JAKARTA, DELEGASI.COM – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi menganggap aneh bila Kapolri pengganti Jenderal Idham Aziz nantinya dijabat oleh seseorang yang bukan beragama Islam atau nonmuslim.
Meski Indonesia bukan negara Islam, Muhyiddin berpendapat sangat aneh bila pemimpin aparat keamanan berlatar belakang nonmuslim memimpin penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
“Seorang pemimpin nonmuslim mengendalikan keamanan negara di mana mayoritas penduduknya muslim adalah sebuah keanehan dan tugasnya pasti amat berat,” kata Muhyiddin kepada CNNIndonesia.com, Rabu (25/11).
Ia memprediksi akan banyak kendala psikologis yang akan dihadapi oleh pemimpin beragama nonmuslim di negara yang mayoritas penduduknya beragama muslim.
“Apalagi kepolisian tugasnya sangat erat dengan masalah keamanan masyarakat. Pendekatan persuasif sangat dibutuhkan dalam sengketa dan demo massa,” kata dia.
Presiden Joko Widodo (kanan) menyematkan tanda pangkat kepada Kapolri Jenderal Pol Idham Azis saat upacara pelantikan Kapolri di Istana Negara, Jakarta, Jumat (1/11/2019). (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.)
|
Sementara itu, DPR RI tak keberatan bila Kapolri pengganti Idham Aziz berasal dari kalangan nonmuslim. Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni menilai tugas Polri adalah menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bukan sebagai lembaga dakwah.
Menurutnya, personel kepolisian dari agama apapun berhak menduduki jabatan Kapolri sepanjang memenuhi syarat yang tertuang di dalam peraturan perundang-undangan.
Pendapat tersebut sejalan dengan syarat Kapolri seperti yang diatur di dalam Undang-undang 2 Tahun 2002 tentang Polri. Pasal 11 UU tersebut menyatakan bahwa Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR RI. Di pasal yang terdiri dari delapan ayat itu pun tidak mensyaratkan agama yang harus dianut oleh seorang calon Kapolri.
Pasal 11 ayat (6) hanya menjelaskan bahwa calon Kapolri adalah Pati Polri yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.
//delegasi(CNN)