JAKARTA,DELEGASI.COM-Penonaktifan Paulus Sinakai Saba, S.Sos, MS.i dari jabatan Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur sejak Kamis, 10 September 2020, mengundang reaksi atau tanggapan luas berbagai elemen masyarakat.
“Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lembata non-job Sinakai Saba mempunyai hak menuntut dan memperoleh keadilan. Apa yang dialami bukan saja merusak reputasi seseorang aparatur sipil negara dan anggota Korpri. Beliau telah mengikuti lelang jabatan sesuai golongan kepangkatan dan kompetensi sehingga ditunjuk sebagai Sekretaris Dinas tersebut,” ujar Petrus Bala Pattyona, SH, MH, praktisi hukum nasional asal Lembata dalam keterangan tertulis yang diterima media di Jakarta, Senin, (21/9 2020).
Menurut Bala Pattyona, Sinakai juga telah mengikuti tahapan lelang jabatan panitia seleksi dan pertimbangan Baperjakat sehingga ditunjuk menempati posisi sebagai Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lembata. Namun, hanya berselang sebulan lebih, ia dinonjobkan dari jabatan itu. Sinakai dikembalikan sebagai staf biasa di bawah staf ahli Bupati Lembata, posisi lamanya.
Namun, sejumlah informasi dari Sekretariat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lembata, pada Senin, 7 September 2020 pagi, Sinakai memimpin apel bendera bersama staf yang dimulai pukul 08.00 WITA, tiba-tiba dihentikan Kepala Dinas Apolonaris Mayan, S.Pd yang baru tiba kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lembata.
Apol melakukan kunjungan kerja ke Jakarta dan baru tiba di Lewoleba pada Sabtu (5/9) tanpa diketahui. Kunjungan kerja ke luar daerah juga kabarnya tak diberitahukan kapan sang kadis kembali ke Lembata dari perjalanan dinas ke luar daerah. Oleh karena tak mendapat informasi dari staf, Sinakai selaku pelaksana harian memimpin rapat pada Senin (7/9). Namun, tatkala Sinakai belum selesai membacakan sila ke-5 Pancasila, Apol berang dan menyampaikan kepada Sinakai bahwa “tak ada matahari kembar“ di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lembata.
“Tindakan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lembata terhadap Sekretaris Dinas Paul Sinakai itu tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Berani sekali Kepala Dinas menghentikan pembacaan teks Pancasila. Padahal, sejak SD di setiap upacara teks Pancasila selalu dibacakan. Pancasila itu salah satu dari Empat Pilar Kebangsaan Indonesia selain UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Langkah Kadis Apol Mayan ini telah mencerminkan arogansi kekuasaan dan tindakan sewenang-wenang,” kata Bala Pattyona.
Tengah Disidik
Menurutnya, aksi Kepala Dinas Apol atas Sekretaris Dinas Sinakai diduga karena Kadis mungkin merasa alergi dengan posisi Sinakai ditempatkan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lembata. Pasalnya, dinas tersebut saat ini dibelit berbagai kasus dan sedang disidik pihak berwajib dalam kasus proyek mangkrak Awololong. Karena itu, ujar Bala Pattyona, langkah Bupati Lembata menonjobkan Sinakai dari jabatan yang berusia sebulan itu juga mencerminkan kesewenangan.
Oleh karena itu, ujar Bala Pattyona, Sinakai Saba bisa mengambil langkah hukum dengan mengajukan gugatan ke PTUN Kupang. Apalagi setelah non job, diikuti dengan langkah menarik semua fasilitas bersangkutan dari jabatannya.
“Saya mendengar motor dinas pun langsung ditahan sehingga Sekretaris Dinas kembali ke rumahnya naik gojek. Sungguh tragis. Selain mempermalukan pejabat dan keluarga, terkesan pejabat tersebut seolah penjahat besar yang harus diperlakukan sedemikian rupa,” kecam Bala Pattyona.
Menurut Pattyona, sikap Kadis Apol Mayan atas Sekretaris Dinas Saba saat apel bendera diduga merupakan bentuk frustasi karena Kadis telah diperiksa bolak balik dalam berbagai dugaan proyek mangkrak. “Saya menduga Sekretaris Dinas tidak bisa dijinakkan atau dianggap berbahaya oleh Kadis. Saya mendengar Kadis ini sudah pernah menjinakkan sekelompok aktivis di Kupang dalam kaitan kasus proyek mangkrak Awololong yang diduga merugikan daerah miliaran rupiah,” tandas Pattyona.
Pattyona menilai, keputusan pemberhentian Saba Paul dari jabatan Sekretaris Dinas sudah final, konkret dan invidual sehingga telah memenuhi Pasal 1 UU No. 5 tahun 1986 yang telah diubah dengan UU No. 9 tahun 2004 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Bala mengatakan, Saba Paul masih memiliki waktu 90 hari sejak dinonjobkan untuk mempersoalkan keputusan itu dengan menguji di PTUN. Pengujian ini menilai apakah pemberhentian ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apakah keputusan itu telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikan kewenangan tersebut, atau keputusan itu seharusnya tidak dikeluarkan setelah mempertimbangkan semua kepentingan atau semua pihak yang terlibat dalam upacara apel bendera.
“Mungkin ini satu-nya kasus di Indonesia seseorang ASN diberhentikan karena memimpin upacara bendera dengan segala urutan acara termasuk pembacaan teks Pancasila. Sunakai Saba bisa mengadukan juga ke Badan Pertimbangan Kepegawaian untuk mencari keadilan. Pasalnya, inisiatif memimpin upacara bendera berikut pembacaan teks Pancasila merupakan wewenang Sekretaris Dinas manakala Kadisnya tidak ada di tempat,” ujar Bala Pattyona.
//delegasi(*/tim)
Belgia adalah negara yang kaya akan budaya dan sejarah, salah satu keindahan destinasi wisata yang…
Delegasi.com - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Rote Ndao kembali mengambil langkah maju dalam penguatan…
Delegasi.com - Bawaslu Kabupaten Kupang langsung menanggapi laporan dugaan Politik Uang yang dilakukan salah satu…
Delegasi.com - Tokoh aktivis perempuan dan lingkungan hidup Nusa Tenggara Timur (NTT), Aleta Baun mengatakan…
Delegasi.com - Insiden mengejutkan terjadi saat kampanye dialogis pasangan calon gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT)…
Delegasi.com - Kelompok Mahasiswa di Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang tergabung dalam…