Terkait 5 Hari Sekolah, Pemerintah NTT akan Surati Mendiknas

  • Bagikan
lima Hari sekolahanak sekolah
“Kita harapkan peraturan ini bukan mutlak untuk dijalankan. Harus diuji coba terlebih dahulu dengan memilih sekolah- sekolah tertentu di kota dan desa sebagai pelaksana peraturan itu. Setelah itu kita lakukan evaluasi dan selanjutnya menyurati menteri pendidikan soal kondisi riil di NTT,” Alo Min.

Kupang, Delegasi.com – ,Pemerintah NTT melalui Dinas Pendidikan akan menyurati Menteri Pendidikan terkait kebijakan lima hari sekolah yang rencananya mulai diberlakukan pada awal tahun pelajaran 2017, yakni Juli mendatang. Sekretaris Dinas Pendidikan NTT, Alo Min kepada wartawan di Kupang, Selasa (13/6) menjelaskan, Mendiknas sudah keluarkan peraturan menteri tentang lima hari sekolah, tapi belum diikuti dengan petujuk teknis. Walau soal kurikulum menjadi tanggung jawab menteri, tapi harus selaras dengan UU Sistem Pedidika Nasional (Sisdiknas). Diyakini, dikeluarkannya peraturan tersebut sudah melalui kajian tim pakar kementerian. Memang peraturan dimaksud tidak cocok untuk diterapkan di NTT dengan topografi dan jarak antara rumah dan sekolah sangat jauh.

“Kita harapkan peraturan ini bukan mutlak untuk dijalankan. Harus diuji coba terlebih dahulu dengan memilih sekolah- sekolah tertentu di kota dan desa sebagai pelaksana peraturan itu. Setelah itu kita lakukan evaluasi dan selanjutnya menyurati menteri pendidikan soal kondisi riil di NTT,” kata Alo.

Ia menyatakan, para pakar harus mendengar evaluasi tentang kondisi riil lapangan terkait penerapan peraturan menteri dimaksud.Karena Indonesia termasuk NTT terdiri dari wilayah kepulauan dan memiliki disparitas yang tinggi. Peraturan yang ada harus dikonsulitasikan ke publik melalui masa uji publik, karena pendidikan merupakan tanggung jawab bersama. Jika tidak dirumuskan secara baik dengan tetap melaksanakan lima hari sekolah, penyelenggaraan pendidikan tetap saja diperdebatkan. Alo menyampaikan, dalam Permendiknas itu, hanya mengatur tentang lima hari sekolah, tapi tidak mengatur tentang apa yang harus dilakukan siswa dan guru pada hari Sabtu. Jika tidak ada rambu- rambu atau pedoman yang diberikan terkait pelaksanakaan aturan tersebut, dipastikan tidak berjalan efektif. “Peraturan yang dibuat tidak boleh langsung disejajarkan dengan PNS kantoran dengan guru. Karena para guru memiliki waktu libur yang lebih banyak dari PNS kantoran, seperti liburan semester dan liburan tengah semester,” ujar Alo. Ia berargumen, delapan jam mengajar sehari yang diatur dalam permendiknas itu hanya untuk akumulasi mendapatkan sertifikasi. Jika aturan yang diterapkan hanya untuk mengumpulkan jam mengajar, tentunya sangat tidak efektif. Padahal pendidikan karakter harus juga menjadi bagian penting yang perlu mendapat perhatian. “Semestinya, aturan yang dikeluarkan harus menitikberatkan aspek input dan oputput. Dimana kinerja atau produktivitas guru, serta perubahan sikap dan kecerdasan siswa juga menjadi ukuran penilaian,” tandas Alo. Gubernur Frans Lebu Raya menegaskan, rencana Kementerian Pendidikan untuk menerapkan kebijakan delapan jam belajar dengan lima hari sekolah pada tahun ajaran 2017/2018 perlu dipertimbangan dengan baik. Untuk sekolah hanya lima hari saja itu mungkin cocok di kota-kota besar, tetapi tidak cocok untuk sekolah di kampung-kampung. Membiarkan anak-anak usia sekolah bebas selama dua hari yakni Sabtu dan Minggu sungguh sangat tidak baik. Karena itu pemerintah pusat perlu mempertimbangkan secara baik sebelum rencana ini dilaksanakan. Ia menambahkan, anak-anak usia sekolah mulai dari SD hingga SMA/SMK perlu mendapatkan pendidikan yang baik. Pemerintah sebaiknya memikirkan perbaikan kurikulum pendidikan, seperti memasukan mata pelajaran Pancasila mulai dari SD hingga tingkat atas sehingga anak-anak bangsa ini jangan melupakan nilai-nilai luhur Pancasila.//delegasi (hermen/ger)

Komentar ANDA?

  • Bagikan