KUPANG, Delegasi.Com – Data terbaru INOVASI (Innovation for Indonesian Children’s School/ Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia) menyebut saat ini terdapat 111.040 orang anak usia sekolah pada jenjang SD/MI sampai jenjang SMA/SMK di NTT yang drop out (putus sekolah).
Demikian diungkapkan Provincial Manager Program INOVASI NTT, Hironimus Sugi, kepada para wartawan di Kupang, Kamis (7/11/2019).
Hironimus didampingi rekannya, Mus Mualim, Spesialis Kebijakan Pendidikan Provinsi Divisi Advokasi INOVASI.
Pemerintah tengah mendesain program untuk mengembalikan anak-anak putus sekolah ini ke jenjang sekolah.
INOVASI (Innovation for Indonesian Children’s School/ Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia) adalah program kemitraan Pemerintah Indonesia-Australia.
Program ini dilaksanakan di Pulau Sumba dengan tujuan meningkatkan mutu hasil pembelajaran siswa kelas awal, terutama dalam hal kemampuan literasi dan numerasi, serta pendidikan inklusif.
“Data Ini yang menjadi fokus perhatian ke depan, yakni untuk dapat kembali ke sekolah formal atau dapat mengakses pendidikan luar sekolah lainnya. Fokus yang lainnya adalah mempertahankan 1,35 juta anak usia sekolah yang sekarang berada di sekolah formal baik di jenjang SD/MI sampai dengan jenjang SMA/SMK untuk tidak drop out dan tetap mendapatkan pendidikan yang berkualitas,” kata Sugi.
Fokus perhatian ini, kata Sugi, sangat penting guna memastikan bahwa anak-anak generasi emas NTT memiliki kemampuan dan daya saing yang baik untuk menghadapi dunia kerja global abad 21 sejalan dengan Visi Gubernur dan Wakil Gubernur NTT “NTT Bangkit Menuju Sejahtera” khususnya dalam bidang pembangunan.
“Visi NTT Bangkit Menuju Sejahtera” ini bukan sekadar slogan, tetapi harus bisa mendorong kita untuk betul-betul bangkit,” kata Sugi.
Mutu dan relevansi lulusan, kata Sugi, ditentukan oleh kuatnya sinergi kapabilitas antara 22 dinas pendidikan dan kebudayaan provinsi dan kabupaten/kota dengan 7.657 kepala sekolah dan 92.448 guru di NTT.
“Sinergi kapabilitas yang berpihak pada proses pembelajaran. Para bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota di 22 kabupaten/kota se NTT pun berkomitmen untuk mewujudkan agar 1,35 juta anak NTT kelak masuk kelompok bonus demografi,” jelas Sugi.
Salah satu cara membangun komitmen itu adalah melalui lokakarya Grand Design Pendidikan Provinsi NTT. Sejak bulan September 2019, jelas Sugi, rangkaian lokakarya grand design ini telah diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT dengan melibatkan berbagai pihak.
“Grand design ini bersifat strategis sekaligus operasional, yang dirancang berdasarkan isu-isu strategis, tujuan, sasaran, dan arah kebijakan strategi pencapaian sasaran pembangunan pendidikan dengan berbasis pada pencapaian SDG’s pemerintah,” kata Sugi.
Lokakarya ini telah dilakukan tiga kali. Pertama digelar di Kupang 11–13 September 2019 membahas isu-isu strategis berjenjang dan lintas-jenjang. Lokakarya kedua berlangsung di Kupang pada tanggal 9-10 Oktober 2019 yang merupakan perumusan visi-misi dan tujuan yang akan dicapai.
“Lokakarya ketiga nanti kita selenggarakan tanggal 11-13 November 2019 di Kupang untuk membahas strategi pencapaian yang akan dilakukan bersama-sama,” kata Sugi.
Pembahasan pada lokakarya ketiga, kata Sugi, juga meliputi profil pendidikan di NTT. Hal ini sangat berguna untuk memahami secara lebih kontekstual tentang pendidikan dan kebudayaan di NTT, baik itu yang telah berhasil dan yang belum.
Tantangan yang ditemui termasuk dalam hal kesenjangan atau disparitas kinerja antar sekolah/madrasah per jenjang di dalam dan antar kabupaten/kota se-NTT.
//Delegasi.Com (hermen jawa)