KUPANG, DELEGASI.COM – Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan benih bawang merah sekitar Rp 8,9 M di Kabupaten Malaka, NTT masih ‘nyangkut’ di Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT alias belum di P.21 (dinyatakan lengkap, red).
Akibatnya, 9 orang tersangka yang ditahan Kepolisian Daerah (Polda) NTT harus dibebaskan dari tahanan demi hukum (karena telah melewati masa tahanan polisi, red).
Demikian dikatakan Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (Araksi), Alfred Baun kepada Tim Media ini, Sabtu (15/8/20) kemarin.
“Kasus bawang merah di Malaka masih ‘nyangkut’ atau masih P.19 (dinyatakan belum lengkap, red) oleh JPU Kejati NTT hingga saat ini. Ini aneh sekali karena sudah P.19 sekitar 2 bulan. Berkas perkara 9 tersangka ini sudah dibolak-balik sebanyak 3 kali selama 2 bulan terakhir. Sebanyak 8 tersangka sudah dibebaskan dari tahanan. Hari ini 1 tersangka terakhir juga dibebaskan,” ungkap Alfred.
Kejadian itu, lanjut Alfred, sangat memprihatinkan dan tentu saja akan mengundang pertanyaan di masyarakat karena kasus tersebut sudah terang-benderang di media massa.
“Kalau sampai saat ini JPU Kejati NTT belum menyatakan berkas perkara lengkap dan dilimpahkan ke Pengadilan untuk disidangkan, masyarakat bisa saja menduga ada ‘permainan’ oknum-oknum yang sengaja merekayasa agar kasus ini tidak disidangkan,” ujarnya.
Menurut Alred, berdasarkan koordinasinya dengan Direskrimsus Polda NTT pada Jumat (14/8/20), semua petunjuk JPU sudah dilengkapi oleh penyidik Polda NTT. “Termasuk penetapan tersangka baru. Namun anehnya, JPU selalu mengembalikan berkas ke Polda dengan petunjuk yang sama. Ada apa ini?” ujar Alfred geram.
Ia mempertanyakan kinerja Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati NTT dalam menuntaskan kasus bawang merahp yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 3,9 M sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTT.
“Kami menduga, ada upaya JPU Kejati NTT untuk memperhambat proses penegakan hukum terhadap kasus korupsi bawang merah itu dengan memberikan petunjuk yang aneh-aneh sehingga menyulitkan penyidik Polda NTT dalam menangani kasus itu. Saya ingatkan kepada JPU agar tidak terjadi ‘jual-beli pasal’ dalam kasus ini,” tandas Alfred.
Menurutnya, Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraannya yang menggunakan pakaian adat motif Sabu merupakan bentuk perhatian lebih terhadap NTT.
“Dalam pidatonya, Presiden Jokowi masih menegaskan tentang pentingnya pemberantasan korupsi secara tuntas di Indonesia. Sementara itu di NTT, Polda dan Kejati ‘bermain kucing-kucingan’. Saya berharap, Kejati NTT tidak sedang mengerdilkan Polda NTT dalam pemberantasan korupsi di NTT,” kritiknya.
Seperti diberitakan media ini sebelumnya, kasus dugaan korupsi proyek pengadaan benih bawang merah senilai Rp 8,9 M di Kabupaten Malaka dilaporkan oleh Araksi ke Polda NTT.
Araksi juga telah memberikan bukti tambahan berupa LHP BPK Perwakilan NTT kepada Ditreskrimsus Polda NTT.
Penyidik Ditreskrimsus telah Polda NTT melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut serta menahan 9 orang tersangka.
Penyidik Polda NTT telah melimpahkan berkas perkara 9 orang tersangka ke Kejati NTT. Namun berkas perkara itu dikembalikan JPU ke penyidik Polda NTT untuk dilengkapi dan ditambah tersangka baru.
//delegasi (*//tim)