Stunting dan Kemiskinan di NTT Masuk Kategori Ekstrem

  • Bagikan
Berdasarkan data dari Studi Survei Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi angka stunting Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2021 sebesar 37,8 persen. Sementara tahun 2022 turun menjasi 17,7 persen. Angka tersebut menjadikan Provinsi NTT sebagai penyumbang tertinggi anak stunting di Indonesia.(ISTIMEWA)

DELEGASI.COM, JAKARTA – Berdasarkan data dari Studi Survei Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi angka stunting Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2021 sebesar 37,8 persen. Sementara tahun 2022 turun menjasi 17,7 persen.

Angka tersebut menjadikan Provinsi NTT sebagai penyumbang tertinggi anak stunting di Indonesia.

BACA JUGA :

Refleksi Kritis 4 Tahun Victory-Joss, Dari Konflik Lahan, Stunting, Kemiskinan hingga Utang Pemda

Di NTT, Lima Kabupaten Masuk Kategori Kemiskinan Ekstrem

Sedangkan untuk data kemiskinan ekstrem sendiri, Provinsi NTT memiliki 5 Kabupaten prioritas dengan total jumlah rumah tangga miskin ekstrem sebesar 89.410 KK.

Jumlah tersebut tersebar di lima kabupaten, yakni Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, Rote Ndao, Sumba Tengah, dan Manggarai Timur.

Demikian rilis Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan(PMK) RI yang dipublis pada Rabu 25 Januari 2023.

Menurut Wakil Bupati Rote Ndao Stefanus M. Saek menjelaskan bahwa terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh daerahnya terkait dengan upaya penuruan stunting dan kemiskinan ekstrem. Yaitu kurangnya kesadaran dari keluarga stunting serta masyarakat penerima Bantuan Langsung Tunia (BLT).

“(Bantuan ke) masyarakat cenderung dibelanjakan ke barang yang sifatnya destruktif, seperti membeli rokok,” ujarnya saat Roadshow Dialog Stunting dan Kemiskinan Esktrem Menko PMK untuk Provinsi NTT secara daring pada Selasa (24/01/2023).

Berdasarkan data dari Studi Survei Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi angka stunting Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2021 sebesar 37,8 persen. Sementara tahun 2022 turun menjasi 17,7 persen.
Angka tersebut menjadikan Provinsi NTT sebagai penyumbang tertinggi anak stunting di Indonesia.(ISTIMEWA)

Permasalahan lain yang tak kalah penting terkait masih kurang tersebarnya ultrasonografi (USG). Dengan alat pendeteksi kehamilan ini diharapkan bisa mengetahui lebih dini kondisi janin. Termasuk penanganan bila ada gejala stunting.

Kemudian alat Antropometri juga masih cukup kurang tersedia di Posyandu wilayah NTT.

Alat ini berfungi sebagai alat ukur dimensi, berat, volume pada tubuh manusia atau pertumbuhan tubuh balita sebagai indikasi mengetahui asupan gizi pada anak. Selain itu, cakupan ketersediaan air bersih dan sanitasi yang layak bagi rumah tangga perlu dioptimalkan lagi.

Pemerintah kabupaten/kota di wilayah Provinsi NTT terus melakukan berbagai inovasi dalam pengentasan kemiskinan ekstrem dan penurunan angka stunting.

Seperti yang dilakukan oleh Bupati Malaka Simon Nahak, ia mengutarakan inovasi berupa pelaksanaan berbagai program seperti Program Keluarga Malaka Mandiri (PK2M) dan Gerakan Elminiasi Masalah Anak Stunting (GEMAS).

Ia juga berharap adanya dukungan dari pemerintah pusat terkait bantuan akses permodalan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) setempat serta akses terhadap layanan dasar seperti penyediaan air bersih, sanitasi layak, dan penyediaan internet.

“Harapan kami kedepan pemerintah pusat terus men-support bantuan akses permodalan bagi para pelaku UMKM sehingga mereka memiliki pendapatan yang layak, serta penyediaan akses layanan dasar bagi masyarakat di Kabupaten Malaka ini,” tuturnya.

Pada acara Roadshow kali ini hadir pula Pemkot Kupang, serta pemda kabupaten, yakni Kupang, Bellu, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Flores Timur, Lembata, Manggarai, Manggarai Barat, dan Sabu Raijua.

Pemeringkatan Prioritas

Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan bahwa saat ini sedang dilakukan pemeringkatan skala prioritas bagi daerah yang membutuhkan bantuan alat USG, Antropometri, sanitasi layak, dan ketersediaan air bersih.

Dana
Potret Kemiskinan di NusaTenggara Timur//foto istimewa

“Secara umum saya lihat sudah ada progres yang cukup baik. Banyak inovasi-invoasi yang telah dilakukan melalui perubahan mindset dari masyarakat. Terkait pentingnya pola hidup sehat yang harus ditingkatkan dengan memanfaatkan sumber makanan lokal. Saat ini kita juga sedang melakukan pemeringkatan skala prioritas bagi daerah yang membutuhkan bantuan,” ucap Muhadjir.

Program pelatihan juga terus diintensifkan kepada para petugas yang bekerja di lapangan sehingga data yang menjadi acuan pelaksanaan kebijakan tidak berbeda jauh. Ia menargetkan tahun 2023 ini semua puskesmas dan posyandu yang ada di Provinsi NTT sudah menerima alat USG dan Antropometri.

“Target kita tahun ini untuk Provinsi NTT tidak ada lagi puskemas yang kekurangan alat USG serta tidak ada lagi Posyandu yang belum mendapatkan antropometri,” Kata Muhadjir.

Untuk penanganan kemiskinan ekstrem, perumusan kebijakan tetap mengacu kepada data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang disebar ke masing-masing daerah, harapannya para kepala desa sudah menerima data tersebut sehingga penerima bantuan dapat tepat sasaran.

Roadshow Dialog Stunting kali ini sudah memasuki hari keempat yang tiga hari sebelumnya diselenggarakan pada Provinsi Jawa Barat di 17 Kabupaten/Kota.

Roadshow akan berlanjut, terutama untuk wilayah prioritas stunting dan kemiskinan ekstrem.

//delegasi(**)

Komentar ANDA?

  • Bagikan