Hukrim  

Satker Jalan Nasional IV NTT dan PT. Agogo Diadukan Kades Sipi Jena ke Menteri PUPR

Avatar photo

ENDE, DELEGASI.COM – Satuan Kerja (Satker) Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah IV Provinsi Nusa Tenggara Timur dan PT. Agogo Golden Group diadukan Kepala Desa Sipi Jena-Kecamatan Detusoko-Kabupaten Ende ke Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia terkait rusaknya sejumlah aset desa Wolofeo hingga desa Detusoko Barat akibat dibongkar oleh perusahaan kontraktor (PT. Agogo Golden Group, red) saat pengerjaan Jalan Nasional ruas Ende-Detusoko, namun hingga saat ini tidak ada langkah perbaikan/tidak dikerjakan kembali.

Demikian saripati Pengaduan resmi Kepala Desa Sipi Jena, Dominggus Dasi melalui Surat Pengaduan Keberatan (Nomor PMD. 412/101/DSJ/VII/2020) yang dilayangkannya kepada Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia yang diterima tim media ini pada Senin (27/72020).

Kepala Desa Sipi Jena, Dominggus Dasi

 

“Kami mengajukkan keberatan tentang pekerjaan (Jalan Nasional ruas Ende-Detusoko; dari Aedala desa Wolofeo hingga desa Detusoko Barat, red) yang sampai saat ini tidak dilanjutkan (dihentikan) dimana ada beberapa aset desa yang sudah dibongkar tetapi tidak dikerjakan kembali/diperbaiki,” tulisnya dalam surat tersebut.

Menurut Dominggus Dasi, ada beberapa aset yang rusak akibat dibongkar PT. Agogo Golden Group selaku Kontraktor Pengerjaan ruas jalan tersebut seperti; jalan masuk dan pagar kantor desa, jalan masuk ke pemukiman warga, jalan masuk ke kantor Badan Penyuluh Pertanian (BPP), saluran irigasi, pipa air bisa/air minum, jalan masuk ke lumbung pangan, pasar rakyat,TPT jalan dan rumah.

Selain kerusakan-kerusakan tersebut, tulis Dominggus Dasi lebih lanjut, akses jalan akibat penggalian di beberapa ruas terdapat lubang/bekas galian yang tidak ditimbun, yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

“Maka sebagai pihak korban, kami merasa dirugikan karena sepanjang belum diperbaiki atau dikerjakan, aktifitas petani dan masyarakat terhambat, kiranya dalam waktu dekat dikerjakan kembali,” pinta Dominggus Dasi.

Tembusan Surat pengaduan Kades Sipi Jena itu disampaikan kepada sejumlah badan atau instansi negara yakni; Ketua DPR RI Cq Ketua Komisi V DPR RI di Jakarta, Ketua Komisi III DPR Ri di Jakarta, Ketua Komisi VII DPRD Provinsi NTT di Kupang, Gubernur NTT, Kabalai Pelaksana Jalan Nasional X di Kupang, Bupati Ende, Ketua DPRD Kabupaten Ende, Camat Detusoko, Ketua BPD Desa Sipi Jena dan Pers.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya pada Sening (27/7/2020), Menteri Pekerjaan Umum dan Dirjan Bina Marga diminta mencopot Kepala Balai (Kabalai) Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) X Kupang, Mochtar Napitupulu karena dinilai tidak mampu dan telah mengorbankan kepentingan masyarakat dengan membiarkan terbengkelainya jalan negara Trans Flores, ruas Ende-Detusoko sehingga menghalangi akses transportasi dan mobilitas warga 3 desa di Kecamatan Detusoko dan pengguna jalan pada umumnya.
Permintaan pencopotan Napitupulu itu dikatakan Anggota DPRD Kabupaten Ende yang juga Sekretaris Komisi II (yang membidangi Pembangunan, red), Yani Kota menanggapi pengaduan dan protes 3 orang Kepala Desa (Kades) di Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende terkait dibongkarnya jalan masuk ke fasiltas umum seperti gereja, kantor desa desa, sekolah, pasar desa dan permukiman warga (saat pelebaran jalan, red) serta jaringan irigasi setempat, namun belum diperbaiki hingga saat ini.

“Jalan Ende-Detusoko ini jalan Negara yang menghubungkan kabupaten-kabupaten di daratan Flores. Jadi harus diperhatikan oleh Kepala Balai. Ketika Kabalai PJN X Kupang membiarkan jalan ini dengan material yang berhamburan di badan jalan dan lubang-lubang disepanjang jalan yang menganga lebar, itu menunjukan ketidakmampuan Kabalai untuk mengurus jalan Trans Flores. Maka Beliau tidak layak menjadi kepala balai. Jadi saya minta Menteri PU dan Dirjen Bina Marga copot saja dia,” tandas Yani.

Yani Kota menilai, Kabalai PJN X Kupang, Mochtar Napitupulu dinilai tidak mampu menyelesaikan masalah dan mengorbankan kepentingan masyarakat karena hingga saat ini belum merespon protes para kepala desa dan belum memperbaiki fasilitas umum yang dibongkar.

“Padahal telah ada surat protes dari kepala desa setempat pada awal Bulan Mei 2020,” ujarnya.
Bahkan, lanjutnya, Jalan Nasional dibiarkan dengan kondisi yang memprihatinkan dan membahayakan masyarakat pengguna jalan.

“Jalan Trans Flores, ruas Ende-Detusoko dibiarkan begitu saja (setelah PT. Agogo Golden Group di PHK, red) dengan material yang bertebaran di badan jalan dan lubang pelebaran yang menganga lebar sehingga membahayakan pengguna jalan. Apakah mereka ingin mengubur masyarakat di lubang-lubang itu?” kritik Yani.

Sementara itu Kabalai PJN X Kupang, Mochtar Napitupulu yang berusaha dikonfirmasi tim media ini sejak minggu lalu via pesan dan telepon WhatsApp/WA tidak terhubung karena nomor kontak tim media diblock Napitupulu sejak beberapa bulan lalu.

Dihubungi via telepon celulernya pun tidak menjawab walau terhubung tim media ini.
Menurut Yani Kota, terbengkelainya pekerjaan Jalan Nasional Trans Flores, ruas Ende-Detusoko menunjukan ketidakberhasilan Napitupulu dalam perencanaan dan pengawasan pekerjaan.

“Menurut saya, beliau itu tidak berhasil karena sistem perencanaan yang tidak efektif dan fungsi pengawas yang tidak melekat. Kepala Balai juga tidak melihat resiko-resikonya. Beliau tidak bijak dalam mengelola infranstruktur jalan sehingga perlu dievaluasi atau diganti,” tegasnya.

Seharusnya, kata Yani Kota, dilakukan pengawasan melekat karena jangka waktu proyek hanya 30 hari kalender.

“Sehingga dengan progres yang minim, langsung diberikan teguran-teguran sejak awal, sehingga progres fisik pekerjaan bisa meningkat. Jangan hanya diberi perpanjangan waktu tanpa memperhitungkan progres fisik. Harusnya, kontraktor sudah mesti di PHK sejak awal Januari 2020 karena progres fisik saat itu hanya sekitar 3 persen,” ungkapnya.

Pemberian perpanjangan waktu 90 hari, jelas Yani, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 243 tahun 2015 seharusnya memperhitungkan progres fisik pekerjaan.

“Kalau diakhir masa kontrak progres fisiknya hanya 3 persen sedangkan uang mukanya sekitar 20 persen, kenapa diberi perpanjangan waktu 90 hari lagi? Harusnya kan di PHK, saat itu. Kecuali progres fisiknya sudah sekitar 80 persen maka dapat diberi perpanjangan waktu,” bebernya.
Yani meminta kepada Menteri PU untuk memprioritaskan penyelesaian pekerjaan ruas jalan Ende-Detusoko.

“Ini harus jadi prioritas karena sangat menganggu aktivitas dan mobilitas masyarakat di Detusoko dan pengguna jalan pada umumnya. Karena itu, saya minta Menteri PU untuk memprioritaskan penyelesaian pekerjaan jalan itu,” tegasnya.

Ia berharap, ada pembangunan jalan yang berlanjutan di Jalan Trans Flores.

“Jangan hanya memuusatkan pembangunan jalan di Manggarai Barat saja. Seolah-olah Kabuapten Ende ini menjadi anak tiri BPJN X Kupang,” kritik Yani.

//delegasi(*/tim)

Komentar ANDA?