Polkam  

Terkait Pinjaman Daerah PEN Pemkab Sikka, Stef Say Gagas Protes Kemendagri dan Kemenkeu

Avatar photo
Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sikka, Stef Say//Foto: delegasi.com(IST)

MAUMERE, DELEGASI.COM – Sorotan kritis terhadap persetujuan Pinjaman daerah PEM oleh Pemkab Rp260 miliar usai penandatangan kerja sama Pinjaman PEN Daerah antara Pemkab Sikka dan PT Sarana Multi Infrasruktur, Rabu (4/08) lalu, terus berlanjut.

Kali ini ketua Fraksi Gerindra DPRD Sikka, Stefanus Say menggagas nota protes DPRD Sikka kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Ia menilai muasal kisruh pinjaman PEN Kabupaten Sikka bersumber dari tumpang tindih aturan dan undang-undang.

“Ini gagasan saya saja. Saya coba tawarkan ke teman-teman, ke 8 fraksi yang ada, kalau bersepakat kami perlu melakukan langkah protes melalui nota protes kepada Kemendagri dan Kemenkeu,” demikian penjelasan Stefanus Say kepada wartawan di Maumere, Sabtu(7/8/2021).

Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sikka, Stef Say//Foto: delegasi.com(IST)

 

Stefanus Say beralasan nota protes ini layak diajukan. Berbagai tumpang tindih aturan, kata dia, melemahkan desentralisasi dan justru yang terjadi sentralisasi.

“Beberapa hal menurut saya ternyata desentralisasi itu omong kosong. Malah yang ada, secara pelan-pelan, yang terjadi itu sentralisasi dengan munculnya aturan-aturan tambahan yang tidak pada tataran sesungguhnya.”

Stefanus Say menilai tumpang tindih berbagai hal dalam undang-undang dan aturan menyebabkan kekacauan di daerah, terutama kemitraan antara eksekutif dan legislatif untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah sesuai fungsi, tugas, dan kewenangan.

“Berbagai hal tumpang tindih ini yang bikin kita yang di bawah ini berkelahi.”

Pinjaman PEN Daerah, kata anggota DPRD tiga periode ini, menjadi contoh jelas tumpang tindih undang-undang dan aturan yang berdampak pada memburuknya kemitraan pemerintah daerah, sekaligus indikator melemahnya semangat desentralisasi.

Dalam kaitan dengan Pinjaman PEN Daerah oleh Pemkab Sikka ini Stefanus Say menyoal kedudukan antara UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (dan perubahannya sesuai UU nomor 9 tahun 2015) dengan aturan tentang Pinjaman PEN Daerah yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan baik itu PMK nomor 105/PMK.07/2020 dan perubahannya pada PMK nomor 179/PMK.07/2020 dan PMK nomor 43/PMK.07/2021.

Stefanus Say menegaskan undang-undang tentu lebih tinggi kedudukannya terhadap aturan pelaksana seperti aturan Menteri Keuangan.

Wajar, menurut Stefanus Say, DPRD Sikka tetap mengacu undang-undang untuk menjalankan tugas dan kewenangan DPRD termasuk kewenangan mengesahkan APBD.

“Pasal 154 Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang tugas dan kewenangan DPRD itu menyebutkan kewenangan mengesahkan APBD itu hanya ada pada DPRD bukan Menteri Dalam Negeri,” tegas Stefanus Say.

Berbagai masalah yang bermuasal dari tumpang tindih aturan ini yang mendorong anggota DPRD Sikka dari Fraksi Gerindra ini menggagas nota protes DPRD Sikka kepada Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan. Bukan hanya itu, Stefanus Say juga akan mendorong agar pinjaman sebesar Rp 216 milyar oleh Pemkab Sikka ini dikeluarkan dari APBD melalui mekanisme perubahan APBD 2021.

“Ketika sebentar lagi ada perubahan anggaran, saya tawarkan teman-teman. Harus ada suatu keberanian sikap, seluruh kegiatah yang dibiayai dari pinjaman daerah kita minta keluarkan dari APBD. Sehingga Bupati silahkan urus itu dengan Perbup saja. Kami hanya urus Perda ini, karena kami punya kewenangan ada di Perda,” ungkap Stefanus Say.

Apakah rencana ini bisa terjadi? Bagi Stefanus Say, dua rencana ini (nota protes dan mengeluarkan pinjaman PEN Daerah dari APBD) mungkin saja berjalan jika anggota DPRD Sikka memiliki keberanian untuk melakukan dua hal tadi

//delegasi(Gerwis)

Komentar ANDA?