KUPANG, DELEGASI.COM0–Sondina Letek (46), asal Atawai, Kecamatan Nagawutung, Kabupaten Lembata yang merupakan salah satu tahanan di Lapas Lembata tertancap paku pada lehernya.
Sudah 16 hari pasca dirujuk ke Rumah Sakit Umum Prof Yohanes Kupang, Sondina Letek (46) masih terbaring di Ruangan bedah lantai satu usai di operasi pada Selasa 22 Juni yang lalu.
Anak kandung Sondina, Elsa Duan (20) Senin 12 Juli siang di Kupang, mengatakan bahwa kejadian bermula pada pertengahan Bulan Mei 2021.
“Malam jam setengah 7 ada Dua orang polisi datang di rumah. Mereka pakai pakaian preman. Mereka Bicara dengan Bapa dan Mama. Katanya Esok harus turun ke Loang supaya sama sama dengan mereka ke Lewoleba,” cerita Elsa berderai air mata.
Menurutnya saat dua orang polisi itu datang ke rumah ibunya sempat bertanya pada polisi.
“Mama tanya, Ada apa? Mereka bilang mau rapid tes. Besok paginya Adik laki-laki dengan mama ke Lewoleba. Lalu kemudian sampai di Lewoleba Mama telepon bilang Mama harus ke Pengadilan. Mama bilang mau dengar hasil Rapid Tes,” jelasnya.
Lalu kemudian, lanjut Elsa, seorang Pegawai perempuan dari Lapas Lembata menghubunginya via pesan Watsapp.
“Minta tolong kirim KTP dan BPJS Mama. Langsung dia kastau bahwa mama ada di RS,” ujarnya.
Mendengar informasi tersebut, Pada Kamis 17 Juni, Elsa kemudian berangkat ke RS Lewoleba.
“Mama Beti (keluarga) langsung peluk saya. Kami langsung masuk untuk liat mama di ruangan dalam RS. Ada paku tancap di leher. Lalu mama di rujuk ke ruangan ICU. Dokter bilang tidak bisa operasi harus ke Kupang,” imbuhnya.
Elsa berkisah, pada Minggu 20 Juni lalu Mama dan dirinya berangkat di Kupang langsung. Mamanya, langsung di rawat di RS Prof Yohanes Kupang.
Pada Hari Selasa 22 Juni paku berukuran sekitar 10 Cm dioperasi. Menurutnya, selain dirinya ada juga Ibu Devi, Pak Nolis serta Pak Yusak yang adalah pegawai di Lapas Lembata.
Menurut Elsa, Ayahnya, bernama Stefanus Kia juga tidak tahu kejadian yang menimpa istrinya.
“Kejadian terjadi di LP,” katanya.
Sementara selaku Keluarga, Yohanis Waang di Kupang, mengatakan bahwa Keinginan mereka adalah kejadian di Lapas itu dijelaskan.
“Keluarga dibebani biaya operasi Rp 27 juta kami tidak sanggup bayar. Kecelakaan ini kan terjadi di Lapas. Sesuai laporan itu ibu ini kecelakaan jam 4 pagi. Mereka bilang ini percobaan bunuh diri. Bagi saya ini kejadian yang tidak masuk akal. Bila perlu kita akan proses hukum,” tegasnya
Klarifikasi Lapas Lembata
Kepala Lembata Permasyarakatan lembata, Andreas wisnu saputro, di konfirmasi tim Media Senin sore mengatakan bahwa Benar SL adalah warga binaan di Lapas Lembata. SL tersebut mendapat Putusan Tanggal 20 Mei 2021 dengan No Putusan :18/PID.B/2021/PN LBT, Status Warga binaan pemasyarakatan (WBP) Lembaga Pemasyarakatan kelas III Lembata.
“Benar SL adalah warga binaan kami di Lembata. Yang bersangkutan itu putusan di Tanggal 20 dan masih berproses. Setelah putus mulai pandemi itu kita juga belum sempat untuk mutasikan ke LPP tempatnya di LPP cuman waktunya bersamaan. Kita belum mengurus mutasi untuk pindah ke Kupang. Kedua, putusannya itu kan 4 bulan. Kan Cuma sedikit jadi masih dibahas,” ujar Kalapas Wisnu via telepon seluler.
Sedangkan terkait kronologis kejadian, Wisnu menceritakan bahwa kejadian terjadi pada subuh Tanggal 17 Juni lalu.
“Berdasarkan catatan dari petugas kami. Baik tahanan atau warga binaan karena disini laki-laki jadi kami titipkan beliau di blok khusus,” bebernya.
Wisnu juga menjelaskan, Kejadian itu pada tanggal 17 Juni kira-kira jam 4 pagi. Petugas blok kami itu mendengar suara mengerang dari blok wanita itu. Lalu petugas blok meminta ijin untuk melakukan pengecekan langsung. Setelah diijinkan komandan regu kemudian dilakukan pengecekan. Lalu dibukalah dua lapis pintu itu. Setelah dicek kemudian didapati korban posisinya dibawah dan lehernya terikat tali rafia. Atas inisiatif petugas kami kemudian karena kaitannya dengan nyawa sesegera mungkin dibawa ke puskesmas lewoleba, jelasnya.
Di Puskesmas, lanjut Wisnu, dilakukan pertolongan pada SL. Karena kondisi seperti itu dari puskesmas dirujuk ke RS Lewoleba Jam 05.00 Wita.
Berdasarkan observasi dokter pada hari kamis itu dokter menyarankan untuk dirujuk ke RSUD Kupang supaya peralatan lebih lengkap.
Karena kendala transportasi maka yang bersangkutan baru diberangkatkan pada hari Minggu tanggal 20 Juni ke Kupang menggunakan penerbanagan Wings Air. Didampingi oleh tiga orang petugas kami dan satu petugas medis dari RS Lewoleba. Ada juga dua anggota keluarga yang ikut ke Kupang. Di Kupang itu baru dilakuka tindakan medis. Setelah operasi dokter sudah ijinkan yang bersangkutan untuk rawat jalan. Karena yang bersangkutan berstatus sebagai warga binaan maka kita titipkan di LPP Kupang. Sambil menunggu transportasi ke Lembata.
“Pertimbangannya yang bersangkutan kan tuntutannya pendek lalu keluargannya di Lembata. Kalau berdasarkan pertimbangan keluarga di Kupang saja yang tidak apa-apa. Kami juga ada program asimilasi covid 19, yang bersangkutan itu kan sebentar lagi bisa diasimilasikan untuk berkumpul lagi dengan keluarganya sepanjang syarat-syaratnya sudah terpenuhi,” sambung dia.
Kalau soal tali rafia yang terikat pada leger SL, Wisnu mengatakan bahwa kemungkinan didapat dari pel karena sebelumnya yang bersangkutan dengan petugas minta tali untuk ikat pel.
Sementara, Soal biaya RS ia juga menjelaskan bahwa Lapas tidak punya pos anggaran.
“Kami sudah konsultasi dengan pimpinan di kanwil. Kalau dimungkinkan malah terbantu dengan surat keterangan tidak mampu. Kalau dari kita tidak ada post dengan biaya medis seperti itu. Kami sudah diskusikan dengan wakil bupati di lembata. Sebenarnya kami berpikir untuk keselamatan yang bersangkutan, nyawanya bisa selamat,” jelasnya.
Terpisah Kakanwil Kemenkumham NTT, Mecyana Jone saat ditemui tim Media Senin sore diruang kerjanya mengatakan bahwa kejadian SL murni percobaan bunuh diri sebagaimana kronologis dijelaskan Kepala Lapas Lembata. Jika pihak keluarga menduga ada percobaan pembunuhan terhadap korban, kami mempersilahkan untuk mengambil langkah hukum.
“Kalau mau duga-duha silahkan laporkan dan penyidik buktikan ke kami,” katanya.
Soal biaya perawatan di RS Merciana juga menjelaskan bahwa memang tidak ada pos anggaran dari Kanwil Kemenkumham NTT. Namun, dirinya sudang membangun komunikasi dengan Pemda Lembata.
“Soal biaya itu memang tidak ada, saya sudah komunikasikan dengan Pemda Lembata supaya bisa dianggarkan melalui dinas sosial,” jelasnya.
SL kata dia, rencanakan masuk dalam program asimilasi covid-19 dan dan pada Tanggal 15 Juli akan bebas.
“Tapi harus ada penjaminan dari keluarganya. Sampai saat ini belum ada. Suaminya belum mau tanda tangan, Kita tidak serta merta bebas saja. Harus ada penjaminan. Suaminya harus mau atau salah satu keluarganya,” ujarnya.
//www.delegasi.com (AgusT)