Categories: OPINI

Nduga, Enembe, Yairus, dan Wentius

“Saya dan tentu juga banyak orang, terutama warga masyarakat Papua dan Nduga bisa memastikan bahwa ketiga paitua di atas: Enembe, Yairus, dan Nemiangge adalah orang yang pasti dibikin kepala sakit menyusul insiden kekerasan yang melanda Nduga”

Ansel Deri

 

NDUGA. Nama ini belakangan melangit. Tak hanya di seluruh pelosok tanah Papua.

Namun juga Indonesia bahkan di setiap sudut bumi. Nama ini melambung bukan karena keindahan Taman Nasional Lorentz, taman nasional terbesar di Asia Tenggara dengan luas 2,4 juta hektar, yang mengelilingi sebagian besar Kabupaten Nduga.

Namun, nama itu masuk hingga Istana Presiden di Medan Merdeka, Jakarta menyusul kekerasan yang melanda kabupaten seluas 2.168,00 dan berpenduduk sebesar 106.354 jiwa itu sejak akhir Desember 2018 hingga saat ini.

Apakah kekerasan demi kekerasan yang melanda Nduga itu membuat Lukas Enembe, Gubernur Papua tenang? Sedang Nduga adalah salah satu kabupaten di provinsi yang juga menjadi bagian dari tanggungjawab Enembe?

Berikut Bupati Yairus Gwijangge maupun Wakil Bupati Wentius Nemiangge akan tidur tenang di honai (rumah) mereka di tengah kecemasan dan rasa damai dorang punya masyarakat di lembah dan gunung di tengah kepungan alam yang sulit dan jauh dari jangkauan dunia luar?

Saya dan tentu juga banyak orang, terutama warga masyarakat Papua dan Nduga bisa memastikan bahwa ketiga paitua di atas: Enembe, Yairus, dan Nemiangge adalah orang yang pasti dibikin kepala sakit menyusul insiden kekerasan yang melanda Nduga.

Enembe saya ketemu beberapa kali tatkala ia menjabat Bupati Puncak, Papua. Satu dua kali juga masih sempat ketemu setelah ia menjabat Gubernur Papua periode pertama. Enembe seorang pemimpin daerah yang bersahaja. Ia dikenal sebagai representasi kehadiran anak muda pegunungan di kancah politik lokal di tanah Papua. Relasi yang dimiliki baik di tingkat lokal hingga nasional membuat Enembe tak sekadar seorang pemimpin yang diterima semua elemen di tanah Papua. Lebih dari itu, Enembe adalah anak koteka, yang sangat dihormati.

Ia piawai menjadi juru damai tatkala konflik terjadi di wilayahnya.

Ia menunjukkan diri sebagai ondofoa, kepala suku besar, bagi seluruh masyarakat adat di Papua, baik di pantai hingga gunung. “Kalau ada soal atau konflik maka sekali saja Pace Lukas buang suara (bicara) orang akan dengar dan berdamai sebagai saudara dari honai yang sama. Sebagai anak adat, Lukas punya kemampuan menyatukan semua pihak yang berkonflik di Papua,” kata Diaz Gwijangge, anggota DPR periode 2009-2014 dan putra asli Nduga kelahiran Mapnduma, saat berdua ngobrol sekilas soal kekerasan di Nduga belakangan.

Sedang Yairus Gwijangge dan Wentius Nemiangge? Orang nomor satu dan dua Kabupaten Nduga ini tak pernah bertemu muka langsung. Yairus beberapa kali bertemu saat masih membantu rekan Diaz sebagai salah satu staf di DPR. Yairus tipikal pemimpin lokal yang bekerja dengan totalitas pengabdian. Barangkali ia menyadari Nduga masih perlu dibangun dengan kemampuan keuangan daerah baik melalui APBD II maupun APBD I & APBN setelah sekian tahun terpenjara dalam ketertinggalan. Bersama wakilnya, Wentias Nemiangge, kedua pemimpin asli Nduga itu bertaruh tekad memajukan masyarakat dan daerah agar perlahan-lahan maju selangkah dalam pawai pembangunan. Namun, apakah tekad itu serta merta berjalan mulus, ini merupakan tantangan tersendiri bagi Yairus dan Wentius.

Markus Haluk, seorang putra asli Papua lulusan Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur, Jayapura, punya catatan tersendiri tentang Nduga. Kehidupan orang-orang suku Nduga tak banyak diketahui masyarakat luas. Bahkan orang-orang yang mendalami persoalan Papua. Nama Nduga melangit sebagai sebuah wilayah karena konflik yang berlangsung saban waktu. Karena itu tentu penting juga mengurai tentang kehidupan sosial suku-suku di Nduga. Secara tradisional, orang-orang suku Nduga berada di wilayah yang berbatasan langsung dengan suku-suku lain. Misalnya, utara dengan suku Hubula, barat dengan suku Lanny, selatan dengan suku Amungme, dan timur dengan suku Ngalik.

Orang Nduga punya karakter sedikit berbeda dari suku-suku lain. Mereka misalnya menerima mentah-mentah apa kata ap nggok atau ap nagawan (pemimpin). Kalau ap nggok atau ap nagawan bicara, mereka mengolah kemudian mengikuti atau melaksanakan perintah itu. Dalam suku Nduga setiap ori (perkampungan klen/sub suku) punya masing-masing pemimpin sub suku ini yang disebut apnoe dan ap nggok dan panglima perang yaitu wimbo atau ndugur. Seorang pemimpin adalah seseorang yang memiliki daya tarik, pandai bicara, dan mampu memimpin perang. Seorang ap nggok tidak dapat diganti. Jika ia bertingkah buruk, maka rakyat tidak akan mematuhinya. Ap nggok menentukan peperangan dan mengatur upacara penobatan (liwitmbaruge). Ia pun termasuk orang kaya yang memiliki banyak babi dan kerang. Ia membayar keluarga yang anggotanya gugur dalam perang dengan memakai babi, kampak batu, dan kerang-kerangan.

Wimbo dalam suku Nduga adalah seorang panglima perang. Tugas utama wimbo yaitu memilih kwalmbo, seorang prajurit yang punya mental kuat terhadap musuh dan punya kaki yang kekar. Ia mengatur strategi dan memimpin perang dari depan, tengah, dan belakang. Kwalmbo bertanggungjawab terhadap penyembuhan dan memimpin upacara adat yang berkaitan dengan peristiwa penyembuhan. Juga upacara pembukaan kebun baru atau upacara panenan. Saat upacara panen, kwalembo mengucapkan kata-kata suci (wusama) kepada noken-noken yang penuh berisi ubi.

Masyarakat Nduga dibedakan atas tiga bagian. Mereka yang berdiam di daerah panas seperti di Mapnduma; daerah pertengahan seperti di Mbua; dan daerah dingin seperti di Yigi. Secara turun temurun, orang Nduga punya ritual dalam relasi dengan Sang Ilahi. Mereka sangat menjaga relasi yang harmonis antara alam dan lingkungan dengan manusia. Relasi ini begitu penting bagi masyarakat Nduga. Penyebaran Injil di wilayah Nduga tahun 1960-an dilakukan orang asli Nduga. Para pwnginjil atau misionaris asing hadir kemudian membangun rumah ibadat bersama penginjil lokal baik dari suku Nduga, Lanny, Mee, dan dari wilayah pesisir.

Nduga merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari induknya, Kabupaten Jayawijaya. Pada 4 Januari 2008, Nduga resmi berdiri sebagai kabupaten baru berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2008. Kabupaten Nduga resmi berdiri bersama-sama dengan Kabupaten Lani Jaya, Yalimo, Mambramo Tengah, dan Dogiyai. Prosesi pengresmian kabupaten-kabupaten ini dilakukan Menteri Dalam Negeri Mardiyanto pada 21 Juni 2008. Pada Pilbup 2011, Yairus Gwijangge, putra asli Nduga dipercaya rakyatnya menjadi bupati. Yairus terpilih kembali pada periode kedua tahun 2018 bersama dengan wakilnya, Wentius Nemiangge. Nama Wentius kini juga tak kalah menarik. Di depan warganya di Nduga ia menyatakan “lempar handuk” dari jabatan wakil bupati terkait kekerasan yang melanda warganya.

Saat ini, Nduga memiliki 32 distrik (kecamatan) dan 248 kampung (desa) dengan luas wilayah 2.168,00 km persegi dan jumlah penduduk sebanyak 2.168.354 jiwa. Yigi dan Mbua adalah dua distrik bertetangga. Setahun belakangan, Nduga menjadi sorotan menyusul konflik kekerasan. Akibatnya, banyak warga keluar dan mengungsi ke wilayah lain di Palua. Natal 2019 adalah momen paling buruk bagi sebagian warga Nduga yang mayoritas umat Kristiani merayakan Natal, hari raya keagamaan umat Kristiani. Tak hanya Presiden Jokowi dibuat sibuk. Para menteri pun disita waktu dan tenaganya; memalingkan wajah ke Nduga guna mencari alternatif solusi sebelum warga Nduga terjerembab dalam ketidakpastian.

Pada Jum’at (27/12 2019) digelar rapat bersama di kantor Mahfud MD, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM (Menko Polhukam) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Pesertanya antara lain sejumlah menteri, jajaran TNI, Polri dan instansi lainnya. Rapat berakhir pukul 15.20 WIB. Apa agendanya? “Soal keamanan negara, ada Papuanya juga. Enggak ada kesimpulan, ini kan rapat koordinasi biasa saja,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate.

Dalam pertemuan tersebut, selain Johnny, tampak hadir juga Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi; Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto; Wakil Kepala BIN, Teddy Lakshmana; dan Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardani. Berikut Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Ari Dono; Wakil Menteri Pertahanan, Sakti Wahyu Trenggono; Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Bahtiar; dan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian.

Namun, saya masih percaya tiga pemimpin lokal di atas: Lukas Enembe, Yairus Gwijangge, dan Wentius Nemiangge. Mereka tentu dengan caranya ikut mencari jalan keluar yang efektif. Ala Nduga & Papua, tentunya. Mereka bertiga adalah juru selamat yang sama-sama datang dari atas ketinggian honai di tanah Papua. Pace dorang tiga selaku pemimpin tentu tara kosong dalam mengambil langkah. Hormat dibri. Tete Manis sayang tong semua. Wa wa wa…….

Jakarta, 30 Desember 2019.
Ansel Deri Pernah ke Jayapura & Timika
Sumber foto: google.co.id

Komentar ANDA?

Penulis Delegasi

Recent Posts

Keindahan Patershol, Ghent

Belgia, negara kecil di jantung Eropa, terkenal dengan keindahan arsitektur, budaya, dan kulinernya. Salah satu…

5 jam ago

Keindahan Manneken Pis Brussels

Belgia adalah negara yang kaya akan budaya dan sejarah, salah satu keindahan destinasi wisata yang…

3 hari ago

Dinas Perpustakaan Rote Ndao Gelar Pelatihan untuk Inovasi dan Meningkatkan Ekonomi

Delegasi.com - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Rote Ndao kembali mengambil langkah maju dalam penguatan…

2 minggu ago

Usut Dugaan Politik Uang, Bawaslu Kabupaten Kupang Siap Bentuk Dua Tim Investigasi

Delegasi.com - Bawaslu Kabupaten Kupang langsung menanggapi laporan dugaan Politik Uang yang dilakukan salah satu…

2 minggu ago

Tokoh Perempuan Aleta Baun Nyatakan Dukungan Untuk Paket SIAGA

Delegasi.com - Tokoh aktivis perempuan dan lingkungan hidup Nusa Tenggara Timur (NTT), Aleta Baun mengatakan…

2 minggu ago

Warga Sarotari Tengah Pingsan Saat Kampanye Dialogis Bersama Ibu Asty Lakalena

Delegasi.com - Insiden mengejutkan terjadi saat kampanye dialogis pasangan calon gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT)…

2 minggu ago