KUPANG, DELEGASI.COM- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dan segera memproses hukum kasus kredit macet Bank NTT sekitar Rp 206,5 Milyar yang melibatkan 6 debitur ‘nakal’ sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan NTT tahun 2009.
Demikian sari pendapatan para anggota DPRD NTT, antara Patris Lali Wolo (Fraksi PDIP), Refafi Gah (Ketua Fraksi Hanura), Yohanes Rumat (Fraksi PKB) dan Ketua Komisi III DPRD NTT, Hugo Kalembu (Fraksi Golkar) yang dihubungi secara terpisah terkait kasus kredit macet Bank NTT sekitar Rp 206,5 M pada Sabtu (23/5/20).
“Sebagai anggota DPRD, saya mendesak pihak penegak hukum untuk segera memproses kasus kredit macet sekitar Rp 206 M ini. Proses hukum harus segera dilakukan agar menimbulkan efek jera agar tidak terjadi terus-menerus. Dan yang paling penting, uang rakyat masih bisa di selamatkan,” tandas Patril Lali Wolo..
Lali Wolo meminta kasus kredit macet tersebut dibuka secara transparan kepada publik. “Kalau bisa dirilis kerugian akibat kredit macet itu. Siapa saja debiturnya dan berapa besar jumlah kreditnya? Juga kredit macet sampai jumlah yang yang kecil agar semua rakyat NTT tahu siapakah itu? Dan apakah ada hubungan hallo efect atas macet kredit ini?” ujarnya..
Dengan demikian, lanjutnya, dapat diketahui siapa saja yang terlibat dan mengapa sampai macet?
“Sehingga bisa lanjut ke proses hukumnya dan penarikan semua asset kekayaan debitur agar bisa memperkecil kerugian Bank NTT,” tegas Lali Wolo.
Kerugian yang dialami Bank NTT dari kredit macet sekitar Rp 206,5 M itu, jelas Lali Wolo, merupakan kerugian kerugian rakyat NTT.
“Kasian rakyat yang menyimpan uangnya dan Pemda yang menyertakan modal ke Bank NTT. Kita provinsi yang masih susah jadi tambah susah. Karena terpaan pandemi covid-19 ini… pasti lebih susah lagi. Sangat disesalkan kalau masih ada oknum-oknum yang tangan dan hatinya ‘tega berbuat nista’ sehingga membuat rakyat makin tambah menderita,” ungkap Bendara DPD PDIP NTT itu.
Hal senada juga dikatakan Ketua Fraksi Partai Hanura NTT, Refafi Gah.
“Karena itu sudah menjadi temuan BPK NTT, maka kami minta agar diproses secara hukum agar masalah ini menjadi transparan. Oknum-oknum yang terlibat harus diminta pertanggungjawabannya secara hukum,” katanya.
Refafi menjelaskan, sesuai informasi yang diperoleh pihaknya, NPL Bank NTT sudah mencapai 4 persen.
“Ini sangat tidak bagus. Kredit macet yang besar itu mengancam likuiditas Bank NTT, karena itu kami mendesak agar masalah kredit macet ini segera ditangani secara serius,” tegas.
Menurutnya, DPRD NTT dan para pemegang saham, serta masyarakat NTT pada umumnya tidak ingin kalau uang daerah dan uang rakyat yang dikelola oleh Bank NTT hanya dipakai untuk menutup kredit macet akibat keteledoran dan kesalahan oknum-oknum tertentu.
“Upaya Gubernur sebagai PSP (Pemegang Saham Pengendali, red) untuk menata manajemen Bank NTT untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat, perlu kita dukung,” ujar Refafi.
Wakil Ketua Fraksi PKB DPRD NTT, Johannes Rumat juga mengatakan hal yang senada. Menurutnya, kredit macet sebesar Rp 206,5 M yang hanya berasal dari 6 debitur sangat mengagetkan.
“Ini sangat luar biasa. Investasi dinamana? Jangat sampai investasi yang ditawarkan di luar NTT? Kasihan masyarakat NTT simpan uang lalu kasih cuma-cuma untuk orang dari luar yang tak jelas,” ujarnya.
Rumat menduga, kredit macet itu tak mungkin terjadi kalau tanpa keterlibatan orang ‘dalam’ Bank NTT yang tidak bertanggung jawab, khususnya oknum direksi dan komisaris.
“Karena itu, masalah ini harus segera diusut tuntas oleh aparat hukum. Suka atau tidak, polisi/jaksa harus kejar dan usut tuntas. Jika tidak, akan minimbulkan image buruk dan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat/nasabah yang menyimpan uangnya di Bank NTT. Kalau bank mau sehat, harus jaga kepercayaan masyarakat. Kuncinya di situ,” jelasnya.
Menurut Rumat, kredit macet bisa terjadi karena salah dalam analisis kredit.
“Jangan sampai perusahaan yang mau bangkrut, dikasih kredit besar dengan agunan bodong. Atau investasi bodong tapi dikasih kredit yang nilainya sampai puluhan bahkan ratusan milyar rupiah. Ambil uang di NTT, tapi investasi di luar atau ada hal-hal yang merugikan Bank NTT,” tandasnya.
Manajemen kredit Bank NTT, kata Rumat sangat longgar.
“Masa’ nilai kreditnya sampai puluhan hingga ratusan milyar rupiah tapi agunannya bodong. Aneh kan? Ini harus diipertanggungjawabkan kepada pemilik modal dan masyarakat NTT.
Jajaran Komisari dan Direksi Bank NTT harus mempertanggungjawabkan kepada masyarakat dan pemilik modal. Tidak boleh melempar tanggung jawab ke pihak tertentu,” kritiknya.
“Jadi kami minta agar kasus ini diproses secara hukum agar transparan. Bongkar benang kusutnya agar masalahnya tidak berkepanjangan. Usut tuntas siapa saja oknum-oknum yang bertanggung jawab terhadap ‘kecolongan’ pemberian kredit macet itu,” tegasnya.
Kalo bank ntt mau sehat, kuncinyab hrs disitu. Itu hrs diselidki..
Sementara itu Ketua Komisi III DPRD NTT, Hugo Rehi Kalembu mengatakan, Komisi III DPRD NTT menaruh perhatian serius terhadap masalah kredit macet yang tinggi itu.
“Karena bilamana NPL nya sudah mencapai lebih dari 5 persen maka bank NTT akan masuk kategori bank dalam pengawasan,” ujarnya.
Menurut Kalembu, temuan BPK selalu diikuti dengan rekomendasi bagaimana Bank NTTt mengatasi tunggakan kredit yang macet. “Oleh karena itu dalam Bulan Juni nanti Komisi III akan mengadakan rapat konsultasi dengan BPK Perwakilan NTT dan dilanjutkan dengan rapat kerja dengan Bank NTT sebagai mitra Komisi III,” katanya.
Rapat tersebut, jelas Kalembu, akan diarahkan pada dua hal. Pertama, pembenahan manajemen termasuk pejabat bank atau pihak terkait yang menangani kredit. “Akar masalahnya perlu didalami supaya kredit macet itu tak terulang pada masa yang akan datang,” harapnya.
Kedua, upaya penyelamatan kredit yang tertunggak. “Supaya kalau tak zero (ditarik kembali seluruhnya, red) tapi ditekan kerugiannya seminimal mungkin. Rapatnya akan melibatkan jajaran direksi dan sekaligus komisaris Bank NTT,” tandas Hugo.
Seperti diberitakan sebelumnya, Senator Abraham Paul Liyanto mengungkapkan adanya potensi kerugian negara sekitar Rp 2016,5 M dari kredit macet yang tidak tertagih oleh Bank NTT. Kredit macet yang melibatkan 6 debitur ‘nakal’ itu berdasarkan temuan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Perwakilan NTT tahun 2009 yang diungkapkan Kepala BPK Perwakilan NTT dalam Rapat Paripurna DPD RI beberapa waktu lalu.
//delegasi(*/tim)