KUPANG, DELEGASI.COM—BIARA Karmel OCD Penfui –Kupang, Sabtu (13/8/2022) pagi. Beberapa ibu berpakaian biru terlihat sibuk di depan pintu masuk aula Biara Komunitas San Juan itu. Pada sebuah meja bertumpuk map biru dan baju kaos berwarna biru.
Kepada setiap orang yang datang langsung disodori map biru berisikan buku tulis dan bolpoin. Juga baju kaos yang bagian belakangnya tertulis Fasilitator Penguatan Psikososial, dan bagian depan kiri kaos itu bertuliskan WKRI DPC Assisi Kolhua.
Di dalam aula itu puluhan kursi sudah diatur rapi. Di depan terpasang sebuah banner berukuran sedang bertuliskan; Dengan Teladan Yesus Kita Menjadi Fasilitator yang Menggembala. Itulah tema kegiatan pelatihan fasilitator program penguatan psikososial masyarakat terdampak bencana badai Seroja di Paroki St.Fransiskus Dari Assisi Kolhua-Kupang pada April 2021.
Selain mendaftar nama-nama peserta pelatihan yang datang, beberapa anggota panitia sibuk mengatur nomor kamar tidur bagi para peserta.
Program ini merupakan program DPP WKRI yang pelaksanaannya untuk NTT, khususnya di Kota Kupang dipercayakan kepada DPC WKRI Paroki St.Fransiskus Dari Assisi Kolhua-Kupang. Sasaran program adalah warga yang terdampak bencana Seroja di pusat paroki (Kelurahan Kolhua), Stasi Agustinus Bello (Kelurahan Belo), dan Stasi Maria Fatima Noelsinas (Kelurahan Oelomin).
Kegiatan ini diikuti 34 fasilitator, berasal dari Paroki St.Fransiskus dari Assisi Kolhua-Kupang. Nara sumber dari DPP WKRI, yaitu Liest Pranowo. Selain itu, dari DPD WKRI Atambua, yakni Sarinda Dahu, Maria Soi, Nia Tahu Bolan, Filomena Loe, Relly Seran, dan Ocha Seran.
Peserta pelatihan penguatan psikososial terdiri atas unsur DPP Paroki St.Fransiskus Dari Assisi Kolhua Kupang, pengurus DPS (Dewan Pengurus Stasi), Orang Muda Katolik (OMK) dari pusat paroki, Stasi Agustinus Bello dan Stasi Maria Fatima Noelsinas. Ada tiga kelompok sasaran pendampingan, yaitu kerlompok anak-anak, kelompok remaja dan kelompok orang dewasa. Jadwal pelaksanaan pendampingan mulai Agustus hingga November 2022.
Menolong Warga Terdampak
Pastor Paroki St.Fransiskus Dari Assisi Kolhua-Kupang, Romo Longginus Bone, Pr, saat pembukaan pelatihan mengatakan, tujuan utama pelatihan fasilitator penguatan psikososial ini untuk menolong warga yang terdampak bencana, seperti bencana Seroja pada April tahun 2021, dengan cara mendampingi mereka.
“Kita harus menjadi berkat bagi sesama lewat karya kita. Dan, fasilitator jadilah pribadi yang kehadirannya dinantikan, dan kepergiannya dirindukan,” imbuh Romo Longginus.
Romo Dus, demikian ia disapa, menyampaikan terima kasih kepada DPD WKRI Atambua yang telah hadir memberikan pelatihan bagi fasilitator penguatan psikososial di Paroki St.Fransiskus Dari Assisi Kolhua-Kupang. Karena itu, lanjut Romo Dus, para fasilitator harus bersyukur dan berterima kasih mendapatkan pelatihan cuma-cuma.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Divisi Pengembangan Program DPP WKRI, Liest Pranowo menjelaskan, adanya program penguatan psikososial ini karena tergugah bencana siklon tropis Seroja yang menimpa masyarakat NTT pada April 2021.
Mengutip bnpb.go.id. Liest mengatakan, tercatat 10 ribu orang terdampak siklon tropis Seroja, dan 212 orang lainnya meninggal dunia. Mereka tersebar di wilayah Alor, Kupang, Malaka, Sumba Timur, dan Flores Timur.
Menurut dia, salah satu dampak psikososial bencana pada manusia adalah post traumatic stress disorder, yakni gangguan mental yang muncul setelah mengalami atau menyaksikan suatu kejadian yang luar biasa. Kondisi ini, dapat berlangsung berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun jika tidak ada penanganan apapun.
Pemulihan paska trauma, demikian Liest, dapat dlakukan dengan kegiatan penguatan psikososial. Penguatan psikososial adalah suatu desain intervensi yang dapat menguatkan relasi aspek kejiwaan dan sosial dari individu atau sekelompok individu. “ Dua aspek utama ini harus bekerja sama dalam proses pemulihan dari beragam situasi traumatis,” kata Liest.
Pendampingan psikososial menggunakan alat bantu berupa modul kegiatan. Modul berisikan langkah-langkah memfaslitasi proses penguatan psikososial melalui pertemuan-pertemuan rutin. Pertemuan rutin berkelompok diharapkan menjadi proses saling membantu para korban dalam mengatasi perasaan-perasaan negative pada diri mereka.
Menurut Liest, penguatan psikososial bukan hanya menjadi kebutuhan para korban bencana. Setiap orang pada umumnya membutuhkan penguatan psikososial. Penguatan psikososial akan mendukung kesehatan mental individu dan mendukung terbangunnya relasi harmonis seseorang dengan Allah, dengan diri sendiri (kemampuan bersyukur dan menghargai diri sendiri), relasi dengan sesama dan alam semesta.
Liest mengatakan, program ini tidak berhenti saat modul ini selesai disampaikan kepada warga terdampak bencana. Tetapi, diharapkan dapat menjadi pemicu untuk semakin semaraknya layanan pengembangan kelompok-kelompok umat dan masyarakat untuk bertumbuh terus dalam iman yang mampu menerima dan mensyukuri diri dan hidupnya, serta menjadi berkat bagi sesama dan alam semesta.
“Harapan saya tentunya sumber daya manusia di Paroki St.Fransiskus Dari Assisi Kolhua-Kupang makin bagus dan makin kuat menyumbang upaya pemerintah memiliki sumber daya manusia unggul agar Indonesia maju dengan mental dan fisik yang kuat,” kata Liest, ketika ditanya tentang harapannya terhadap para fasilitator yang mengikuti pelatihan.
Rendah Hati
Selain itu, lanjut Liest, para fasilitator yang terlibat dalam pendampingan warga nanti makin berdaya dan menjadi kader-kader atau rasul-rasul baru untuk Paroki St.Fransiskus dari Assisi Kolhua-Kupang khususnya, dan Keuskupan Agung Kupang umumnya.
Liest mengingatkan para fasilitator agar rendah hati, terbuka dan terus mau belajar. Program ini, kata Liest, harus berjalan lancar dan memberikan manfaat bagi semua pihak. “Umat Assisi (Paroki St.Fransiskus Dari Assisi Kolhua-Kupang, Red) harus menjadi berkat bagi sesama, terutama bagi mereka yang terdampak bencana,” harap Liest.
Selain itu, fasilitator harus memahami kelompok orang yang akan didampingi. Saat pendampingan, demikian Liest, fasilitator harus bisa memantik situasi dengan tema khusus agar mereka berdiskusi. “Jadi, peran fasilitator menggali sebanyak-banyaknya informasi dari warga yang didampingi,” ujar Liest.
Ketua Pelaksana DPP Paroki St.Fransiskus Dari Assisi Kolhua-Kupang, Adrianus Ceme, mengingatkan bahwa fasilitator beda dengan dosen. Fasilitator harus lebih banyak menggali informasi dari warga yang terdampak bencana.
“Fasilitator yang baik bukan karena menguasai materi, tetapi bagaimana menguasai mental warga yang didampingi. Karena itu, belajar lagi modul yang ada. Modul adalah tuntunan bagi fasilitator,” tegas Adri Ceme, yang juga ikut pelatihan penguatan fasilitator.
Ketua Panitia, Veronika Dongi Parera, mengatakan, bencana alam badai Seroja di NTT pada April 2021 menyisahkan permasalahan psikologi bagi para korban bencana, bahkan masyarakat pada umumnya, karena mengancam keselamatan jiwa dan menyebabkan hilangnya mata pencaharian.
Ketidakseimbangan kondisi tersebut berakibat gangguan mental atau psikis, seperti sulit konsentrasi, syok, cemas, waspada berlebihan dan perasaan tidak aman, kesedihan yang mendalam, bahkan depresi.
Gejalah psikis seperti ini, menurut Veronika, harus ditangani secara tepat dan berkelanjutan untuk pemulihan kesehatan mentalnya. Penanganan psikologis dalam konteks ini ditempuh dengan cara memberikan dukungan psikososial.
Dukungan ini, lanjut Veronika, dapat diperoleh dari orang di sekitarnya atau orang lain yang rela memfasilitasi. Berkaitan dengan hal itu, demikian Veronika, pelatihan fasilitator sangat perlu agar secara tepat mendampingi orang yang terdampak.
Para fasilitator akan mendampingi warga yang terdampak di Kelurahan Kolhua dan Kelurahan Bello (Kota Kupang), serta Kelurahan Oelomin di Kabupaten Kupang mulai Agustus sampai November 2022.
Kegiatan yang berlangsung dua hari, Sabtu hingga Minggu (13 – 14/8/2022) bertujuan untuk meningkatkan pemahaman fasilitator dalam menjalankan tugas sebagai pendamping kelurga terdampak bencana. Selain itu, meningkatkan kepekaan fasilitator dalam menyikapi fenomena yang terjadi pada keluarga terdampak bencana.
Jumlah kelompok sasaran 514 orang terdiri atas kelompok anak-anak sebanyak 154 orang. Kelompok remaja sebanyak 140 orang, dan kelompok orang dewasa sebanyak 220 orang. Kelompok sasaran ini tersebar di tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Bello, Kelurahan Kolhua (Kota Kupang) dan Kelurahan Oelomin di Kabupaten Kupang.
Rinciannya, Kelurahan Kolhua kelompok anak-anak sebanyak 47 orang, kelompok remaja sebanyak 56 orang, dan kelompok orang dewasa sebanyak 70 orang. Di Kelurahan Bello, kelompok anak-anak sebanyak 35 orang, kelompok remaja sebanyak 28 orang, dan kelompok orang dewasa sebanyak 80 orang. Kelurahan Oelomin, kelompok anak-anak sebanyak 72 orang, kelompok remaja sebanyak 56 orang dan kelompok orang dewasa sebanyak 70 orang. (Hyeron Modo)
Myanmar, negara yang kaya akan budaya dan sejarah, juga menawarkan keindahan alam yang luar biasa,…
Laos, negara yang terkenal dengan kekayaan alam dan keindahan alamnya, memiliki banyak tempat wisata yang…
Afrika Selatan selalu menjadi destinasi yang memikat hati para wisatawan dengan kekayaan alam dan budaya…
Afrika Selatan terkenal dengan keindahan alamnya yang memukau dan sejarah budaya yang kaya, salah satu…
Pretoria, ibu kota administratif Afrika Selatan, adalah sebuah kota yang kaya akan sejarah, budaya, dan…
Afrika Selatan dikenal dengan keindahan alamnya yang menakjubkan, mulai dari pantai yang indah hingga pegunungan…