KUPANG, DELEGASI.COM – Komunitas Wartawan Peduli Pembangunan (Kowappem) NTT memenuhi panggilan pemeriksaan/klarifikasi Penyidik Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) terkait laporannya tentang dugaan suap/gratifikasi yang melibatkan oknum Wartawan Televisi Republik Indonesia (TVRI) Kupang, Tomi Mirulewan dan PT. Pembangunan Perumahan (PP) senilai Rp 125 Juta dalam pembangunan PLTU Timor 1 di Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang.
Demikian dikatakan Kuasa Hukum Kowappem, Mardan Yosua Nainatun, SH kepada tim media ini pada Rabu (29/7/2020) di Polda NTT seusai mendampingi tim Kowappem memberi keterangan di Ditreskrimum Polda NTT.
“Kita hadir disini dalam rangka penuhi panggilan pihak penyidik Polda NTT untuk diambil keterangan atau klarifikasi dari pihak Kowappem terkait laporannya tentang dugaan Korupsi oknum Wartawan TVRI Kupang, saudara Tomi Mirulewan dan PT. PP yang terjadi satu bulan lalu (bulan Juni tahun 2020, red),” tandasnya.
Kuasa Hukum Kowappem itu juga mengapresiasi langkah cepat penyidik Polda NTT dalam menindaklanjuti laporan pengaduan masyarakat dari Kowappem tentang dugaan korupsi/suap/gratifikasi wartawan TVRI NTT dan PT.PP.
“Kita apresiasi penyidik yang tadi sudah memberi gambaran secara utuh terkait rencana penyelidikan dan penyedikan terhadap 7 (tujuh) orang saksi yang telah dipanggil. Kemudian akan ada 6 orang saksi lagi yang akan dipanggil dan segera diperiksa terkait kasus tersebut. Kami juga berharap, semoga proses ini cepat naik ke P21 dan dilimpahkan ke Kejaksaan,” ujarnya.
Terkait hasil keterangan dari saksi-sakti yang telah dipanggil, Mardan Nainatun mengatakan bahwa.
“Kita akui bahwa psikologi seseorang yang akan dipanggil sebagai saksi/proses klarifikasi biasaya akan sedikit terganggu sehingga dalam kesaksian/keterangannya bisa menimbulkan cerita-cerita baru yang mengaburkan fakta sesungguhnya.”
Namun, lanjut Mardan, legal standing Kowappem sangat jelas. “Legal standing kita jelas, bahwa ini masuk dalam tindak pidana korupsi, bahwa ini terpenuhi unsur pasal 11 dan pasal 12 UU Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tergantung dari proses penyidikan,” katanya.
Namun, jelas Mardan, dari bukti-bukti dan keterangan saksi bahwa ada tawar-menawar pencabutan berita pada media online dan/atau tidak ditayangkan berita di TVRI.
”Dari bukti-bukti itu sudah sangat terang-benderang. Keterangan-keterangan baik bukti eletronik maupun saksi-saksi yang ada dalam proses permintaan uang itu. Kemudian ada pihak yang memberikan itu sudah sangat jelas sehingga kita harapkan dari pihak Polda NTT juga bisa bergerak cepat memproses kasus ini sehingga secepatnya juga kasus ini bisa naik ke P.21,” tandasnya.
Untuk itu, kata Mardan, pihaknya selaku Kuasa Hukum Kowappem dan kliennya (Kowappem, red) menunggu janji pihak Polda NTT, khususnya informasi dari pihak penyidik Polda NTT tentang progres penyelidikan saksi-saksi dan panggilan pemeriksaan lebih lanjut (penyidikan, red). “Kita saat ini masih ditahap penyelidikan, tetapi standing kita jelas, bukti bukti dan keterangan-keterangan sudah sangat jelas bahwa kasus ini harus dinaikkan ke tahap penyidikan,” harapnya.
Sebagaimana diberitakan tim media ini sebelumnya (Rabu, 22/7/2020), Pimpinan TVRI NTT telah menonaktifkan Tomi Mirulewan (TM) alias Tomi sebagai Reporter TVRI Kupang sejak tanggal 29 Juni 2020 terkait mencuatnya dugaan suap/gratifikasi yang melibatkan PT. PP. Dengan demikian, Tomi tidak dapat tugas peliputan/wawancara atau beraktifitas lagi sebagai reporter TVRI NTT.
Menurut Syarifuddin, pihak TVRI NTT sudah menjatuhkan sanksi terhadap TM sejak 29 Juni 2020. “Sudah ada sanksi dari TVRI NTT. Ibu Ira selaku atasan langsung dari Tomi sudah menonaktifkan Tomi dari tugasnya sebagai reporter,” ujarnya.
Sedangkan sanksi lain terhadap TM, jelas Syarifuddin, akan diberikan bilamana hasil proses hukum sudah selesai dan ada keputusan hukum berkekuatan tetap atas TM.
Kepsta TVRI Kupang itu juga menegaskan bahwa karena TM adalah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN), maka tentu ada ketentuan sanksi yang sudah tertulis bagi seorang ASN yang melanggar.
Ditanyai lebih lanjut, apakah aturan managemen TVRI Kupang mengijinkan TM untuk memiliki usaha media online tersendiri (media Obonusantara.Com, red) disamping tugas pokoknya sebagai reporter TVRI.
“Tidak ada tu aturan dalam TVRI yang begitu. Apalagi kalau ia itu adalah seorang ASN. Tidak boleh,” tegasnya.
Terkait terkuak informasi adanya upaya damai antara TM dan PT.PP, Kepala Seksi Berita LPP TVRI Stasiun NTT, Irawati Barmantiyas (atasan langsung dari TM, red) yang mendamping Syarifuddin mengatakan, pihak TVRI Kupang tidak tahu-menahu tentang hal itu.
“Kami tidak tahu tentang adanya upaya damai itu. Kalau panggilan dari Polda NTT buat yang bersangkutan (TM, red) untuk diperiksa terkait kasus (kasus suap/gratifikasi yang melibatkan TM, red) kami tahu,” ungkapnya.
Dugaan suap/gratifikasi yang melibatkan TM dan ES itu berawal ketika TM dan 4 oknum wartawan Televisi melakukan peliputan tentang dampak penggunaan dinamit dalam pembangunan PLTU Timor 1 di Desa Lifuleo terhadap kerusakan rumput laut dan rumah warga setempat. Namun setelah melakukan peliputan, TM, cs menayangkan berita tersebut pada media online obornusantara.com dan merdeka.com. Pihak PT. PP dan TM, cs melakukan pertemuan di Resto Nelayan. Dalam pertemuan itu, pihak PT. PP meminta TM, cs mencabut berita yang telah ditayangkan di media online dan tidak memberitakannya di televisi.
Namun saat itu, rekan-rekan TM menolak permintaan itu.
Namun setelah pertemuan itu, TM menghubungi ES dari PT. PP untuk bertemu disalah satu cafe di bilangan Kota Baru, Kupang.
Dalam pertemuan itu, TM mengatakan akan mencabut berita di medianya, obornusantara.com hanya dengan sekali klik. Dan hal itu dibuktikan TM dan ES pun memberikan uang tunai sebesar Rp 5 juta.
Belum puas dengan uang tersebut, TM meminta tambahan Rp 125 untuk 5 wartawan televisi (masing-masing Rp 25 juta, red). Untuk memenuhi permintaan TM itu, ES dari PT. PP mentransfer ke rekening TM sebesar Rp 5 juta rupiah sebagai bagian dari Rp 125 juta yang diminta TM untuk 5 oknum wartawan televisi.
Dugaan suap/gratifikasi itu mencuat setelah diberitakan media online yang juga membeberkan screen shoot perkacapan via Whats App antara TM alias Tomi dan ES (staf PT. PP). Dalam percakapan itu, Tomi mengatasnamakan 5 wartawan Televisi meminta uang Rp 125 (masing-masing Rp 25 juta) kepada pihak PT. PP agar berita tentang penggunaan bahan peledak (dinamit) oleh PT. PP tidak ditayangkan oleh TVRI NTT dan 4 wartawan TV lainnya.
Permintaan Tomi tersebut dipenuhi pihak PT. PP dengan memberikian secara tunai sebesar Rp 5 juta di salah satu cafe di bilangan Kota Baru.
Kemudian, ES dari PT. PP mentransfer ke rekening bank atas nama Thimotius Mirulewan sebesar Rp 5 juta.
Merasa tindakan Tomi mencemarkan nama baik profesi wartawan,
Komunitas Wartawan Peduli Pembangunan (Kowappem) NTT melaporkan Tomi dan PT. PP ke Polda NTT dengan dugaan suap/gratifikasi. Saat ini Polda NTT sedang melakukan penyelidikan/lidik dugaan gratifikasi tersebut.
Tomi sendiri telah dipanggil dan diperiksa dengan membawa rekening bank dan legalitas pendirian portal berita online obornusantara.com.
//delegasi(*/tim)