JAKARTA, FELEGASI.COM – Pembangunan proyek Taman Nasional Komodo rupanya juga berdampak pada masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Mereka direnggut kebebasannya.
Pegiat konservasi, Doni Parera, menjelaskan dampak pembangunan proyek di TN Komodo di Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah dirasakan masyarakat. Ia menyebut ada ketidakadilan dari proyek ini.
“Ada ketidakadilan di sana. Masyarakat Kampung Komodo jumlahnya ada 2.000-an jiwa. Hidup berjejalan dalam lahan 17 hektar. Berani merambah lebih dari itu, berhadapan dengan hukum,” katanya dalam webinar TN Komodo dalam Bahaya, Kamis (5/8/2021),dilansir detikNews.com
“Sementara datang pengusaha bermodal surat izin, dikasih konsesi puluhan tahun untuk menggarap ratusan hektar. Keadilan itu dimana?” dia bertanya.
Menurut Doni, selama ini masyarakat komodo telah menjadi agen konservasi bagi komodo. Terbukti, komodo dapat hidup hingga jutaan tahun karena habitat mereka tidak diusik aktivitas manusia.
“Pertama mereka serahkan lahan itu untuk menjadi taman nasional tanpa ganti rugi sedikitpun. Kemudian dengan kearifan lokal mereka, mereka menjaga komodo ini. Siang malam, 24 jam, dianggap sebagai saudara mereka sendiri,” tuturnya.
Doni juga mempertanyakan alasan pemerintah harus menyerahkan TN Komodo untuk dibangun investor. Menurutnya, investor hanya berorientasi pada uang dan tidak peduli pada kelangsungan komodo dan masyarakat lokal di sana.
“Kenapa pemerintah tidak memberdayakan mereka lewat koperasi untuk mengelola wilayah itu? Kenapa dikasih ke pemodal yang jelas rakus dan hanya mau mengambil keuntungan? Kalau komodo hilang, ya selesai urusan dia. Dia kembali ke Jakarta, kita di sini ditinggalkan,” ujarnya.
Pendapat yang sama juga diutarakan Direktur WALHI Nasional Nurhidayati. Jika melihat dari sejarah, penghuni awal Pulau Komodo atau yang disebut Ata Modo itu sudah banyak berkorban tapi justru menjadi korban dari pembangunan proyek tersebut.
“Masyarakat Ata Modo ini kan sudah banyak berkorban. Penetapan wilayah adat mereka yang sudah mereka diami selama turun-temurun ini menjadi satu kawasan taman nasional, itu sebenarnya merupakan pengorbanan yang luar biasa,” kata dia.
“Masyarakat di sana sebenarnya sangat berkorban. Mereka memberikan kebebasannya untuk bergerak dan beraktivitas di wilayah mereka,” ujarnya.
Terkait dengan rekomendasi UNESCO untuk menghentikan proyek pembangunan infrastruktur di Taman Nasional Komodo, Nurhidayati berharap pemerintah dapat mengikuti anjuran tersebut. Ia juga ingin agar pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat Ata Modo dalam membuat keputusan.
“Aspirasi harus dihormati dan jangan sampai AMDAL baru hanya menjadi justifikasi dari keberlanjutan proyek yang sebenarnya sudah ditolak secara luas oleh masyarakat sejak awal,” kata dia.
// delegasi(*/detikNews)
Bayangkan rumah yang bukan sekadar tempat tinggal, tetapi sebuah karya seni fungsional. Rumah minimalis modern,…
Bayangkan rumah mungil yang nyaman, di mana setiap sudutnya dirancang dengan cermat untuk memaksimalkan ruang…
Bayangkan sebuah rumah, bersih, lapang, dan menenangkan. Bukan sekadar tren, desain minimalis didasarkan pada prinsip-prinsip…
Bayangkan rumah yang bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga perwujudan harmoni antara manusia dan alam.…
Bayangkan sebuah hunian yang memadukan kesederhanaan minimalis dengan aura industri yang kokoh. Rumah minimalis dengan…
Rumah, tempat bernaung dan beristirahat, tak hanya sekadar bangunan. Ia adalah refleksi diri, sebuah ekosistem…