Perkara Tanah Pasar Oesao Selesai: Pemkab Kupang Kalah di MA

  • Bagikan
Kuasa Hukum penggugat, Samuel Haning, SH.,MH

KUPANG,DELEGASI.COM–Perkara Gugatan Tanah Pasar Oesao seluas 8.003 m persegi akhirnya selesai dan Pemerintah Kabupaten Kupang mengaku kalah dari para penggugat (Betji Manu dan Habel Manu) melalui putusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI).

Demikian disampaikan Kuasa Hukum penggugat, Samuel Haning, SH.,MH saat jumpa pers di Palapa Resto Kupang, pada Jumat (09/07/2021) sore.

“Klien saya, Betji Manu (Penggugat I) dan Habel Manu (Penggugat II) telah dinyatakan menang melawan Pemerintah Kabupaten Kupang (Tergugat II) melalui putusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI) dalam perkara gugatan perdata tanah pasar Oesao, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, seluas 8.006 meter persegi.

Menurut pengacara yang akrab disapa Paman Sam, Majelis Hakim MA dalam putusan kasasinya mengabulkan sebagian permohonan kasasi para penggugat dan menguatkan putusan PN Kupang yang sebelumnya memenangkan para penggugat.

Dalam amar putusannya, MA mengabulkan sebagian permohonan Para Penggugat.

“Pertama, Mengabulkan permohonan kasasi daripada pemohon kasasi 1, Betji Manu dan pemohon kasasi 2, Habel Manu. Kedua, membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor 129 /PDT /2019/PT Kupang tanggal 08 Oktober 2019 yang membatalkan putusan pengadilan Negeri Oelamasi nomor 30/PDT.G/2018 PN Oelamasi tanggal 08 Mei 2019. Tiga, mengadili sendiri dalam konvensi; dalam eksepsi: menolak eksepsi tergugat I (Badan Pertanahan Provinsi NTT, red), tergugat II (Badan Pertanahan Kabupaten Kupang, red) dan tergugat III (Pemerintah Kabupaten Kupang, red), dalam pokok perkara: (1) mengabulkan gugatan para penggugat sebagian, (2) menyatakan tergugat III telah menguasai objek sengketa tanpa memberikan ganti rugi kepada pemilik, (para penggugat) adalah perbuatan melawan hukum. (3) menghukum tergugat III untuk membayar biaya ganti rugi sesuai dengan harga nilai objek pajak atau NJOP, harga tanah objek sengketa pada saat membayar ganti rugi dilaksanakan. (4) menghukum termohon kasasi untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkatan pengadilan dalam tiga kasasi Rp. 500.000,” jelas Sam Haning mengacu pada salinan putusan MA.

Menurut Sam Haning, putusan Kasasi Mahkamah Agung tersebut sudah keluar pada tanggal 08 Oktober 2019 (Put Nomor 1767/K /PDT / 2020. Dengan demikian, perkara gugatan perdata tanah pasar Oesao tersebut antara penggugat (Betji Manu dan Habel Manu) melawan para tergugat (BPN Provinsi NTT, BPN Kabupaten Kupang, dan Pemerintah Kabupaten Kupang telah selesai.

“Sehingga selanjutnya; yang pertama adalah kita punya hak mengajukan eksekusi kepada Pemerintah Kabupaten Kupang dan juga Badan Pertanahan Kabupaten Kupang untuk memberitahukan bahwa sertifikat yang diajukan untuk menerbitkan sertifikat Nomor 8 tahun 2003 kepada Pemerintah Kabupaten Kupang itu tidak sah, sesuai dengan hasil putusan MA. Dan Pemerintah kabupaten Kupang wajib membayar segala kerugian sesuai dengan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak),” ungkapnya.

Pria yang akrab disapa Paman Sam itu membeberkan, bahwa sebelumnya Ia dan kliennya (Betji Manu dan Habel Manu) telah menangkan gugatan perdata terkait objek sengketa tersebut di Pengadilan Negeri Oelamasi pada tahun 2018 (Putusan PN Oelamasi Nomor 30/PDT.G/2018.PN.OLM).

“Dalam putusan tersebut, dilihat bahwa perbuatan tergugat I (BPN Provinsi NTT) yang menerbitkan wakaf kepada tergugat II (BPN Kabupaten Kupang) untuk sertifikat Nomor 8 tahun 2003 ini adalah perbuatan melawan hukum. Menyatakan bukti yang diajukan oleh tergugat I sehingga diterbitkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 8 tahun 2003 tidak sah dan batal demi hukum. Menghukum tergugat II dalam hal ini Badan Pertanahan Kabupaten Kupang untuk mencabut dan membatal Sertifikat Hak Pakai Nomor 8 tahun 2003 atas nama Pemerintah Kabupaten Kupang. Menghukum tergugat I dan tergugat II untuk mencabut dan membatalkan bukti-bukti surat yang dikeluarkan atas nama tergugat III. (Menghukum tergugat III untuk membongkar semua bangunan kios dan lapak yang ada di tanah sengketa. Menghukum tergugat I, II dan III untuk membayar biaya tangung renteng Rp.4.641.000 (Empat Juta Enam Ratus Empat Puluh Satu Ribu Rupiah),” urai Paman Sam.

Dari hasil putusan tersebut, lanjut Paman Sam, Pemkab Kupang yang menguasai dan mengelola tanah tersebut bersama Badan Pertanahan Provinsi dan Badan Pertanahan Kabupaten Kupang mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kupang.

“Jujur saya katakan bahwa di banding itu, Pengadilan Tinggi Kupang Nomor 129 /G Tahun 2019, membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Oelamasi Nomor 30/PDT.G/2018/PN.OLM. Akan tetapi, ada kejanggalan dan kekurangan yang menurut kami membaca dan meneliti sendiri Putusan Pengadilan Tinggi itu, maka kami mencoba untuk melakukan kasasi,” bebernya.

Terkait objek sengketa tersebut, Paman Sam menjelaskan, bahwa pada tahun 1971 ahliwris Alm. Markus Habel Manu (Betji Manu dan Habel Manu) menyerahkan (menyewakan, red) tanah pasar Oesao seluas 8.006 meter persegi itu kepada Pemkab Kupang untuk membuat pasar dengan perjanjian biaya sewa pakai.

“Dulu pasar itu tidak ada, maka pasar itu menjadi pasar rakyat atau disebut pasar pelita, dan pada waktu itu ada perjanjian untuk membayar hak-hak (sewa, red), saya masih ingat di dalam Kabupaten itu adalah sekitar Rp 250.000. Namun sejak itu hingga saat ini, ahliwaris tidak pernah mendapatkan haknya,” imbuhnya.

Dalam perjalanan selanjutnya, kata Paman Sam, Pemkab Kupang yang mengelola tanah tersebut mendapat legalitas dari Badan Pertanahan Provinsi NTT dengan diterbitkannya wakaf Nomor 2114/ 2003 kepada Badan Pertanahan Kabupaten. Setelah itu, Badan Pertanahan Kabupaten Kupang menerbitkan sertifikat hak pakai (Sertifkat Nomor 8 tahun 2003 dan Surat Ukur Nomor 1451 tahun 1997 dengan luas tanah seluruhnya 8006 meter persegi.

“Dari sinilah Pemerintah Kabupaten Kupang sebagai tergugat II kemudian menguasai tanah tersebut. Oleh sebab itu, klien saya menggugat dan menang dengan butir-butir putusan sebagaimana telah saya sampaikan tadi,” jelasnya.

//www.delegasi.com (*/AgusT)

Komentar ANDA?

  • Bagikan