NEW YORK, DELEGASI.COM – Kudeta Militer Myanmar menimbulkan pertanyaan baru terkait nasib muslim Rohingya di negara itu. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan kekhawatiran akan semakin buruknya keadaan sekitar 600.000 warga muslim Rohingya di Myanmar.
“Ada sekitar 600.000 orang Rohingya yang tetap tinggal di Negara Bagian Rakhine, termasuk 120.000 orang yang dikurung di kamp, mereka tidak dapat bergerak bebas dan memiliki akses yang sangat terbatas ke layanan kesehatan dan pendidikan dasar,” kata juru bicara PBB, Stephane Dujarric dilansir Reuters, Selasa 92/2/2021)
“Ketakutan kami adalah kudeta dapat memperburuk situasi bagi mereka,” imbuhnya.
Maung Kyaw Min, juru bicara Serikat Mahasiswa Rohingya mengatakan sekarang ada peningkatan harapan bahwa Rohingya dapat kembali ke desa mereka di Myanmar.
“Tidak seperti pemerintah terpilih, militer (pemerintah) ini akan membutuhkan dukungan internasional untuk bertahan. Jadi kami berharap mereka akan fokus pada masalah Rohingya untuk mengurangi tekanan internasional,” kata Kyaw Min.
Sementara Bangladesh dan Myanmar telah membuat kesepakatan tentang pemulangan pengungsi, belum ada yang dipulangkan.
Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara berencana untuk membahas soal Myanmar dalam pertemuan tertutup pada Selasa ini (2/2) waktu setempat.
“Kami ingin mengatasi ancaman jangka panjang terhadap perdamaian dan keamanan, bekerja sama dengan negara tetangga Myanmar di Asia dan ASEAN,” kata Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward.
China, yang didukung oleh Rusia, melindungi Myanmar dari tindakan Dewan Keamanan PBB setelah penumpasan militer tahun 2017. China dan Rusia, bersama dengan Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat, memiliki hak veto untuk menggagalkan setiap resolusi Dewan Keamanan PBB.
Misi China di PBB mengatakan kepada Reuters bahwa mereka berharap untuk mengetahui lebih banyak tentang perkembangan terbaru di Myanmar dari pengarahan Dewan Keamanan pada hari Selasa (2/2).
“Kami juga berharap bahwa setiap langkah Dewan Keamanan akan kondusif bagi stabilitas Myanmar daripada membuat situasi menjadi lebih rumit,” kata juru bicara misi PBB di China.
Sebelumnya pada 2017, militer Myanmar melakukan tindakan keras di negara bagian Rakhine sehingga menyebabkan lebih dari 700.000 muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan negara-negara Barat menuduh militer Myanmar melakukan pembersihan etnis, namun hal itu dibantah.
Respon Muslim Rohingya
Berita penangkapan Aung San Suu Kyi menyebar dengan cepat di kamp pengungsian Rohingya di Bangladesh, tempat tinggal sekitar satu juta pengungsi Rohingya. Mereka mengaku bersuka cita setelah tahu kabar itu.
“Dia adalah alasan di balik semua penderitaan kami. Mengapa kami tidak merayakannya?” kata pemimpin komunitas Farid Ullah kepada AFP dari Kutupalong, pemukiman pengungsi terbesar di dunia.
Mohammad Yusuf, seorang pemimpin di kamp tetangga, Balukhali mengatakan “Dia adalah harapan terakhir kami, tetapi dia mengabaikan penderitaan kami dan mendukung genosida terhadap Rohingnya,”.
Beberapa orang Rohingnya mengadakan doa khusus untuk menyambut ‘keadilan’ yang diberikan kepada pemenang Nobel perdamaian itu, kata Mirza Ghalib, seorang pengungsi di kamp Nayapara.
“Jika otoritas kamp mengizinkan, Anda akan melihat ribuan Rohingya keluar dalam pawai perayaan,” katanya kepada AFP.
//delegasi(rts/afp)