KUPANG, DELEGASI.COM – Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) X Kupang telah memperbaiki berbagai fasilitas umum di Jalan Nasional Trans Flores, ruas Ende-Detusoko yang ditinggal terbengkalai (tidak dikerjakan/tidak diperbaiki, red) oleh kontraktor pelaksana PT. Agogo Golden Group (AGG). Fasilitas umum yang diperbaiki oleh BPJN X Kupang antara lain, jalan masuk desa/jalan desa, jalan masuk gereja, kantor desa, akses ke pasar desa, irigasi, gorong-gorong dan falititas lainnya di 3 desa (Wolofeo, Sipi Jena, dan desa Detusoko Barat, red) di Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende.
Demikian dikatakan Kabalai PJN X Kupang, Mochtar Napitupulu saat menemui tim media ini di Kupang pada Senin, (3/7/2020).
Menurut Napitupulu, pembersihan dan perbaikan fasilitas umum di jalan Trans Flores, ruas Ende-Detusoko telah diselesaikan BPJN X Kupang, dalam waktu 3,5 hari.
“Kami telah membersihkan jalan dari material dan menutup lubang-lubang galian pelebaran jalan di ruas Jalan Ende-Detusoko. Kami juga telah memperbaiki fasilitas-fasilitas umum yang sebelumnya dibongkar oleh kontraktor pelaksana,” ujar Mochtar Napitupulu.
Menurut Napitupulu, Ia memimpin langsung pembersihan jalan dan perbaikan fasilitas umum yang ditinggal oleh PT. Agogo Golden Group di ruas jalan itu.
“Kemarin saya turun langsung ke lokasinya (Ruas Jalan Ende-Detusoko, red). Kami bekerja dengan bantuan masyarakat dan kontraktor setempat. Kami kerjakan bersama hingga tengah malam, bahkan masyarakat dan Kepala Desa setempat juga hadir dan turut bekerja,” tandasnya.
Jika melihat kondisi pekerjaan jalan dengan panjang sekitar 3,9 km itu, jelas Napitupulu, maka pembersihan material dan perbaikan fasilitas jalan tersebut merupakan pekerjaan yang berat. Namun dengan tekad kerja demi kepentingan masyarakat maka pihaknya berupaya bekerja dengan segala kekuatan yang ada.
“Ternyata pekerjaan yang berat itu dapat diselesaikan hanya dalam waktu 3,5 hari. Itu menunjukkan bahwa jikalau pekerjaan itu serius dan fokus dikerjakan oleh kontraktor, maka pekerjaan tersebut dapat diselesaikan tepat waktu dan bahkan mungkin lebih cepat. Buktinya kemarin, bisa kami selesaikan hanya dalam waktu 3,5 hari dari target 5 hari kerja,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Napitupulu menyampaikan permohonan maaf kepada pemerintah Kabupaten Ende dan seluruh masyarakat serta DPRD Kabupaten Ende.
“Saya juga minta maaf, khususnya kepada pemerintah dan masyarakat di 3 desa pada ruas jalan Ende-Detusoko dan pengguna jalan atas ketidaknyamannya selama ini karena kelalaian kami mengontrol kontraktor mengerjakan ruas jalan tersebut. Apalagi kami di Kupang dan yang mengontrol teknis di lapangan adalah Kasatker,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Mochtar Napitupulu mengapresiasi keiklasan masyarakat di sekitar lokasi ruas jalan Ende Detusoko dan para Kepala Desa yang sukarela berpartisipasi membantu saat pembersihan, pengerjaan dan perbaikan fasilitas umum di lokasi tersebut.
“Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada masyarakat desa dan kepala desanya yang tidak saja perhatian dengan kondisi jalannya, tetapi juga turun langsung membantu kami saat kami bekerja. Bahkan ikut mencampur pasir dan semen. Saya terharu sekali. Sekali lagi terima kasih dan maaf ya,” ujarnya sambil mengatupkan kedua tanganya di depan dada.
Melalui tim media ini, Napitupulu meminta dukungan komunikasi berbagai pihak untuk turut mengontrol proyek-proyek jalan nasional yang tujuannya untuk kepentingan publik.
“Kami juga mohon dukungan informasi dan komunikasi dari teman-teman media agar kita bersama-sama memperhatikan kepentingan masyarakat, termasuk pembangunan jalan yang untuk dapat dinikmati publik,” pintanya.
Klarifikasi ‘Jalur Gaza’
Terkait ucapannya saat pelantikan Kasatker PJN IX, Achmad Trunjaya, ST. MT (pada Mei 2020, red) tentang Wilayah Satuan Kerja (Satker) PJN IV (Ngada, Nagekeo, Ende, dan Sikka, red) sebagai ‘Jalur Gaza yang kontraktornya bersaudara tapi saling gigit,’ Napitupulu meminta maaf dan mengklarifikasi pernyataannya bahwa ia tidak ada bermaksud lain dengan ucapannya itu.
“Saat itu saya sebut wilayah satuan kerja IV itu sebagai ‘Jalur Gaza’ dalam artian wilayah Flores merupakan wilayah rawan bencana alam, seperti longsor. Bukan dalam Jalur Gaza dalam artian SARA sebagaimana yang disebutkan Pak Truna. Saya dengar istilah itu sudah lama dan saya hanya bermaksud guyon dengan istilah itu,” tandasnya.
Napitupulu juga mengungkapkan, saat ini dirinya sulit berkomunikasi dengan Kasatker IX, Achmad Trunjaya untuk mengklarifikasi terkait ucapannya itu karena nomor kontaknya diblokir Achmad Trunjaya.
“Kita memahami kondisi psikis Pak Truna saat ini mungkin terganggu dan tidak stabil karena disomasi para stafnya sendiri sehingga kita tidak bisa hubungi beliau untuk komunikasikan secara baik. Termasuk mengklarifikasi ucapan saya. Tetapi sekali lagi saya mohon maaf, jujur saya tidak ada maksud lain dengan ucapan saya itu (Wilayah Watker IV sebagai ‘Jalur Gaza’, red). Sumpah Demi Tuhan! Saya tidak ada maksud ke SARA,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya (31/7/2020), Kepala Balai (Kabalai) Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) X Kupang, Mochtar Napitupulu menyebut wilayah Satuan Kerja (Satker) Pelaksanaan Jalan Nasional IV (meliputi Kabupaten Ngada, Nagekeo, Ende dan Sikka, red) sebagai ‘Jalur Gaza’. Sementara Kabalai BPJN X Kupang, Mochtar Napitupulu yang dikonfirmasi tim media ini Selasa (29/7/20) di Bandara Aroeboesman Ende, mengatakan yang dimaksudkannya dengan ‘Jalur Gaza’ adalah jalur bencana alam.
“Bahwa di Flores ini banyak bencana alam, tanah longsor itu pasti. Tapi kalau soal ‘Jalur Gaza’ itu tidak pernah saya bicarakan. Kalau itu pengakuan Kasatker, ya…biarkan saja dia mau omong. Itu haknya dia,” kilahnya.
Menurut Napitupulu, ‘Jalur Gaza’ yang dimaksudkannya itu semata-mata jalur bencana. “Tidak ada ‘Jalur Gaza’ yang dikaitkan dengan unsur SARA. Itu juga tidak benar. Yang benar adalah, Flores ini jalur bencana,” tegasnya.
//delegasi (*/Adv/tim)