KUPANG, DELEGASI.COM -Sidang paripurna DPRD Kota Kupang dengan agenda pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara ( KUA-PPAS) tahun 2021 batal digelar, Senin (23/11/2020). Sidang diwarnai empat kali skorsing dengan maksud menunggu kehadiran Wali Kota Kupang, Jefri Riwu Kore beserta jajarannya.
Ketua DPRD Kota Kupang, Yeskial Loudoe mengatakan, DPRD tetap mengikuti prosedur yang ada. Pihaknya sudah berkoordinasi dengan eksekutif namun tetap tidak hadir.
“Saya sudah coba, karena tidak ada yang tidak bisa diselesaikan. Seharusnya pembahasan anggaran ada sini, pemerintah datang di sini bicara,” katanya.
Yeskial pun menutup sidang dengan mengetuk palu. Selanjutnya, menggelar pertemuan tertutup dengan ketua fraksi.
Beberapa saat kemudian, Yeskial bersama ketua fraksi menyambangi Kantor Gubernur NTT. Mereka hendak bertemu Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat untuk melaporkan kejadian.
Yeskial mengatakan, pihaknya menyambangi Gubernur NTT untuk mencari jalan keluar atas ketidakhadiran pemerintah dalam sidang paripurna. “Kita ini mau cari jalan terbaik begitu to. Kita mau selesaikan semua persoalan,” katanya.
Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Kota Kupang, Yuven Tukung mengatakan, pihaknya hanya menemui Gubernur NTT untuk mencari jalan keluar demi kepentingan rakyat.
Yuven mengungkapkan, Gubernur NTT akan mengundang Wali Kota Kupang untuk membicarakan hal itu.
“Kita hanya mau menyampaikan. Karena itu kewajiban kita supaya pemerintah dalam hal Pak Gubernur mewakili pemerintah pusat wajib mengetahui dinamika perkembangan-perkembangan terkini termasuk bagaimana kinerja DPRD, dalam hal APBD 2021,” kata Yuven seusai bertemu Gubernur NTT,
Yuven menegaskan, sidang paripurna menemui jalan buntu. Menurutnya, DPRD Kota Kupang saat ini membutuhkan komitmen dalam mencari solusi untuk mengurus kepentingan rakyat.
Sebelumnya dalam sidang, anggota Banggar DPRD Kota Kupang, Jemari Yoseph Dogon meminta pimpinan DPRD Kota Kupang untuk mendekati eksekutif agar menghadiri sidang.
“Kita dipilih rakyat, kita tidak mau rakyat dikorbankan. Mohon keiklasan ketiga pimpinan untuk menghubungi pemerintah kota,” kata Jemari.
Ketua Fraksi PKB, Ewalde Taek menyayangkan sikap pemerintah yang tidak kooperatif meski sidang telah diskorsing berkali-kali.
Ketua Fraksi PDIP, Adrianus Tali mengaku sejak awal masih berpikiran positif bahwa pemerintah akan hadir. Namun sampai sidang ditutup pun pemerintah tidak hadir.
“Ternyata pikiran saya salah. Ketika Pak Sekwan menghubungi pemerintah sebagai mitra tidak ingin melanjutkan sidang banggar ini. Ini sikap resmi pemerintah, harusnya pemerintah memberikan surat resmi pada lembaga ini agar semuanya resmi,” katanya.
Ketua Fraksi Golkar, Tellendmark J Daud menyarankan pimpinan DPRD mengumpulkan semua ketua fraksi untuk bersikap.
Ketua Fraksi Nasdem, Yuven Tukung menyampaikan rasa penyesalan atas situasi dan kondisi yang ada, teristimewa sikap pemerintah yang tidak menghadiri persidangam ini.
“Ini wujud tidak menghargai kemitraan kita dan sekaligus juga bagian dari bentuk lemahnya pertanggungjawaban kita kepada masyarakat kota kupang. Ini situasi yang benar-benar genting dan Fraksi NasDem perlu mengambil sikap tentunya berpedoman pasa UU dan mekanisme yang berlaku,” ujarnya.
“Jadi, kita ambil langkah politik yang harus dilakukan lembaga ini. Penting hal ini diketahui oleh Gubernur dan Mendagri. Tapi marilah bicara dulu. Karena saya menyesali sikap kekanak-kanakan pemerintah,” tambahnya.
Anggota Fraksi PAN, Livingston Ratu Kadja melihat ketidakseriusan pemerintah dalam mengurus rakyat. “Demi marwah lembaga ini maka harus rapat bersama mengambil langkah konkrit,” tandasnya.
Wakil Ketua I DPRD Kota Kupang, Padron Paulus mengatakan apa yang sudah disampaikan oleh teman-teman DPRD sudah dijalankan lewat lembaga ini baik lisan maupun tulisan. Berdasarkan PP nomor 12 tahun 2018 pasal 97 ayat 5, maka lembaga bisa berkonsultasi pada Gubernur NTT.
Sikap Wali Kota
“Padahal itu sidang KUA PPAS, tidak biasanya seperti itu. Seharusnya dibahas ke komisi lalu diberikan saran, bukan main preman. Kalau mau seperti itu lebih baik tidak usah sidang. Beberapa program prioritas pro rakyat langsung dialihkan, batalkan. Tidak bisa begitu dong. Kalau mau preman mending tidak usah sidang. Jangan main hapus program. Sudah diketok dihilangkan untuk apa diskusi lagi? Jadi buat apa sidang lagi?,” tandas Jefri ketika dihubungi via telepon, Senin malam.
Jefri mengaku telah menyampaikan kepada Gubernur NTT alasan Pemerintah Kota Kupang tidak mengikuti sidang DPRD.
Kedua, etika dalam bersidang harus dijaga. “Jangan bilang anak buah kami bodoh, pembohong, penipu, pencuri, itu menunjukkan kita bukan mitra,” tegas Jefri.
Jefri menegaskan, jika program pro rakyat penyediaan pakaian seragam diakomodir, barulah pemerintah akan hadir dalam sidang.
“Anggaran diajukan Rp 8 miliar, itu saja sudah kami hapus tas dan buku tulis. Jangan alasan Covid, daring, daring pun tetap pakai seragam. Tidak pakai tanya langsung, tapi ketok dan alihkan. Kalau sudah begini apa yang harus didiskusikan? Bila mengakomodir program penyediaan pakaian seragam, mari kita sidang,” kata Jefri.
Wali Kota Kupang juga telah bersurat kepada Ketua DPRD Kota Kupang. Dalam surat bernomor 050/Pem.170/XI/2020, copyannya diterima Pos Kjupang, tertera lima alasan pemkot.
Pertama, bahwa sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan.
Sedangkan DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Hal ini berarti kedudukan Wali Kota sebagai pemimpin dalam penyelenggaraan Pemerintah daerah bermitra dengan DPRD sebagai unsur penyelenggara.
Kedua, bahwa dalam proses persidangan pembahasan KUA-PPAS dewan langsung membatalkan/menghapus/mengalihkan program-program utama pemerintah misalnya bantuan seragam.
Keempat, bahwa sebagai mitra kami menghargai dewan, namun setiap evaluasi harusnya diberikan kesempatan kepada pemerintah untuk menjelaskan namun hal ini tidak memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk menjelaskan/klatifikasi.
Kelima, bahwa Pemerintah Kota Kupang juga merasa keberatan atas tindakan verbal baik pimpinan/anggota DPRD Kota Kupang yang merendahkan kewibawaan pemerintah dengan menggunakan narasi-narasi yang tidak patut, seperti bodoh, pembohong, pencuri, bahkan pemerintah diposisikan seperti terdakwa dalam persidangan. Hal ini telah berlangsung berulang kali dalam sidang-sidang sebelumnya, sehingga ini tidak menggambarkan kemitraan tersebut.
“Berdasarkan hal tersebut di atas, pemerintah mengambil sikap untuk sementara tidak melanjutkan persidangan I DPRD Kota Kupang tahun 2020/2021 sampai hal-hal yang menjadi keberatan pemerintah diakomodir,” demikian bunyi surat tersebut.
//delegasi(PK)