Saya tidak mengenal satu calon pun secara dekat yang akan berlaga dalam pertarungan menuju NTT I. Mereka menyebut si Medah, Eston, Ray, Adinda, Tagudedo, Kristo Blasin, Alex Ofong, atau BKH dan lainnya. Ketika banyak media menyebutkan nama-nama ini, sedikit demi sedikit saya mengikuti satu per satu orang-orang ini. Mereka memang berhak dan merasa bisa untuk memimpin NTT dengan penduduk yang berjumlah 4 juta-an jiwa itu.
Tetapi saya berpikir, memanfaatkan hak dan merasa bisa saja tidak cukup. Karena yang lebih penting bagi saya adalah bisa merasa. Bisa merasakan persoalan yang melilit NTT selama ini, bisa merasakan potensi-potensi yang ada, bisa merasakan kemampuan dalam diri sebagai calon pemimpin dalam semua aspek dan bisa merasakan denyut nadi harapan akan NTT bahwa ketika mentari bersinar redup di ufuk barat, besok pagi akan kembali bersinar terang di ujung timur.
Tetapi ketika berhadapan dengan nama-nama calon yang ada, saya bisa mengangguk kepala, tanda sepakat; menggaruk dahi, tanda berpikir; atau memegang dagu, tanda keraguan. Itu ekspresi yang biasa saya tunjukkan ketika berhadapan dengan fakta atau data. Ada yang bisa saya percaya dan ada juga yang membuat saya mencari referensi lain untuk menguatkan atau membenarkan pertanyaan retoris yang ada dalam benak.
Itu mungkin ekspresi manusiawi untuk siapa saja termasuk saya yang bisa mudah percaya dengan orang karena data dan referensi yang cukup atau tidak mudah percaya dengan orang karena data dan fakta yang ditunjukkan tidak cukup untuk langsung memberikan rasa percaya.
Saya memang memiliki pendirian dan penilaian tersendiri ketika berhadapan dengan realita apapun. Yang paling banyak mempengaruhi rasa dan cara berpikir saya adalah sangsi. Sangsi karena berada di luar nalar, sangsi karena fakta atau data yang miris. Saya kadang-kadang berpikir, apa dalam darah saya mengalir darahnya santu Thomas rasul yang belum percaya dengan Yesus yang bangkit dari alam maut sebelum menyaksikan sendiri? Tetapi nalar sehat saya mengatakan, Tidak.
Saya telah melihat semua calon gubernur NTT dengan berdiskusi, berselancar bersama mbah google atau mengikuti masa lalu dan kekinian mereka melalui bacaan, menyaksikan sendiri dan cerita banyak pihak. Dari semua pengetahuan itu, saya berkesimpulan, ada yang layak untuk diberi waktu istirahat yang cukup dan menghabiskan hari-harinya dengan berdoa sambil menimang cucu atau menyiram tanaman di sekitar rumah. Mereka tidak punya energi yang cukup untuk mengelilingi topografi NTT.
Mereka mungkin ingin menaklukan alam dalam usia senjanya tetapi alam jangan dilawan. Melawan alam memiliki arti yang sama dengan memaksa anak-anak yang sedang merangkak untuk bermain bersama anak seusia TK atau menghitamkan kembali rambut beruban dengan semir tetapi dalam waktu sebulan semirnya pudar dan rambut putih akan tetap memahkotai kepala. Tidak ada yang berubah, kecuali energi sementara yang ditunjukkan saat kampanye. Mungkin kelihatan perkasa, energik, tapi alam tetap mengatakan “waktumu sudah usai”. Istirahatlah!.
Itulah opa kita yang tersayang Iban Medah (70-an tahun) atau Eston Funay (menjelang 70 tahun). Mereka tetap mau bekerja di usia senja. Ini inspirasi buat kita. Namun di sisi lain, kita harus memikirkan NTT. NTT bukan lagi di tangan para sepuh. NTT di tangan kita yang masih energik, muda dan berkarakter kuat serta bisa merasa.
Di antara yang muda seperti Ray Fernandes, Adinda Leburaya, Ayup Titu Eki, Daniel Tagudedo, Alex Ofong, Kristo Blasin dan BKH, akal sehat saya mengatakan bahwa BKH adalah pilihan yang paling rasional.
Orang ini tidak peduli dengan komentar dan anggapan orang lain. Dia berjalan dalam rel konstitusi dan cara berpikir yang sehat dan rasional. Bahkan tidak takut dibenci oleh siapapun karena cara berpikirnya yang dianggap kurang lazim. Manusia out of the box. Dia memang politikus intelektual. Jarang dipikirkan orang kebanyakan tetapi dapat dipahami setelah semuanya terjadi.
BKH ini adalah manusia cerdas dengan aura kepemimpinan yang luar biasa. Dicibir dianggap biasa, dicaci maki malah dikasihani dan dipuji malah tidak mau. Dia oleh kebanyakan orang termasuk orang muda yang sudah selesai dengan diri dan keluarganya. Karakternya yang kuat didukung oleh istri yang luar biasa. Bukan saja berpendidikan doktor seperti dirinya, tetapi juga seorang dokter spesialis mulut dan tulang.
Sementara kandidat muda yang lainnya, sejauh ini maafkan saya untuk dengan berani mengatakan bahwa mereka belum selesai dengan diri mereka sendiri dan keluarga, mereka berada di level medioker. Jangan mencari pemimpin yang medioker. Kita ingin NTT keluar dari persoalan dan menemukan jalan baru yang membuat NTT layak berdiri sama tinggi dengan daerah-daerah lain di Indonesia ini. Salam Kopi Pahit.//delegasi