Kupang, Delegasi.com – Jelang suksesi Gubernur NTT 2018, Bupati TTU, Ray Fernadez menjadi sosok yang fenomenal. Politisi muda PDIP ini bakal bertarung ‘hidup mati’ dengan tiga kandidat bakal calon lainya yakni, Kristo Blasin, Lucia Andinda Lebu Raya dan Daniel Tagu Dedo untuk keluar sebagai calon yang diusung Partai wong cilik itu. Empat sosok yang nantinya akan disurvei secara internal PDI Perjuangan menjadi dinamika politik menarik di internal PDIP NTT. Siapakan yang keluar sebagai pemenang, hanya waktu dan keberuntunganlah yang mencatat itu. (2) habis.
Dari SDN Bakisonbay, Ray mulai mengasah kecerdasannya. Ia tergolong anak dengan inteligensia yang bagus. Ia pernah mengharumnak nama sekolah itu ketika diutus menjadi duta cerdas cermat untuk lima bidang studi tingkat kecamatan. Ia juara satu dan bersaing hingga ke tingkat kabupaten. Itulah Ray Sau Fernandes, anak cerdas yang diracik dari SDN Bakisonbay.
SDN Bakisonbay adalah tempat Ray menginjakkan kaki pertama untuk menuntut ilmu. Rumah keluarga Ray yang berada di Huenanan, berjarak 7 km dari SD Bakisonbay, tidak menjadi alasan bagi Ray untuk malas ke sekolah. Ray tetap rajin kendati harus jalan kaki bolak-balik berpeluh keringat dengan memikul tas kresek berisi buku dan bekal makan siang berupa beberapa potong singkong atau jagung goreng dalam botol.
Mantan Kepala Sekolah Bakisonbay, Yosef Binsasi, mengakui Ray adalah anak yang rajin, tanggung jawab, penurut serta berprestasi. Buktinya, pada tahun 1985, Ray terpilih mewakili SDN Bakisonbay mengikuti lomba cerdas cermat lima bidang studi di tingkat kecamatan dan berhasil juara hingga tingkat kabupaten. Di SD, Ray menduduki posisi Ketua OSIS atau yang dikenal dengan sebutan Ketua Umum.
Selepas SDN Bakisonbay, Ray didorong kedua orang tuanya untuk terus menimba ilmu di Kota Kefamenanu. Untuk menghemat uang sekolah, maka SMPN Kefamenanu adalah target utama dan Ray lolos lulus tes masuk. Tahun 1986 di sekolah ini Ray duduk di kelas favorit yakni kelas IA karena memiliki nilai yang kategori pintar. Kesan Ray menurut mantan gurunya, Yorman A. Dima, S.Pd, adalah seorang anak dari kampung dengan penampilan lugu dan sederhana dengan tinggi badan 144 cm dan berat badan 38,5 kg. Ray atau ada teman yang sudah memanggilnya Ray, dari kelas I sampai kelas III tetap rangking di kelas favorit. Salah satu kebiasaan yang sampai hari ini masih terkenang adalah kebiasaannya melipat buku dan diselipkan di saku belakang celananya.
Hal yang paling menonjol dalam dirinya saat itu adalah ketika ada diskusi atau debat kelompok. Kepandaiannya dalam mengemukakan pendapat, gagasan atau ide serta kritis dalam memberi sanggahan terhadap pendapat teman-temannya, membuat Ray selalu tampil sebagai ketua kelompok diskusi atau pelapor.
Oleh teman-temannya, Ray merupakan siswa yang sederhana, bijak, selalu ingin bersaing dalam pelajaran dan kritis dalam mengungkapkan gagasan. Namun dirinya tidak sombong meski banyak pujian datang silih berganti baik dari sesama teman maupun dari guru.
Di tingkat SLTA, Ray memilih SMA Negeri Kefamenanu pada tahun 1990. Ray terus menebarkan pesona yang menyenangkan, kecerdasan dan naluri organisasinya sangat menonjol. Tidak heran banyak temannya angkat jempol untuknya termasuk guru. Beberapa mantan gurunya, seperti Benediktus Sedhu, S.Pd, Dra. Naomi Kimarak dan Frans Nahak, mengakui kepribadian Ray yang elegan. Melihat sosok RayRay demikian, saat itu para guru memotivasinya untuk tetap mempertahankan sikap dan teruslah bersekolah.
Dan, Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana, menjadi pilihan Ray usai SLTA tahun 1993. Belajar di perguruan tinggi yang nota bene membutuhkan anggaran besar, tidak membuat semangat Ray kendor. Di Kota Kupang, Ray memilih indekost di sekitar Oesapa dengan pertimbangan bisa berjalan kaki ke kampus. Kebebasan hidup di kos tidak banyak dinikmati karena ketiadaan uang untuk mengikuti berbagai organisasi. Ray akhirnya turun ke laut di pagi hari dengan berpura-pura membeli ikan sambil mengamati situasi transaksi antara pembeli dan penjual ikan.
Hari kedua, Ray mendatangi tempat yang sama dan menawarkan diri menjadi pembeli borong dan kemudian memikul hasil borongannya menjual dari kos ke kos di seputar Oesapa. Hampir seminggu menjual ikan keliling tetapi akhirnya berhenti karena terlalu berat. Lepas dari penjual ikan, Ray menjadi buruh bangunan untuk tidak mengharapkan uang seutuhnya dari orang tua.
Ketika ada keperluan pulang kampung, Ray tidak segan-segan menjadi kondektur bis Kefa-Kupang yang kebetulan dikemudikan Fery Lopez, teman kelas di SMP Negeri Kefamenanu. Suatu ketika, saat pulang libur Ray bersama rombongan mahasiswa, Ray membantu teman-temannya dengan cara seperti lazimnya dia memposisikan diri saat berada di dalam bus yang dikemudikan Om Fery. Kursi laseref/cadangan adalah langganan Ray. Bagi Ray, seorang mahasiswa adalah kebanggaan orang tua. Karena itu, tantangan hidup mesti disiasati sedemikian rupa agar tidak boleh menjadi penghambat juga tidak boleh membuat susah orang tua dan orang lain.
Teman-teman kuliah Ray pun mengemukakan kesuksesan Ray dalam berbagai organisasi yang mengagumkan. Fransiskus B. Fay, S.Pt (saat ini menjadi Kabag Umum Setda TTU) mengakui Ray merupakan aktivis pada setiap level organisasi baik organisasi intra maupun ekstra kampus. Pada organisasi di luar kampus, Ray terkenal sebagai aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Kupang. Pada bendera GMNI inilah, Ray sangat tekun membina dan membenahi diri, tentang bagaimana menjadi pemimpin. Sikap nasionalisme selalu ditunjukkan lewat perilakunya yaitu suka bergaul dengan semua teman tanpa membedakan suku, golongan ataupun agama.
Pada level organisasi lokal kemahasiswaan, Ray sangat aktif dalam Ikatan Mahasiswa TTU (IMATTU) di Kupang dan pernah menjadi Ketua. Saat kepemimpinannya, ia berhasil merancang dan merumuskan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IMATTU Kupang, yang sebelumnya belum pernah ada. Yosef O. Bnani, S.Pd, salah seorang rekan se-asarama ketika mahasiswa, mengakui bahwa jiwa kepemimpinan Ray telah matang ketika masih kuliah. Ray selalu siap menerima tantangan baru untuk terus belajar dan tergolong orang yang mudah memaafkan. (elas)
Menemukan Kematangan di Dunia Aktifis
Selain cerdas, Ray Fernandes juga ternyata telah mempersiapkan diri menjadi pemimpin. Lihat saja, selama kuliah, ia aktif di berbagai organisasi, baik ekstra maupun intra kampus. Upaya konkrit mematangkan diri menjadi pemimpin.
SEMASA kuliah, Ray banyak mengikuti organisasi baik di tingkat akademik, paguyuban dan lingkungan gereja. Karena itu, ia sudah terbiasa banyak bicara dan memiliki relasi di setiap elemen. Di benaknya tidak pernah terbesit untuk cepat selesaikan kuliah lalu menjadi seorang PNS di Kabupaten Timor Tengah Utara, kendati ekonomi keluarga yang terus merosot.
Yang dilakukan Ray usai kuliah adalah hadir dalam setiap kegiatan organisasi atau mencari teman aktifis dan terlibat dalam diskusi hangat. Sebagai seorang putera petani yang nota bene tak berduit, bukan menjadi hambatan baginya. Bagi Ray, selagi fisik masih normal dan otak masih sehat, maka itu adalah modal utama untuk menyiasati hidup dalam segala situasi. Berorganisasi adalah sebuah panggilan hidup yang mutlak didengar dan dijalankan oleh seorang mahasiswa. Tidak heran, Ray dalam kurun waktu tertentu telah menjadi badan pengurus di sejumlah organisasi.
Ray adalah aktifis yang mencatatkan diri dalam berbagai organisasi seperti menjadi pengurus Senat Mahasiswa dan Badan Perwakilan Mahasiswa pada Fakultas Peternakan, pengurus Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Kupang, Ketua Kelompok Umat Basis Santa Maria Dolorossa stasi Santu Andreas Lasiana Paroki Santu Yosef Pekerja Penfui, pengurus Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) Fakultas Peternakan Undana Kupang dan pengurus Ikatan Mahasiswa Timor Tengah Utara (IMATTU).
Memasuki tahun 1998, yang mana rezim Soeharto ditumbangkan oleh aksi mahasiswa di seluruh pelosok negeri, membawa keberuntungan tersendiri bagi Ray. Masa reformasi yang merupakan masa kebangkitan bagi mahasiswa untuk secara bebas menyuarakan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang mengakar selama 32 tahun serta adanya demokrasi akal-akalan di rezim kepemimpinan Soeharto, menjadi cambuk untuk terus menuntut kebenaran, keadilan dan transparansi. Alhasil, klimaks dari maraknya demonstrasi, mahasiswa berhasil melengserkan Soeharto pada tahun 1998. Presiden 32 tahun ini pun mengundurkan diri seusai lawatannya dari Mesir.
Parodi politik di pusat negeri hingga pelosok negeri ini pun berubah. Pesona Ray yang sebelumnya sudah mengemuka dan disebut-sebut di tingkat mahasiswa, lingkungan dan bahkan sampai ke meja para politikus, mendapat peluang emas untuk meretas jalan politik menuju sukses. Bendera PDI Pro Mega yang telah berada dalam genggamannya semakin membuat jiwa Ray bersemangat untuk menghidupkan dan membesarkan partai ini di Kabupaten Timor Tengah Utara.
Posisi Megawati Sukarno Putri yang saat itu dipojokkan oleh pemerintahan Orde Baru, semakin mendapat simpati dan memudahkan Ray, dkk, untuk menangkap hati rakyat selangkah demi selangkah. Aktif dalam berbagai organisasi telah menjadikan pribadi Ray untuk kritis dalam mengontrol berbagai kebijakan pemerintah.
Disinilah seorang Ray Fernandes tidak ingin menjadi seorang PNS, kendati ada berbagai tawaran saat itu. Ray lebih banyak mendengar panggilan berpolitik lewat PDIP lalu mengontrol kebijakan pemerintah. Target Ray dkk adalah mendulang suara sebanyak mungkin pada Pemilihan Umum tahun 1999 dan merebut beberapa kursi di lembaga legislatif Kabupaten TTU. (Disadur dari buku Meretas Jalan Bersama Dubes)//delegasi (elas)