DELEGASI.COM, ABU DHABI – Setelah melakukan kunjungan ke Yogyakarta 13-14 Fabruari 2023, Presiden Dikasteri untuk Dialog Antaragama Tahta Suci Vatikan, Kardinal Miguel Ayuso Angel Guixot MCCJ tidak langsung kembali ke Vatikan.
Didampingi oleh Pater Markus Solo Kewuta SVD, Kardinal Ayuso melanjutkan perjalanannya ke Abu Dhabi, pada Rabu (15/2/2023). , untuk menghadiri event penting terkait Dokumen Human Fraternity.
BACA JUGA :
Kardinal Ayuso dari Vatikan: Gandrung Konsep Wasatiyyah
Kardinal Ayuso Kagumi Persaudaraan Sejati Masyarakat di Ganjuran
Padre Marco –demikian Pater Markus Solo akrab disapa—mengatakan bahwa ia bersama Kardinal Ayuso meninggalkan Jakarta dengan Pesawat Emirates, Rabu sore (15/2/2023).
“Setelah menempuh kurang lebih delapan jam perjalanan, kami tiba di Dubai jam 11 malam lewat waktu setempat, tetapi sudah diatur dengan sangat baik sehingga ada jemputan dari panitia dari Higher Commission. Komis Tingkat Tinggi dari Dokumen Human Fraternity dari Abu Dhabi sudah menyiapkan mobil jemputan langsung di depan pintu belakang pesawat,” jelas Padre Marco dalam pesan audio WA-nya.
Padre Marco berterima kasih kepada panitia yang secara khusus menjemput hingga pintu pesawat. “ Mobil yang menjemput kami itu disetir oleh orang-orang dari pihak panitia. Urusan koper dan barang-barang kami juga berjalan dengan sangat lancar diatur semua oleh panitia sehingga kami hanya menerima di tempat tunggu luar dalam waktu yang sangat singkat,” jelas Padre Marco.
Dari situ Padre Marco bersama Kardinal Ayuso naik mobil dengan driver orang kelahiran Mesir, untuk menempuh perjalanan 1 jam dan 35 menit dari Dubai International Airport ke kota Abu Dhabi, ibu kota Emirates.
Perjalanan pada malam hari hingga jelang tengah malam tersebut, papar Padre Marco, menyenangkan dan sampai di Abu Dhabi sekitar jam 1 lewat 20 menit dini hari.
Seperti penjemputan, demikian pula untuk menginap di hotel, sudah diatur oleh panitia dan semua kebutuhan di hotel pun dipenuhi.
“Jadi mengapa Kardinal Ayuso dan saya tidak langsung kembali ke rumah (Vatikan) melainkan harus kembali ke Abu Dhabi melalui Dubai karena di Abu Dhabi terjadi sebuah event penting, sebuah event penting yang menandai pentingnya dokumen Abu Dhabi Human Fraternity ini,” ujarnya.
Padre Marco lantas menguraikan mengapa event kali ini penting. Pasalnya, setelah penandatanganan dokumen Human Fraternity pada 4 Februari 2019 lalu, 4 tahun kemudian ada peresmian 3 rumah ibadat yang berdiri berdampingan, yang berada persis di tengah Kota Abu Dhabi di wilayah Budaya Saadiyat Cultural District.
Yakni, rumah ibadat agama Yahudi, agama Katolik, dan juga Islam berdiri mesra berdampingan. Uniknya, ketiga rumah ibadat berbeda agama itu memiliki seni arsitektur yang kurang lebih sama dengan warna yang sama pula, hanya hiasan yang sedikit berbeda dengan dilengkapi simbol-simbol keagamaan masing-masing yang berdiri di sampingnya.
“Dan di antara rumah-rumah ibadat ini, terdapat sebuah taman yang Namanya Taman Abrahamic Family House atau Rumah Keluarga Abraham. jadi di antara tiga rumah ibadat yang berdiri berdampingan dan di tengah-tengahnya ada sebuah taman indah,” tutur Padre Marco.
Lebih jauh dijelaskan Padre Marco, di dalam upacara inagurasi atau peresmian tiga rumah ibadat tersebut, hadir berbagai macam pemimpin agama dari ketiga agama ini, dan juga pemimpin pemerintah dan masyarakat sipil sekitar 300-an orang.
“Mulai pukul 18.00 sore, terjadi perjumpaan-perjumpaan yang mengawali peresmian yang digelar malam hari supaya kita saling mengenal, saling berbicara. Setelah itu kita dihantar ke dalam taman, Taman Abrahamic Family House, untuk mengikuti lalu acara peresmian,” papar Padre Marco.
Acara peresmian, terang Padre Marco, diawali sambutan pengantar oleh Mr Abdullah Al Syeikh yang menjelaskan sepintas sejarah Abrahamic Family House dan artinya bagi dokumen Human Fraternity.
Ia menekankan bahwa ketiga rumah ibadat ini merupakan langkah konkret, langkah spiritual sebagai langkah konkret dari Abu Dhabi Document Human Fraternity. Usai sambutan pengantar, perwakilan 3 rumah ibadat memberikan sambutan. Yakni Prof Mohammed Al Mehrasawi (Islam), Kardinal Miguel Ayuso (Katolik). dan Rabbi Kepala Yehuda Sama (Yahudi).
Prof Mohammed Al Mehrasawi, jelas Padre Marco, menekankan pentingnya rumah-rumah ibadat ini sebagai simbol harapan, simbol saling pemahaman, dan simbol saling pengertian yang menandai atau membumikan atau merealisasi satu bagian tentunya, bagian spiritual, dari dokumen Human Fraternity ini.
“Kemudian, mewakili Katolik Kardinal Miguel Ayuso dalam sambutannya juga menekankan pentingnya rumah ibadat ini. Rumah ibadat sebagai simbol yang mendekatkan kita sebagai saudara dan saudari dan merupakan batu loncatan yang menandai pentingnya dokumen Human Fraternity tersebut,” katanya.
Sambutan yang terakhir, sambung Padre Marco, disampaikan oleh Rabi Kepala Yehuda Sama. Ia juga menekankan hal yang sama kurang lebih dari kedua perwakilan sebelumnya.
Sesi sambutan ketiga tokoh perwakilan tiga agama ini dimoderatori oleh Hakim Muhammad Abdul Salam.
Menurut Padre Marco, Abrahamic Family House merupakan contoh nyata dari Human Fraternity dengan dimensi spritiual, dimensi doa, dimensi relasi dengan Tuhan.
“Berbagai dimensi itulah yang mendasari segala sesuatunya sehingga dibangunlah rumah ibadat tersebut sebagai simbol persebaran kita satu sama lain sebagai anak-anak Abraham dan seperti saya katakan tadi, orang Emirates sendiri merasa sangat bangga menjadi negara yang bukan hanya dijadikan tempat didirikan ketiga rumah ibadat tersebut, tetapi sebelumnya juga merupakan tempat penandatanganan Human Fraternity Document ini,” ungkap Padre Marco.
Kata Padre Marco, wakil pembicara dari Emirat Arab mengatakan bahwa ketiga rumah ibadat ini merupakan cerminan komunitas multikutural yang hidup di negara Uni Emirat Arab terdiri dari sekitar 200 bangsa yang berbeda-beda, tetapi mereka semua senang, bersyukur dan bangga bahwa walaupun Emirat Arab yang jumlah penduduknya tidak banyak ini, dengan bahasa yang berbeda-beda, dan agama yang berbeda-beda, tetapi mereka bisa hidup secara berdampingan dan rukun.
“Dan ketiga rumah ibadat ini ditempatkan di lokasi sangat sentral. Jadi wilayah Saadiyat Cultural District adalah situs budaya tetapi di dalamnya berdiri tiga rumah ibadat. Sekali lagi ada keterkaitan antara agama dan budaya di sini. Sudah sejak dari dulu kala ketika ada manusia di plamnet bumi ini, budaya dan agama sudah saling berkaitan. Oleh karena itu, dua dimensi besar ini menjadi dua sokuguru,” imbuh Padre Marco.
“Dari human fraternity ini, pendekatan budaya dan agama ditonjolkan untuk merangkul semua orang menjadi saudara dan saudari. Saya sangat bersyukur bisa menjadi saksi dari peresmpian tiga rumah ibadat tersebut,” tutup Padre Marco.
//delegasi(*/WAR)
Belgia adalah negara yang kaya akan budaya dan sejarah, salah satu keindahan destinasi wisata yang…
Delegasi.com - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Rote Ndao kembali mengambil langkah maju dalam penguatan…
Delegasi.com - Bawaslu Kabupaten Kupang langsung menanggapi laporan dugaan Politik Uang yang dilakukan salah satu…
Delegasi.com - Tokoh aktivis perempuan dan lingkungan hidup Nusa Tenggara Timur (NTT), Aleta Baun mengatakan…
Delegasi.com - Insiden mengejutkan terjadi saat kampanye dialogis pasangan calon gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT)…
Delegasi.com - Kelompok Mahasiswa di Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang tergabung dalam…