KUPANG, DELEGASI.COM – Penetapan status tersangka tehadap mantan Kakancab Bank NTT Oelamasi, Jhon Nedy Charles Sine (JNCS) oleh penyidik/penyidik pembantu Sat.Reskrim Polres Kupang sudah sesuai prosedur dan sah menurut hukum serta tidak menyalahi aturan.
Demikian tanggapan/klarifikasi tertulis Kapolres Kupang, AKBP Aldinan RJH Manurung, SH, SIK, Msi melalui Kasubag Humas Polres Kupang, Aipda Randy Hidayat terkait pemberitakan media ini pada Jumat (3/7/2020) dengan berita berjudul: “Diduga Penyidik Polres Kupang Kriminalisasi Mantan Kakancab Bank NTT Oelamasi.”
Menurut Aldinan RJH Manurung sebagaimana disampaikan melalui Kasubag Aibda Randy Hidayat, sidang pra-pradilan penetapan tersangka atas nama, Jhon Nedy Charles Sine, yang diajukan oleh kuasa hukumnya, Samuel Haning, S.H., M.H pada PN Oelamasi telah dilaksanakan 7 kali.
“Setelah menjalani sidang sebanyak 7 kali itu, hakim membacakan Putusan Sidang Pra-peradilan dengan amar putusan ‘Mengabulkan Eksepsi Termohon’ dan dalam Pokok Perkara hakim menyatakan ‘Menolak Permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya’.”
Lebih lanjut Kapolres Kupang menegaskan bahwa setelah mengikuti jalannya persidangan pra-peradilan sejak awal sampai dengan hakim membacakan putusannya, sidang berjalan lancar.
Dijelaskan dalam amar putusannya, Hakim menyatakan bahwa Penyidikan terhadap Perkara Tindak Pidana Perbankan Berupa Penyalahgunaan Kewenangan Dalam Pemberian Fasilitas Kredit KMK-JP Konstruksi Tahun 2017, KMK-KUR Tahun 2018, KMK-RC Proyek Tahun 2018 dan Pemberian Fasilitas Kredit KI-JP Tahun 2018 pada Bank NTT Cabang Oelamasi, dengan tersangka atas nama Jhon Nedy Charles Sine sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) UURI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, adalah ‘Sah Menurut Hukum’.
“Dan Penetapan Jhon Nedy Charles Sine sebagai Tersangka sudah dilakukan oleh Penyidik/ Penyidik Pembantu Sat. Reskrim Polres Kupang sesuai Prosedur dan Sah Menurut Hukum,” tulisnya.
Sebagaimana diberitakan tim media ini sebelumnya (3/7/2020), Penyilidik Polres Kupang diduga melakukan tindakan kriminalisasi terhadap mantan Kepala Bank NTT Cabang (Kakancab) Oelamasi, JNCS karena upaya penangkapan/jemput paksa yang dilakukan penyidik Polres Kupang melanggar Peraturan Kapolri (Perkapolri) Nomor 8 tahun 2009 Pasal 27 dan pasal 2. Kemudian pasal 56 KUHAP, Perkapolri dan UU No.30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, serta Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 4 tahun 2015 Tentang Pedoman Beracara Dalam Penilaian Unsur Penyalahgunaan Wewenang.
Demikian dikatakan Kuasa Hukum JNCS, Semuel Haning,SH.,MH dan Marthen Dillak,SH.,MH saat ditemui tim media ini di Kupang pada Kamis (2/7/2020) pukul 17.15 Wita.
“Upaya jemput paksa ini merupakan kriminalisasi terhadap klien kami. Klien kami masih melakukan upaya hukum melalui PTUN Kupang yang akan disidangkan Selasa (7/7/20) depan. Jadi saya berharap semua pihak dapat menahan diri sampai ada keputusan hukum yang tetap,” tandasnya.
Menurut Paman Sam, masalah penyalahgunaan wewenang yang disangkakan kepada JCSN (dalam dugaan kredit topeng yang dikatakan macet, red) adalah tidak benar. “Karena para nasabah mengakui (dalam pemeriksaan polisi, red) secara sadar melakukan pinjaman dan hingga saat ini nasabah/dibitur masih mencicil. Bahkan ada debitur yang sudah melunasinya,” ungkapnya.
Lalu, lanjut Haning, dimana penyalahgunaan kewenangan? “Siapa yang dirugikan? Atau siapa yang diuntungkan? Kalau dikategorikan macet, sebenarnya itu masalah perdata, kenapa ditarik ke pidana? Ini kriminakisasi,’ tandas Haning.
Pria yang akrab disapa Paman Sam itu mengatakan bahwa penetapan tersangka atas kliennya (JNCS, red) oleh Penyidik Polres Kupang terlalu cepat alias terlalu dini. Akibatnya, status tersangka yang disandang kliennya bertentangan dengan ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2015, Tentang Pedoman Beracara Dalam Penilaian Unsur Penyalahgunaan wewenang sebagaimana bunyi pasal 2 ayat (1); Pengadilan berwenang, menerima, memeriksa dan memutus permohonan ada atau tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintah sebelum adanya proses pidana.
Lebih lanjut Paman Sam mengungkapkan, atas dasar ketentuan Mahkamah Agung tersebut, maka pihaknya mengharapkan Penyidik Polres Kupang menahan diri atau mengurungkan niat untuk melakukan penahanan terhadap kliennya.
“Sebab, berdasarkan ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2015, Pasal 2 ayat (1), kami selaku kuasa hukum sedang mengajukan permohonan kepada pengadilan Tata Usaha Negara Kupang untuk menguji keputusan, apakah yang dilakukan klien kami itu benar tergolong dalam penyalahgunaan wewenang sebagai seorang pejabat Negara atau tidak,” ujarnya.
Paman Sam mengharapkan, semua pihak tunduk dan taat terhadap hukum dan menunggu hingga adanya keputusan Majelis Hakim terkait gugatan TUN tersebut berkekuatan hukum tetap.
“Kalau memang ternyata putusan Mejelis Pengadilan TUN bahwa tindakan klien kami tersebut adalah penyalahgunaan wewenang, maka penyidik (Penyidik Polres Kupang, red) tidak perlu bersusah payah untuk menjemput klien kami, karena kami yang akan mengantar klien kami kepada penyidik,” jelasnya.
Akan tetapi, lanjut Paman Sam, kalau pengadilan memutuskan bahwa ternyata Klien Kami tidak bersalah maka Penyidik juga harus hormati putusan hukum tersebut.
Sejalan dengan pernyataan Paman Sam, Marthen Dillak, SH, MH yang juga anggota Kuasa Hukum JNCS mengatakan bahwa semestinya sebelum penyidik menetapkan JNCS sebagai tersangka, penyidik mengajukkan permohonan gugatan TUN. Apakah tindakan JNCS termasuk penyalahgunaan wewenang atau tidak?
“Dan seandainya dari awal penyidik melakukan langkah tersebut, maka tentu proses ini tidak berbelit belit seperti ini. Oleh karena itu, sekali lagi kami berharap agar Penyidik Polres Kupang tidak perlu lah datang untuk menjemput paksa klien kami untuk di tahan,” tandasnya.
Menurut Marthen Dillak, seharusnya semua pihak saling menghargai karena proses hukum sedang berjalan di Pengadilan hingga apapun putusan majelis hakim, semua pihak wajib hormati.
Marthen Dillak juga mengungkapkan kekecewaannya terkait sikap oknum penyidik Polres Kupang yang datang ke rumah JNCS pada sore hari (2/6/2020) sekitar pukul 15.15 Wita untuk menjemput paksa dan menahan JNCS.
Dan andaikan tadi sore, lanjut Marthen Dillak, mereka (penyidik, red) membawa klien kami secara paksa, maka tidak tertutup kemungkinan pihaknya akan mengadukan penyidik ke Propam Polda NTT. “Kami sebagai kuasa hukum tentu tidak mengharapkan hal tersebut terjadi,” pungkasnya mengakhiri pembicaraannya.
//delegasi (*/tim)