LARANTUKA, Delegasi.Com – Pergelaran Teater kisah Tonu Wujo, oleh masyarakat Lewolema, yang diprakarsai Yayasan Seni Budaya Fanfare, Keuskupan Larantuka, besutan sutradara, Silvester Petara Hurint, pada Rabu, 11 September 2019, Malam, ternyata memberi pesan mendalam bagi para pengunjung dan para awak media yang meliput.
Terutama, pesan yang bersentuhan langsung dengan salah satu misi Pemerintah Kabupaten Flotim saat ini yakni Selamatkan Tanaman Rakyat.
Benang merahnya adalah dengan rela mengorbankan jiwa dan raganya seorang anak gadis desa, untuk memberikan hasil panen yang melimpah bagi seluruh keluarganya, agar mereka tidak dilanda bencana kelaparan dan malapetaka.
“Nah, Pemerintah daerah Flotim, terutama Dinas Pertanian besutan Anton Wukak Sogen mesti bisa menjadikan kisah Tonu Wujo dalam festival Lamaholot 2019 ini sebagai jiwa dan roh dari program Gerakan Selamatkan Tanaman Rakyat, termasuk program kegiatan Peremajaan, Pemangkasan dan Penjarangan Jambu Mente yang sudah menyedot banyak uang daerah agar bisa berhasil dan sukses kedepan,”ujar Ike Belawa dan Samuel Lipa, warga Kecamatan Larantuka saat ditemui media dan ngobrol bersama disela-sela menonton pergelaran Teater Tuno Wujo, Rabu, 11/09/2019, Malam.
Menurut Ike dan Samuel, ada pesan yang sangat penting dari kisah Tonu Wujo yang ditampilkan, yakni, kisah ini memiliki jiwa yang satu dan sama dengan agenda selamatkan tanaman rakyat yang saat ini diusung Bupati Anton Hadjon dan Wakil Bupati Agus Boli.
Dimana, butuh sebuah pengorbanan yang tulus dan total jika ingin hidup sejahtera.
“Demikian pula, dengan gerakan selamatkan tanaman rakyat, mesti dilakukan dengan tulus dan total jika ingin berhasil. Tak sekedar bicara proyek, tapi benar-benar program selamatkan tanaman rakyat itu untuk para petani agar hidup lebih maju dan sejahtera,”pungkas Ike dan Samuel, dua anak muda kampung yang setiap hari bekerja sebagai petani dan nelayan.
Dimata keduanya, pagelaran teater Tonu Wujo, Rabu, 11/09/2019 Malam itu tidak boleh dilihat hanya sekedar sebuah pertunjukkan yang melitani kisah masa lampau dalam tradisi kehidupan masyarakat Lewolema saja, tetapi harus dilihat juga sebagai gambaran tentang situasi kehidupan para petani saat ini, termasuk para pemangku kepentingan seperti Dinas terkait dan pemimpin politik di daerah agar lebih tulus dan total bekerja menyelamatkan tanaman rakyat serta mensejahterakan kehidupan para petani.
Lepas dari catatan pinggirnya Ike dan Samuel, namun helatan kisah Tonu Wujo di panggung Festival Lamaholot 2019 kali ini sungguh luar biasa.
Nukilan ceritranya dari awal hingga episode terakhir tentang kisah pengorbanan jiwa dan raga seorang Tonu Wujo untuk menyelamatkan sanak keluarga dan seisi kampungnya dari bencana kelaparan dan malapetaka besar lainnya karena ancaman gagal tanam hingga panen, sungguh sangat menyayat kalbu dan jiwa. Bahkan,
Pantauan Delegasi.Com, beberapa pengunjung yang berdiri dekat sampai menitikan air matanya saat tiba pada kisah puncak, dimana gadis Tuno Wujo yang berulang kali meminta kepada sanak saudaranya untuk berani memenggal lehernya sampai putus agar darah segarnya itu bisa menyelamatkan mereka dari bencana kelaparan yang hebat itu terjadi.
Dan akhirnya, saudaranya yang bungsu dengan penuh sedih pun berani memenuhi permintaannya. Memenggal leher Gadis Tonu Wujo hingga putus bersimbah darah.
Darah suci Gadis Tonu Wujo ini kemudian disirami pada seluruh sudut kebun/ladang, lalu berubah menjadi tanaman padi, jagung, dan tanaman lainnya yang memenuhi seluruh isi kebun/ladang.
Dan, selamatlah sanak keluarga dan seisi warga kampung dari bencana kelaparan serta malapetaka yang hebat.
Kisah nyata Tonu Wujo yang dipentaskan ini dalam tradisi masyarakat Lewolema hingga kini terus hidup dan menjiwai seluruh kehidupan warganya.
Mereka menyakini Tonu Wujo adalah Ibu Bumi dan Dewa Cahaya yang selalu dihormati dan dilestarikan, serta senantiasa memberkati dan memberikan kehidupan baik siang maupun malam sampai kapanpun. //Delegasi(BBO)