DELEGASI.COM, KUPANG – Ketua Pokja Stunting NTT, Sarah Lery Mboeik menyebut program penanganan stunting di NTT tidak tepat sasaran. Lery Mboeik mengungkapkan adanya monopoli dalam pelaksanaan program stunting oleh pihak tertentu.
Senada, sebuah lembaga di Jakarta yang menamakan diri Gerakan Anti Korupsi (GRAK) menyebut bahwa Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) diduga memonopoli proyek penanganan pencegahan stunting yang bersumber dari APBD NTT Tahun 2020.
“TP-PKK NTT disebut ‘Dinas’ PKK NTT karena mengambil alih tugas dinas teknis terkait pencegahan stunting,” kata Ketua GRAK, Yohanes Hegon Kelen dalam rilisnya yang diterima media ini, Selasa 5 April 2022.
BACA JUGA:
Temu Media, Itda Provinsi NTT Ekspos Kinerja Perangkat Daerah Lingkup Setda NTT
Pernyataan lembaga anti korupsi –GRAK tersebut terkait dokumen LHP Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) Nomor 19.C/LHP/XIX.KUP/05/2021 Kinerja Atas Efektifitas Upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT dalam mendukung percepatan pencegahan stunting di NTT Tahun 2018-2020.
Selain dokumen LHP BPK NTT, GRAK juga menangapi pernyataan Ketua Pokja Stunting NTT, Ir. Sara Lery Mboek yang menyatakan adanya monopoli proyek penanganan stunting (one man show) oleh oknum politisi.
Berdasarkan LHP BPK Tahun 2020 Tentang Stunting, BPK RI merincikan total anggaran proyek stunting tahun 2020 senilai Rp 61,291.062.589.
BACA JUGA:
Kepala BI Perwakilan NTT Apresiasi Festival Desa Binaan Bank NTT
Melki Lakalena Desak BP2MI Bongkar Calo TKI Flotim-Medan-Malaysia dan Singapura
Dari jumlah tersebut, alokasi APBN sekitar Rp 37,5 Milyar dilaksanakan oleh Dinkes NTT.
Sedangkan alokasi APBD NTT sekitar Rp 23,5 Milyar dilaksanakan oleh TP-PKK NTT dan Dinas teknis terkait.
“TP-PKK NTT sendiri telah melaksanakan Rp 11.444.118.100 (hampir 50 persen dari total anggaran stunting tahun 2020 dari APBD NTT). Ini jauh melampaui nilai proyek penanganan stunting oleh dinas teknis terkait yang nilainya hanya sekitar ratusan juta. Kok peran TP-PKK NTT melebihi dinas teknis. Sekalian saja TP-PKK menjadi ‘Dinas PKK NTT’,” kritik Yohanes.
Yohanes menjelaskan, bahwa berdasarkan LHP BPK, dari dana Rp 125,9 miliar tersebut dialokasikan untuk 36 paket kegiatan penanganan stunting pada tahun 2018-2020 yang tersebar di semua dinas teknis terkait.
Khusus ditahun 2020 ada 17 paket kegiatan senilai Rp 61,29 Milyar.
BACA JUGA:
Cegah Stunting, Pemkot Kupang Siapkan Regulasi Bagi Calon Pengantin
Wakil Wali Kota Kupang Minta Dukungan Pentahelix Dorong Percepatan Penurunan Stunting
“Yang luar biasa, TP-PKK NTT sendiri menangani 8 (delapan) paket kegiatan yang dititipkan melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) NTT dan Dinas Kesehatan NTT senilai Rp 11,44 Milyar. Ini yang namanya monopoli!” tegasnya.
GRAK merincikan 8 paket proyek stunting yang ditangani TP-PKK NTT sesuai LHP BPK adalah sebagai berikut:
1) PMT Balita Kurus di desa Model PKK Pemberian Bahan Makanan untuk desa model di 6 Kabupaten selama 60 hari (melalui Dinas Kesehatan Tahun 2019 senilai Rp 326.000.000).
2) Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu Hamil, Ibu Menyusui, Bayi, Balita, Anak PAUD dan SD (Dinas PMD melalui TP-PKK tahun 2020 senilai Rp 9.034.356.500).
3) Pemberian Obat Gizi penderita Gizi Buruk (Dinas PMD melalui TP-PKK tahun 2020 senilai Rp 198.000.000).
4) Pengadaan Poster Pola Makan Dengan Menu B2SA/Beragam, Berimbang, Sehat dan Aman (Dinas PMD melalui TP-PKK tahun 2020 senilai Rp 2.900.000)
5) Pengadaan Buku Resep Buku resep masakan berbahan dasar kelor dan pangan lokal untuk pencegahan stunting (Dinas PMD melalui TP-PKK NTT tahun 2020 senilai Rp 10.000.000).
6) Bantuan Kebun Pertanian di 22 desa/kelurahan (Dinas PMD melalui TP-PKK Tahun 2020 senilai Rp 1.100.000.000)
7) Bantuan Budidaya ikan air tawar di 22 desa/kelurahan:2 kelompok (Dinas PMD melalui TP-PKK Tahun 2020 senilai Rp 264.501.600).
8) Pengadaan sarana dan prasarana Pos Pelayanan Terpadu/Posyandu (Dinas PMD melalui TP-PKK tahun 2020 senilai Rp 508.180.000).
“Dari 8 paket kegiatan itu, kita bisa lihat dengan sangat jelas bahwa TP-PKK NTT telah mengambil alih Tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dinas teknis terkait stunting,”
“Saya kira kejadian seperti ini baru ditemukan di NTT. Apakah karena Ketua TP-PKK NTT adalah isteri Gubernur? Atau karena Ketua TP-PKK NTT adalah Anggota Komisi V DPR RI (dari Partai Nasdem)?” ujarnya.
Anehnya, lanjut Hegon Kelen, berdasarkan LHP tersebut, realisasi anggaran dari 8 paket kegiatan tersebut mencapai seratus persen alias tidak tersisa satu Rupiah pun.
Sementara realisasi dana pada dinas-dinas teknis selalu ada sisa dana pada setiap paket kegiatan.
“Ini tidak masuk akal, masa dari 8 paket kegiatan yang dikelola TP-PKK NTT tidak ada dana yang tersisa sama sekali. Ada apa ini?” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua TP-PKK NTT, Julie Sutrisno Laiskodat yang berusaha dikonfirmasi tim media ini via pesan WhatsApp pada Selasa (29/03) pukul 17.13 Wita tidak memberikan merespon, walau pesan tersebut telah dibaca.
Bunda Julie yang kembali dikonfirmasi tim media ini pada Selasa (05/04/2022) via pesan WA pada pukul 13.30 Wita hingga berita ini diturunkan belum menjawab.
Ketua Pokja stunting NTT, Ir. Sarah Lery Mboek mengakui program penanganan stunting di NTT tidak tepat sasaran. Ia juga mengungkapkan adanya monopoli daalam pelaksanaan program stunting oleh pihak tertentu.
“Saya tidak bermaksud untuk mencuci tangan (terkait masalah pencegahan stunting di NTT, red), tetapi yang saya lihat adalah banyak yang masih kerja one man show. Padahal ini (stunting, red) masalah multi sektor. Gereja harus kita libatkan, masjid harus kita libatkan, lembaga adat harus kita libatkan,” jelasnya.
Lery juga mengungkapkan adanya keterlibatan politisi tertentu dalam pelaksanaan program stunting.
“Bukan lu (anda) punya basis politik dimana, baru lu pi (pergi) ke situ. Ini yang jadi soal. Saya memang tidak bisa pungkiri. Itu namanya temuan BPK memang begitu karena kerja penanganan stunting tidak berdasarkan hasil ansit,” tegasnya.
Tim Penggerak PKK NTT Monopoli Proyek Stunting?
//delegasi (tim)