumah, tempat bernaung dan beristirahat, tak hanya sekadar bangunan. Ia adalah refleksi diri, sebuah ekosistem…