“Sebagai mahasiswa, jangan cepat puas dan jangan cepat putus asa dalam belajar,” pesan Jonan, seperti diberitakan BeritaSatu.Com, Minggu(12/5/2019). Ia mengimbau para mahasiswa untuk mempersiapkan diri dengan baik agar kelak menjadi manusia yang berguna bagi manusia lain. Setiap mahasiswa harus punya semangat untuk membangun bangsa.
Indonesia, kata Menteri ESDM, adalah negara kesatuan. Pemerintah kini tengah berusaha untuk memperkuat tali persatuan bangsa. Karena, bangsa ini sangat pluralistis dalam suku, ras, agama, bahasa, dan budaya. Tali persatuan itu adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang hingga Marauke, Mangias sampai Rote.
Untuk mewujudkan keadilan sosial itu, pemerintah mewujudkan BBM satu harga yang pada Jumat (10/5/2019) sudah mencapai 133 titik. Kecamatan Poco Ranaka adalah titik ke-132 dan pada hari yang sama ada peresmian titik ke-133 BBM satu harga di Maybart, Papua Barat. Sedangkan, di bidang kelistrikan, pemerintah terus berusaha agar setiap rumah tangga mendapat penerangan listrik.
Menurut Jonan, banyak orang tidak tahan menghadapi kenyataan. Begitu gagal, mereka putus asa. “Bagi yang gagal dan menderita, yakinlah bahwa Tuhan sudah memberikan jalan bagi setiap orang. Tuhan tak pernah memberi beban melebihi kemampuan manusia,” papar Jonan.
“Saya tak mau berkhotbah, ya. Untuk melihat apa yang sudah dikerjakan pemerintah, simaklah video berikut,” ujar Menteri. Video berdurasi lima menit itu menjelaskan semua capaian pemerintah di bidang energi, terutama dalam mewujudkan keadilan sosial.
Dalam keterbatasan waktu, Menteri Jonan melayani dua pertanyaan mahasiswa. Dua mahasiswa secara begiliran maju ke depan untuk bertanya. Dua pertanyaan yang diajukan adalah isu lokal. Tidak ada pertanyaan tentang kebijakan pemerintah di bidang ESDM yang menjadi tugas pokok Menteri Ignasius Jonan.
Mahasiswa meminta pandangan Menteri soal hibah 2 ha lebih tanah Pemda Manggarai di Kecamatan Reo kepada Pertamina. “Pertamina kan perusahaan yang bermotif profit. Kenapa pemda harus menghibahkan tanah itu kepada perusahaan untung. Mengapa bukan jual-beli?” tanya mahasiswa.
Atas permintaan Menteri Jonan, Dirut Pertamina Nicke Widyawati yang ikut dalam rombongan untuk menjawab pertanyaan tentang isu lokal itu. Lahan itu sudah dipakai Pertamina lebih dari 40 tahun. Karena sudah menjadi pusat kegiatan Pertamina untuk melayani rakyat Manggarai, Bupati Manggarai Kamelus Deno menghibahkan lahan itu kepada Pertamina. Meski ditentang DPR dan sejumlah ormas, Deno tetap pada keputusannya.
Menurut Nicke, tak ada masalah Pertamina dengan lahan hibah itu, karena pemda yang menghibah, Pertamina menerima. Tetapi, kalau harus ada ganti rugi, Pertamina pun siap. Di mana pun beroperasi, Pertamina selalu mengedepankan kepentingan rakyat. “Demi rakyat, Pertamina bukan ganti rugi, tetapi ganti untung,” ujar Dirut Pertamina.
Ketua STKIP St Paulus Ruteng Romo Yohanes S Lon meminta Pertamina untuk menyisihkan sebagian dana corporate social responsibility (CSR) untuk membangun STKIP. Merespons permintaan Ketua STKIP itu, Wakil Gubernur NTT Yosef Nae Soy mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti permintaan itu. Ia yakin, Pertamina dan BUMN lainnya memberikan perhatian terhadap pendidikan di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal, seperti NTT, dengan menyisihkan sebagian dana CSR.
Menteri ESDM dan rombongan mampir ke STKIP sekitar pukul 16.00 Witeng. Sebelum pukul 17.00, rombongan sudah harus tiba di penginapan, Spring Hills, guna memberikan kesempatan kepada anggota rombongan yang berbuka puasa. “Sampai di sini dulu, ya. Sampai jumpa,” ujar Jonan.
Saat ini terdapat 3.000 mahasiswa dan 100 dosen di STKIP. Sebagian mahasiswa berasal dari keluarga tidak mampu. Kondisi ini menyebabkan sekolah ini selalu dirundung kesulitan pembiayaan.
Terletak di Jala Ahmad Yani, STKIP adalah perguruan tinggi swasta tertua di Kabupaten Manggarai, NTT. Didirikan pada 1959 sebagai tempat pendidikan untuk mencetak guru agama Katolik, lembaga ini berubah menjadi Akademi Pendidikan Katekis (APK) Santu Paulus Ruteng pada 1969. Alumnus APK mendominasi guru agama Katolik di NTT. Sebagian dari mereka melanjutkan pendidikan menjadi imam.
Pada 1986, status APK ditingkatkan menjadi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Katekis Santu Paulus Ruteng. Lembaga ini tidak lagi mengkhususkan diri pada pendidikan calon guru agama Katolik.
STKIP St Paulus Ruteng kini menyelenggarakan enam program studi yang sudah terakreditasi, yakni Pendidikan Teologi, Pendidikan Bahasa Inggris, Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Pendidikan Matematika, Pendidikan Guru PAUD, dan Pendidikan Bahasa Indonesia. Selain itu, Yayasan St Paulus Ruteng juga mengelola Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES).
Saat ini, pihak Yayasan sedang menunggu izin status universitas yang menyatukan STKIP dan STIKES menjadi Universitas Katolik Indonesia (UKI) St Paulus Ruteng. Kampus yang terletak di daerah dingin ini berpotensi menjadi universitas swasta terbesar di NTT.
//delegasi(Beritasatu.com/hermen)