SOE,DELEGASI.COM– Perwakilan tokoh adat di wilayah ulayat kecamatan Amanuban Tengah, kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menghinbau agar masyarakat tetap menjaga Ketertiban Masyarakat untuk tetap aman dan kondusif, serta tidak boleh termakan isu-isu yang dapat merugikan ketertiban umum dan dapat merenggang tali persaudaraan yang telah dibangun sejak zaman dahulu kala.
Himbauan itu disampaikan oleh Wimfrid Magdalens Nope dan Obed Isu yang juga sebagai perwakilan tokoh adat di wilayah ulayat Amanuban Tengah pada hari Jumat (17/9/2021).
“Kami menghimbau agar seluruh masyarak TTS dan khususnya masyarakat di wilayah kecamatan Amanuban Tengah untuk tetap menjaga kemanan agar tetap aman dan kondusif, serta tidak boleh termakan isu-isu dari pihak manapun yang dapat mengganggu kemanan dan ketertibnan umum di wilayah kecamatan Amanuban Tengah,”ujarnya.
Baca juga:
Walikota Kupang Serahkan Bantuan Perangkat Konsentrator Oksigen
Menurut Wimfrid Magdalens Nope, bahwa Sentral dari kecamatan Amanuban Tengah sebagai jantung kota yaitu Niki-Niki, yang letaknya persis di jalan negara yang setiap saat dilalui berbagai jenis kendaraan. Kota ini cukup ramai, tapi sangat nyaman bagi setiap pengunjung. Ungkap Wimfrid Nope.
Menurtnya, tidak dapat dipungkiri bahwa Niki-Niki merupakan nadi perekonomian di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), sehingga perlu dan tetap menjaga ketertiban dan kenyamanan dan keamanan kepada seluruh masyarakat umum.
Wimfrid Nope menjelaskan, bahwa pertumbuhan ekonomi masyarakat di Niki-Niki juga cukup bagus. Salah satu bukti hadirnya Bank NTT dan Bank BRI yang dilengkapi mesin ATM untuk memperlancar transaksi, baik bagi warga masyarakat Niki-Niki maupun orang dari luar yang sempat singgah di kota tua pusat Kerajaan Amanuban itu, ungkapnya.
“Setiap hari, ada puluhan bahkan ratusan kendaraan roda dua dan roba empat mengangkut penumpang dari Kabupaten TTU, Belu dan Malaka ke kota Kupang, demikian sebaliknya selalu menyinggahi Kota Niki-Niki ini sekadar untuk istrahat makan dan berbelanja.
Pusat keramaian dan pusat perdagangan di Niki-Niki yakni lapangan Boibalan yang sering dimanfaatkan untuk aktivitas kegiatan jual beli, yang merupakan lokasi strategis dikarenakan pasar tradisional itu terletak diantara Polsek Amanuban Tengah dan Kantor Posindo Niki-Niki,”ujar Wimfrid Nope.
Lanjutnya, aktivitas di lapangan Boibalan Niki-niki tersebut tidak semata-mata untuk melakukan transakasi jual beli hasil pertanian dan perkebunan, serta barang dagangan lainnya, seperti pisang, singkong, jagung, sayur-sayuran dan kacang-kacangan, melainkan juga dipakai sebagai tempat bagi pemuda untuk melakukan berbagai kegiatan olahraga dalam rangka memperingati hari-hari besar Nasional dan hari-hari besar keagamaan.
Selain itu, lapangan Boibalan juga dimanfaatkan oleh warga masyarakat untuk melepas kerinduan antara anggota keluarga, kerabat dan sahabat yang datang dari desa lain dalam wilayah kecamatan itu, tegas Wimfrid Nope.
Menurutnya, lapangan Boibalan dijadikan tempat bertemu kangen dikala suasana pasar sangat ramai. Selain masyarakat dan penjual lokal, ada juga penjual barang-barang yang datang dari Kota Soe dan Kota Kupang. Tradisi temu kangen antar-kerabat, keluarga, dan sahabat di pasar tersebut sudah terjadi sejak pasar itu dibangun pada tahun 1982,ungkap Wimfrid Nope.
Disinggung terkait permasalahan keamanan, Wimfrid Magdalens Nope dan Obed Isu yang merupakan perwakilan tokoh adat dari Amanuban Tengah itu manyatakan bahwa pihak keluarga baik dari keluarga Nope maupun keluarga Isu akan menjamin situasi tetap aman dan kondusif.
Hal itu dibuktikan dengan statmen kamtibmas yang dikeluarkan oleh Wimfrid Magdalens Nope dan Obed Isu yang mengatakan, “selaku perwakilan tokoh adat, menghimbau kepada seluruh warga masyarakat kabupaten TTS khususnya masyarakat di kecamatan Amanuban Tengah, dalam permasalahan hak ulayat, agar tidak melakukan tindakan yang mengganggu stabilitas keamanan”
Mereka menghimbau agar semua persoalan kemanan dan ketertiban yang terjadi di masyarakat selalu menyerahkan dan mempercayakan sepenuhnya kepada tokoh adat, pemerintah daerah dan aparat keamanan, sehingga segala wujud dari harapan semua pihak untuk mensukseska pembangunan kabupaten TTS yang adil dan merata, dapat dirasakan sampai anak cucu.
“Mari kita sama-sama menolak berita hoax agar tidak terjadi permasalahan yang berlarut-larut,”tegas kedua tokoh adat Amanuban Tengah itu.
Lebih lanjut, Obed Isu yang juga perwakilan tokoh adat, mengatakan bahwa Niki-Niki bukan hanya tempat persinggahan bagi penumpang yang melintasi ruas jalan Trans Timor, tapi juga sebagai transit bagi masyarakat lokal dan juga sebagai lokasi temu kangen bagi warga lokal yang datang dari berbagai desa di wilayah Kecamatan Amanuban Tengah.
Menurutnya, tradisi ini dilakukan sejak tahun 1982 dan terus dipertahankan hingga kini dan membawa dampak luas dalam pembangunan kemasyarakatan yang tercermin dari sikap gotong-royong, ungkap Obed Isu.
“Mereka datang dari berbagai desa di wilayah Kecamatan Amanuban Tengah, dan mereka bertemu pada setiap pekan, dan itu menjadi tradisi dan juga sebagai bagian menjaga tali persaudaraan dan kekerabatan. Kedatangan mereka bukan semata-mata menjual hasil pertanian dan perkebunan atau hasil usaha lainnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, tetapi sebagian mereka membawa hasil bumi sebagai oleh-oleh untuk keluarga dan kerabat di pusat kecamatan Niki-Niki, terang Obed Isu.
Obed Isu dan Wimfrid Nope juga menyentil soal polemik permasalahan tanah di lapangan Boibalan di Kecamatan Amanuban. Menurut mereka persoalan tersebut menjadi isu santer yang sering dibahas akhir-akhir ini.
Menurut mereka, permasalahan itu berawal dari klaim pemerintah atas kepemilikan tanah, dan keluarga Nope dari Sonaf Kolo dan Keluarga Fetor Noebunu dalam hal ini keluarga besar Isu menolak untuk menandatangani Berita Acara Pelepasan Hak atas tanah Boibalan, dengan alasan bahwa Tanah Boibalan adalah tanah warisan leluhur, dan tanah ulayat yang tidak bisa dikuasai kepemilikannya oleh pihak tertentu. Urai kedua perwakilan tokoh adat itu.
Mereka mengatakan bahwa persoalan lapangan Boibalan Niki-niki merupakan persoalan serius yang perlu diselesaikan dengan melihat unsur-unsur kebudayaan masyarakat Amanuban, sehingga dapat menghasilkan solusi yang baik tanpa merusak tatanan budaya yang telah diwariskan dan ada sejak zaman nenek moyang, tutur mereka.
Tokoh adat Amanuban Tengah menghimbau dan mengharapakan agar pemerintah tidak terburu-buru mengambil keputusan dalam hal mengalihkan status lapangan Boibalan Niki-Niki untuk dijadikan aset daerah.
Harapan itu juga disampaikan pihak keluarga yang berkepentingan atas tanah di lapangan Boibalan, bahwa pemerintah selaku mediator untuk menyerahkan penyelesaian itu kepada pihak tokoh adat dan keluarga besar terlebih dahulu untuk saling rembuk agar melahirkan keputusan bersama.
//delegasi(*/tim)